terjangan badai kedua

6.3K 1K 485
                                    


"Istirahat dulu di rumah ya, kalo Senin udah enakan mau kuliah juga nggak apa-apa."

Hansa hanya mengangguk sebagai respon terhadap kalimat yang disampaikan Papa Jo, lalu menyenderkan kepalanya yang masih terasa panas ke jendela di sampingnya.

Setelah checkup ke rumah sakit, dan dokter menyarankan Hansa harus bed rest selama beberapa hari, Papa Jo langsung berinisiatif membawa Hansa pulang ke rumah.

Hansa demam, dehidrasi, dan asam lambungnya naik, mungkin karena semalam dia terus-terusan muntah tapi hanya bisa minum sedikit.

Baru pertama kalinya lagi Hansa merasakan sakit yang semenderita ini, sampai dia menghilangkan gengsinya dan menghubungi sang Ibu tengah malam, minta diantar ke dokter karena sudah nggak kuat.

Hansa pikir bakal Ibunya yang datang menjemput, tahunya malah Papa Jo, yang membuat Hansa sepanjang jalan merutuk dalam hati karena di tengah sakit yang super nggak nyaman ini, dia juga harus merasa canggung karena duduk bersebelahan dengan pria di penghujung 30 tahun itu.

Momen seperti ini benar-benar langka terjadi.

Rasanya aneh karena terakhir kali mereka berinteraksi cukup lama sudah lebih dari setahun lalu.

Papa Jo nggak menanyakan banyak hal ketika menjemputnya tadi pagi, tapi sepulang checkup, lelaki itu terus-terusan memastikan kalau Hansa nyaman, yang justru membuatnya nggak nyaman.

"Tidur aja, A. Ini AC-nya kedinginan nggak?"

"Nggak, Pa. Udah cukup."

"Kursinya mau dimundurin? Biar tiduran."

"Nggak usah, Pa. Gini aja."

"Aa mau mampir dulu beli cemilan ke minimarket gak?"

"Nggak... perutnya juga belum enakan."

"Oh, oke. Maaf."

Setelah itu hening.

Hansa terus-terusan menempelkan kepalanya ke jendela sambil matanya memandangi jalanan kota Bandung di Sabtu pagi yang cukup sepi. Nggak banyak kendaraan, namun cukup ramai oleh penggoes sepeda.

Mencoba mengabaikan tatapan Papa Jo yang beberapa kali meliriknya seperti ingin mempertanyakan luka di ujung mata kirinya yang lebam membiru.

Sialan si Nana, pukulannya beneran sakit banget Hansa nyaris pingsan. Mungkin karena dia lagi sakit juga, sih, jadinya hantaman Nana terasa begitu dahsyat.

"A..."

"Hm..."

"You okay?" Papa Jo buru-buru meralat seakan setengah panik, "I mean of course you're not okay right now, yeah, but—what happened with that bruise in the corner of your eye? Is everything alright? You're not involved in any gangster fight, right?"

Hansa cuman bisa menghela napas panjang, rasanya lelah sekali padahal dia nggak melakukan apa-apa.

"Kepentok lemari." sahut Hansa singkat sambil memejamkan mata.

Dan percakapan berhenti di sana, Papa Jo nggak lagi bertanya, lebih fokus menyetir dalam diam.

Hansa merasa bersalah karena menjawab pertanyaan Papa Jo dengan nada tak acuh. Tapi jujur, Hansa benar-benar lelah dan hanya ingin tidur.

-

Sesampainya di rumah, Hansa disambut oleh ketiga adiknya yang rewel dan kepo, mempertanyakan kenapa Hansa bisa sakit dan tumben mau pulang ke rumah.

Untungnya sang Ibu melerai mereka dan berusaha memberi pengertian kalau Hansa benar-benar sedang nggak dalam kondisi yang baik sehingga nggak bisa ngobrol terlebih dahulu.

NiskalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang