Mengenal keluarga Hoseok tidaklah sulit. Semua terlihat mudah untuk diprediksi. Seperti buku yang sudah terbuka, kapanpun bisa dibaca.Tak seperti keluarganya. Namjoon memiliki hal-hal dalam keluarga seperti permainan petak umpet. Sang ayah yang selalu menyembunyikan sesuatu. Sang ibu yang selalu berusaha menemukan yang disembunyikan. Sementara Namjoon akan duduk sebagai pentonton, menebak siapa yang akan menang. Apakah sang ayah atau sang ibu.
Namun semua itu berubah ketika Namjoon berteman dengan Hoseok. Permainan petak umpet di rumah Namjoon tak lagi menarik baginya. Ia tinggalkan begitu saja mau seperti apa jalan permainan karena Namjoon lebih suka membaca dan memahami isi rumah teman baiknya.
Ayah dan ibu Hoseok tak pernah bermain petak umpet. Mereka lebih sering menggelar buku, menulis kisah, dan merekam memori. Semua hal yang dilakukan dikeluarga itu bak dongeng negeri lain bagi Namjoon. Ayah yang perhatian. Ibu yang penuh kasih sayang. Anak-anak yang secara batin terpenuhi rasa dan cinta.
Tak perlu menebak-nebak perkara apa yang akan terjadi diantara mereka membuat Namjoon merasa nyaman dan aman. Ya, seperti membaca buku yang telah terbuka, Namjoon sangat mudah memahami alur cerita keluarga Hoseok dan kini ia gunakan itu untuk permainannya sendiri.
"Apa kau baik-baik saja? Mukamu terlihat merah sekali. Dan napasmu..."
Bagaimana Namjoon bisa baik-baik saja sementara Jimin sangat menikmati waktunya bersama Vee.
"Hemm.. sebenarnya tidak.." Maka untuk membalasnya, Namjoon akan membuat dirinya tak baik-baik saja.
Namjoon bisa langsung melihat betapa cemasnya mama Hoseok melihat ekspresi Namjoon yang jelas tak seperti biasa.
Amarah yang ada dalam dadanya membuat wajahnya memanas dan napasnya memburu cepat. Tawa Jimin dan Vee adalah alasan utama reaksi tubuh Namjoon.
Jika ada yang mengatakan bahwa dia cemburu, Namjoon akan menyangkalnya kuat. Karena dia tidak cemburu. Cemburu hanya untuk sesuatu yang tak bisa ia miliki. Sementara Vee adalah miliknya. Dia sama sekali tak cemburu pada kelakar Vee dan Jimin. Namjoon adalah pemuda yang sangat teritorial. Maka ketika apa yang menjadi teritorinya terganggu, amarahnya akan meluap. Instingnya untuk mengenyahkan gangguan menggebu dalam dada. Dan Jimin adalah gangguan yang sangat menyebalkan.
"Duduklah. Aku harus memanggil Vee untuk membantuku merawatmu."
Namjoon mengangguk lemah dan dalam hati tersenyum menang. Ia tahu ia akan memenangkan permainan.
Mama Hoseok seharusnya bisa merawatnya. Tapi Namjoon tahu bahwa wanita paruh baya itu harus memasak prep meals untuk anak-anak mereka ketika ia akan pergi.
"Vee! Cepatlah turun! Bantu aku di sini!"
"Ada apa, ma?"
"Tolong bawa Namjoon ke kamar adikmu. Baringkan dia di sana. Dia tak enak badan dan lihat lah wajahnya sekarang sangat pucat."
Entah kekuatan apa yang dimiliki Namjoon, tapi mungkin karena degup dadanya kini bukan berdegup karena amarah melainkan karena nervous setelah melihat Vee, wajahnya yang tadi merah padam mendadak menjadi pucat pasi.
"Kenapa kau tidak meminta bantuan ayah, ma? Bagaimana aku membopongnya ke kamar Hoseok sementara badanku saja tak sampai ketiaknya."
Namjoon ingin tertawa, tapi ia harus tahan.
"Ayahmu sedang mengerjakan presentasi untuk nanti malam."
"Mama bantu aku kalau begitu."
"Aku harus membuat meal prep untuk kalian karena aku akan ikut papamu lagi nanti malam."

KAMU SEDANG MEMBACA
THE ORANGE
Fanfiction[21+] "Jika mencium jeruk saja membuatku jatuh cinta padamu, tak ada hal lebih lain yang akan membuatku berpaling." Namjoon mengatakannya dengan sangat lembut hingga membuat rintik deras hujan di luar seperti percikan air dari surga, menentramkan, m...