•••
"Hai."
"Hai," jawabku sembari memberikan lambaian, kemudian menjadikan kedua tanganku sebagai tumpuan dagu.
"Gimana, ada cerita apa hari ini?"
Seseorang di seberang sana ternyata tetap konsisten akan pertanyaan tersebut selama 1 bulan terakhir ini berlalu tanpa hadirnya secara nyata. Bahkan senyum manisnya yang turut menghiasi itu, membuatku semakin jatuh hati terhadapnya.
"Banyak," aku berkata jujur soal hal itu.
Terdapat beberapa kejadian di hari ini yang menurutku lumayan menguras perasaan emosionalku. Ya mengingat seaktif apa aku hari ini, bahkan pukul 8 ini tadi baru bisa sampai dirumah.
"Kak Ali sendiri gimana?"
"Ya.., kalau aku sih masih sama seperti kemarin kemarin." Jawabannya berhasil membuatku terkekeh. "Mau makan malem bareng dulu?"
Aku mengangguk dengan cepat.
Bukannya apa apa. Makan itu penting, agar energiku kembali penuh dan menjadikanku bertenaga. Sebab apabila aku memaksa memulai sesi bertukar cerita ini tanpa makan terlebih dahulu, aku yakin tidak semangat seperti sebelum sebelumnya. Karna perutku bahkan sudah menyuarakan kondisinya sekarang.
"Kak Ali makan pakai apa? Kasih aku ide dong, enakan makan apa malem ini," kataku sembari menggulirkan layar yang menampilkan aplikasi layanan pesan antar makanan.
Kak Ali tak kunjung memberikan jawabannya, namun secara tak sengaja penglihatanku menangkap sebaris pesan. Dan saat ku lihat ternyata dari kak Ali.
"Kak Ali..," seruku ketika berhasil membuka dan membaca pesannya.
"Yang anter udah didepan katanya, gih turun."
Dengan sangat amat terpaksa akupun turun. Hingga kujumpai seseorang yang ternyata memang sudah menunggu didepan pagar dengan sebuah paperbag di tangannya. Beliau langsung memberikannya padaku, ketika gerbang berhasil kubuka. Dan tak lupa aku sempat mengucapkan terimakasih sebelum beranjak kembali kedalam.
Berjalan menuju kamar, guna menuntut penjelasan kak Ali atas apa yang barusan ia perbuat.
Aku kembali duduk, setelah meletakkan paperbag tersebut pada atas meja. Sengaja aku menunjukkan wajah tak sukaku. Aku tentu saja agak kurang suka akan cara kak Ali menghambur hamburkan uangnya begini untukku.
"Aku yang kehilangan uang biasa aja lho, Pril. Kenapa jadi kamu yang sewot."
"Aku kan udah minta kak Ali buat nggak perlu lakuin hal yang bisa memicu sifat boros."
"Kan udah nggak tiap hari, sayang." Kak Ali nampak mulai mengeluarkan jurus kata kata manisnya.
"Iya bener emang udah nggak tiap hari lagi, tapi nggak 2 hari sekali juga dong kak."
Aku sama sekali tak ingin memarahinya. Namun entah kenapa kak Ali sangat keras kepala sekali. Setelah sebelum sebelumnya, ia selalu memesankan makanan untukku tanpa konfirmasi dahulu. Pada mulanya tentu aku sangat senang. Merasa masih tetap diperhatikan sekalipun kak Ali harus berada jauh disana. Namun, semakin lama aku tentu semakin tak nyaman ketika setiap hari ada saja makanan yang ia pesankan untukku.
"Kamu nggak perlu khawatir, aku nggak bakal kehabisan uang disini sayang."
Tentu saja aku tahu kalau masalah itu. Namun bukan itu point yang aku maksudkan. Rasanya sudah banyak sekali berbagai kata yang tersimpan dalam otakku, namun ketika aku kembali melihat senyum diwajahnya, membuatku mengurungkan niat.
Katanya kunci hubungan tetap sehat dikala jarak yang terbentang lumayan jauh adalah komunikasi yang baik. Jadi, sepertinya aku harus memotong bab ataupun perilaku buruk yang kemungkinan bisa membuat hubungan kami menjadi tak lagi sehat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Head Over Heels
Chick-LitHead Over Heels 'Menggambarkan perasaan seseorang yang sedang jatuh cinta, namun lebih ke arah terlalu tergila-gila akan seseorang lawan jenisnya. Perasaan rumit yang terkadang penjelasannya tak bisa dicerna logika maupun akal sehat, sehingga sehar...