Nja ngerasa kalau dibandingkan dengan teman-temannya, kehidupan yang dia jalani itu adalah yang paling biasa aja. Nggak ada istimewa-istimewanya
Hubungan Nja dengan keluarganya baik-baik aja, malah bisa dikatakan harmonis. Orang tuanya super pengertian, dan meskipun Nja anak tunggal, dia nggak merasa terkekang sama sekali.
Dia bebas melakukan apapun, dan bebas menyukai apapun, selama itu semua nggak membawa dampak buruk bagi kehidupannya.
Persoalan akademiknya pun dari SD sampai sekarang kuliah nggak ada kendala sama sekali. Nja langganan dapat straight A, dan nggak pernah sekalipun tertinggal dalam pelajaran.
Hidupnya terlalu lurus, sampai-sampai Nja nggak paham kenapa Hansa sering banget ngeluh perihal hidupnya yang banyak ditaburi kerikil saking seringnya jatuh bangun.
Jujur, Nja sangat bersyukur dengan apa yang dia punya saat ini. Orang tua yang supportif, perkuliahan yang balance antara akademik dan organisasi, serta teman-teman yang menghibur di kala lelah. Nja menikmati semua itu, dan dia merasa apa yang dia punya saat ini sudah lebih dari cukup.
Tapi kadang, Nja juga berpikir kalau ada sesuatu yang kurang dari hidupnya, yang dia nggak tahu apa. Seperti ada satu ruang kosong di hatinya, yang nggak tahu sejak kapan nggak pernah terisi penuh, sampai Nja sering ngerasa kurang tertantang ketika menjalani hari-harinya.
"Ah, butuh cinta kali." tuduh Karin ketika Nja bilang kalau dia seringkali nggak terlalu senang dengan hari-hari yang dia lewati, meskipun nggak ada satupun kegagalan yang menghampirinya.
"Nggak."
"Ih, seriusan. Ruang yang kosong di hati lo itu mungkin mesti diisi sama rasa sayang buat opposite gender selain Nyokap lo."
Nja mengerutkan kening nggak terima, "Aneh."
"Katanya pengin hidup lebih berliku. Coba deh, pacaran. Paling galau mulu kayak gue nih, tiap hari berliku-liku."
"That's doesn't sound good to me."
"Emang." respon Karin kelewat cepat, "Tapi dari situ juga lo belajar soal konsep sayang sama orang lain selain keluarga lo. It's not always great, but at least you'll learn something new."
Meskipun Nja menolak mentah-mentah ide yang Karin ungkapkan, tapi dia pikir apa yang Karin bilang juga nggak begitu salah. Soalnya, Nja emang nggak pernah jatuh cinta dan sayang sama orang lain selain sama keluarganya sendiri.
Pacaran pun cuman pernah waktu SMP, dengan gaya pacaran yang nggak pernah ngobrol dan cuman chatting via sosial media. Nja bahkan nggak ingat apa dulu dia sempat ada rasa, atau pacaran cuman karena terpaksa.
Tapi, menuruti saran Karin pun bukanlah option terbaik bagi Nja, mengingat dirinya nggak pernah handal berinteraksi dengan lawan jenis kalau nggak di-approach duluan.
Dalam kasus dekat dengan Karin dan Kynan pun, itu terjadi karena Karin dan Kynan tipikal cewek social butterfly yang nggak pernah kehabisan topik ketika bicara. Nja diem aja, mereka pasti nggak akan pernah merasa tersinggung kalau ocehan mereka nggak ditanggapi.
Sedangkan di luar sana, nggak semua cewek bisa menerima sifat Nja yang apatis seperti itu.
Cewek-cewek kan pasti lebih suka cowok agresif dan ramah macam Ginan dan Hansa, bukan yang nunggu dideketin kayak Nja.
Maksudnya, kalaupun Nja berani ngedeketin cewek duluan, sampai sejauh ini belum ada cewek yang narik perhatian Nja sampai Nja ada effort buat ngedeketin mereka duluan.
Intinya sih, itu. Nja emang dasarnya nggak tertarik sama cewek. Atau mungkin, belum.
Jadi, untuk mengisi kekosongan hatinya pun, Nja ngerasa belum sanggup kalau ruang itu diisi oleh roman picisan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Niskala
General Fiction(COMPLETED) Lika-liku kehidupan anak teknik, ada senengnya, ada sedihnya. Ada cinta, ada tugas gamtek. - 2022 © neomuhane