yang patah tumbuh

6.3K 1K 133
                                    


Tidak terasa dua minggu berlalu begitu saja.

Seakan-akan pertengkaran selama 4 hari yang hampir merobohkan mental mereka nggak pernah terjadi sama sekali. Semuanya kembali ke rutinitas semula, menekuni tugas-tugas yang belum selesai dan kesibukan organisasi yang bikin pening.

Meski begitu, bukan berarti nggak ada yang berubah dari atmosfer nongkrong mereka setelah perpecahan tempo hari.

Nana dan Hansa masih nggak bisa ditinggalkan berdua. Meskipun sudah bisa berinteraksi seolah-olah nggak pernah saling melempar bogem mentah sebelumnya, kondisi tersebut hanya terjadi ketika semua orang tengah berkumpul. Jika hanya ada mereka berdua, akan kelihatan sekali kalau dua orang itu masih belum seakrab dulu.

Menurut Ginan itu wajar, mengingat mereka sendiri yang menciptakan pertengkaran konyol tersebut, kecanggungan jelas masih tersisa. Tapi seiring berjalannya waktu, ketika ditelan kesibukan, mereka pasti akan melupakan kejadian bodoh itu—mau tidak mau.

Di lain sisi, walau Ginan dan Kynan dapat melakukan closure dengan baik, dua orang itu juga nggak kelihatan lengket seperti biasanya. Lebih tepatnya, Kynan yang kelihatan banyak menghindari momen berdua dengan Ginan.

Di kelas pun, ketika biasanya mereka akan duduk berdekatan, Kynan kini lebih memilih duduk di dekat Nana—Ginan menyadari itu, namun dia juga nggak bisa berbuat banyak. Dalam hal ini, Ginan cenderung pasif dan membiarkan Kynan nyaman dengan apapun pilihannya—seakan-akan hal seperti itu bisa disapu bersih hanya dengan perasaan lapang dada.

Jelas ada yang nggak beres di antara mereka, namun keduanya sama-sama terlalu keras kepala untuk mengakui.

Ginan nggak mau melewati garis batas yang dengan tegas Kynan gambar, dan Kynan nggak mau gegabah dalam mengambil langkah.

Dasarnya, dua manusia itu memang terlalu pintar bermain peran, hingga ketika ada yang harus diselesaikan pun, keduanya lebih senang berpura-pura bahwa semuanya sudah selesai. Padahal nggak sama sekali.

"Kayak ada yang aneh sama si kembar." Karin yang tengah menyedot es kiko di tangannya tiba-tiba berujar di tengah hening yang meliputi.

Nana di sampingnya, yang sedaritadi tengah fokus menggambar kerangka di atas karton mengangkat kepala dari posisinya yang menelungkup di lantai.

Mereka berdua saat ini tengah lesehan di wifi area lantai 4 sambil mengerjakan tugas-tugas yang deadlinenya tinggal 10 hari lagi sampai UAS menyapa.

Nggak tahu dengan yang lainnya, tapi seingat mereka Nja melipir ke perpustakaan karena dua minggu terakhir tengah memasang mode nggak mau diganggu.

Padahal Nja itu kalau lagi nggak bete aja bisa jutek banget, sekarang setelah menerima patah hati pertamanya, cowok itu jadi super duper mega jutek dari biasanya. Karin aja jadi segan buat nanya tugas ke Nja kalau mereka lagi di kelas.

"Hmmm." gumam Nana sambil kembali fokus pada gambarnya, "Lagi fase denial aja."

"Padahal kalo udah sama-sama suka, apalagi yang ditunggu, ya?"

Nana terkekeh mendengar ucapan Karin, lalu kembali mendongak untuk mempertemukan tatapan mereka, "I know right? Apalagi yang ditunggu?"

Karin loading selama beberapa saat, kemudian ketika sadar maksud kalimat sindiran Nana tersebut, wajah cewek itu langsung memerah.

Damn, malah jadi boomerang bagi dirinya sendiri.

Pura-pura nggak mendengar ucapan Nana, Karin kembali sok anteng menyedot es kiko di tangannya.

Sambil menggoreskan pensil ke kartonnya dengan bantuan penggaris, Nana kembali berujar, "Gue nggak tahu banyak soal Kynan, tapi yang gue liat, meskipun dia suka sama Ginan, itu cewek nggak bakal dengan mudah nerima perasaannya. Bukan cuman Ginan, tapi siapapun cowoknya, dia nggak bakal mau pacaran selama dia masih punya masalah kepercayaaan."

NiskalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang