Delapan belas : Yakin dilepasin?

407 71 18
                                    

•••

"Congrats Prilly kesayangannya kak Ali!"

Dengan perasaan yang bercampur campur-antara sedih, senang, lega, terharu- aku menyambut pelukan Kahiyang dengan erat. Sampai sampai rasanya aku kesusahan mengeluarkan kata kata setelah berhasil keluar dari ruangan sidang pagi hari ini.

"Eh, nggak boleh nangis dong!" Seru Kahiyang kembali sambil menenangkanku.

Ia mengusap punggungku dengan sabar, sampai aku merasa lebih baik. Hingga akhirnya kami melepaskan pelukan. Ya meskipun hal tersebut membuat wajahku cukup berantakan. Ah biarlah.

Toh Kahiyang tentu akan sangat faham. Sebab, ia salah satu bukti bagaimana kerja kerasku 1 tahun terakhir yang penuh liku. Lagian ia juga sudah terbiasa melihat kondisiku seperti ini.

"Good job! Lo hebat udah bisa lewatin up and down dari proses perjalanan lo Pril." Sekali lagi, Kahiyang mengatakannya sambil merangkul pundakku.

Kalau begini, bagaimana aku bisa menahan diri untuk tidak menangis lagi coba.

"Lo mah, gue begini juga hasil support lo juga kok." Aku mencoba tersenyum kembali memeluknya.

"Kita kan emang harus saling support. Oiya si Doi sama Zidan masih baru otw. Mau vidcall nyokap lo dulu nggak nih?"

Aku tentu saja mengangguk, kemudian mengeluarkan ponsel dari dalam tas. Namun belum sempat berhasil mencari kontak Mama, Kahiyang menghentikan kegiatanku.

"Lo perlu touch up, gue izin benerin ya," katanya kini sudah repot mengambil pouch make up miniku dari dalam tas. Lalu mendudukanku pada deretan bangku yang tersedia. Dan setelah mendapatkan anggukanku ia segera membuka cushion milikku untuk di applykan pada wajahku guna memperbaiki riasanku. "Lagian lo sih pakai acara nangis segala, untung mascara lo udah waterproff tuh," katanya kini sambil mentap cream blush tipis tipis pada area tulang pipiku.

"Thankyou Kahiyang kesayangannya Pandu!" Ujar balasanku.

"Bisa aja lo. Perfect kan kalo gini. Gih hubungin nyokap lo."

Aku tersenyum cerah pada Kahiyang, kemudian langsung mencari kontak Mama untuk melakukan panggilan video. Bahkan setelah aku menekan icon memanggil, belum sampai dering kedua, aku sudah bisa melihat sosok Mama muncul disana.

"Halo, sayang. Gimana seminar hasilnya?" Tanya Mama nampak khawatir dan mungkin juga gugup menanti kabarku sejak beberapa waktu lalu.

Aku memastikan senyumku tampil cerah sebelum memberikan jawaban. "Aku dapet nilai A, Mama!" Dengan penuh semangat aku mengatakannya. Lalu seketika kusaksikan Mama yang tengah memanjatkan syukur di seberang sana. "Aku lulus!" Imbuhku dengan deretan senyum terbaikku pada Mama.

"Alhamdulillah, thanks God. Selamat sayang, mama ikut seneng." Kulihat Mama dengan tatapan penuh haru mencoba menguasai perasaannya. "Ini harus dirayain ya sayang, nanti malam sekalian ajakin temen temen kamu buat makan malam dirumah."

Aku tersenyum mengangguk untuk menyetujui ide Mama. Lalu Kahiyang pun nampaknya juga tak sabar akan hal itu.

"Tenang aja tante, Kahiyang sama yang lain udah pasti bakalan dateng."

Nah kan, sangat bersemangat sekali sahabat ku ini!

"Tante tunggu sayang. Oh iya sayang maaf banget, Mama udah di remind buat meeting. So, sampai ketemu dirumah ya Sayang. Dan sekali lagi selamat buat anak kebanggaan Mama."

Setelah berpamitan, panggilan video itupun harus terpaksa berakhir. Setidaknya Mama akan lebih tenang bekerja setelah mendapatkan kabar baik dariku hari ini.

Head Over HeelsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang