SECANGKIR TEH

14 1 0
                                    

Jimin memang berteman dengan Namjoon, tapi mereka tak sekelas. Jimin di kelas sosial dan seni budaya sementara Namjoon di kelas alam dan pengetahuan. Jimin mengenal Namjoon melalui Hoseok karena Hoseok teman kelas kulikulernya.

Jimin banyak tahu tentang Namjoon lewat prestasi-prestasinya. Dari tahun pertama di SMA sampai mereka akan lulus beberapa saat lagi, Namjoon tak pernah absen memberikan kontribusi prestasinya pada sekolah. Namjoon begitu populer dikalangan guru-guru karena kepintarannya, pun juga diantara murid-murid sekolah mereka.

Namjoon adalah pemuda yang supel, ramah, dan tak arogan meski namanya ada dimana-mana. Dia tampan dan menawan dengan tubuh tinggi tegap dan gagah. Tak hanya gadis-gadis di sekolah yang memujanya, murid-murid laki-laki lainpun juga kadang sampai takjub ketika melihat Namjoon beraksi di lapangan seperti panjat dinding, ekstrakulikuler yang dia ikuti. Tak ada yang bisa menolak Namjoon di sekolahnya karena selain prestasinya, Namjoon juga sangat karismatik dan memiliki aura kepemimpinan alami.

Maka tak heran kini Jimin sadar tak sadar mengikuti semua perintah Namjoon meski pemuda besuara merdu itu tak tahu apapun rencana Namjoon.

"Apa kau membawa slayer?" Tanya Namjoon tenang.

"Emmm... ti-tidak..." entah bagaimana juga kini suasana di kamar Hoseok berubah menjadi sangat canggung dan mencekam. Jimin merasa ada aura aneh yang keluar dari Namjoon yang tak pernah ia lihat. Karena memang Namjoon adalah sosok yang hangat dan ramah. Bukan tipe pemuda tampan arogan dan suka memerintah.

"Bisakah kau mencarikannya untukku, Jim?"

Jimin mengangguk dan segera mencari di lemari pakaian Hoseok. Dia tahu Hoseok punya slayer karena terakhir kali mereka latihan menari, Hoseok menggunakannya sebagai bandana. Dan benar Jimin menemukannya.

"Ini," Jimin mengulurkan slayer warna hitam itu pada Namjoon.

"Bukan untukku,"

Alis Jimin mengernyit bingung. "Lalu?"

"Pegang saja dulu."

Jimin tarik lagi tangannya karena Namjoon menyuruhnya memegang dulu slayernya.

Demi Tuhan, Jimin tak mengerti apa yang Namjoon mau.

"Bisa kah kau memberi tahuku kapan orang tuamu berangkat?" Jimin melihat Namjoon bertanya pada Vee yang masih ada diatas tubuh Namjoon. Gadis itu seperti cacing kepanasan, menggeliat kuat mencoba melepaskan diri dari Namjoon, tapi tak bisa.

"Aku tak tahu."

"Katakan yang sejujurnya kalau kau tidak mau ada intogerasi dadakan dari orang tuamu tentang hubungan kita."

Apa?

Jadi benar?

Jimin terpaksa membungkam mulutnya sebelum ia berteriak heboh. Namjoon baru saja mengatakan kebenaran yang ia lihat tiga hari lalu saat dia ke rumah Hoseok untuk bermain game bersama teman-teman yang lain.

Saat itu, Jimin ingin ke kamar mandi. Tapi karena kamar mandi tamu sedang digunakan oleh teman yang lain, Hoseok berkata dia bisa menggunakan kamar mandi di kamar Hoseok. Jimin hanya buang air kecil dan dia tak perlu menghabiskan waktu satu jam di kamar mandi untuk melakukan hal itu. Tapi ada sesuatu yang menahannya hingga Hoseok harus meneriakinya dari bawah ketika ia tak kunjung kembali.

Jimin mendengar ada suara desahan dan makian untuk Namjoon dari dalam kamar Vee. Pikir Jimin, mungkin dia salah dengar, tapi desahan dan makian itu terdengar lagi. Jimin mendekatkan dirinya ke pintu kamar kakak Hoseok yang tertutup.

Benar. Suara Vee yang dia dengar. Dan Jimin mengenalnya dengan baik. Tak lama desahan itu menghilang. Akhirnya Jimin turun dengan pertanyaan Hoseok apakah dia juga buang air besar di kamar mandinya.

THE ORANGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang