Satu : Praduga yang Salah

709 84 12
                                    

Tap vote, masukin ke library dan komennya ditunggu 🤍

•••

"Ayo."

Dengan keryitan penuh kecurigaan, aku pun berusaha tetap berdiam diri enggan ingin beranjak meskipun lenganku tengah ditarik, seakan memberikan maksud bahwa aku tak ingin pergi jika tujuannya tidak diutarakan dengan jelas.

"Ayo, Pril-aduh." Aku terpaksa bereaksi, sehingga tangan yang tadi tengah menarik lenganku kini sudah membebaskannya. Berkat sentilan yang ku berikan pada dahi orang tersebut, secara sengaja. "Lo kok sentil gue sih," dan sebagai outpunya, sebuah protesan pun aku terima.

"Nggak sopan, Shabrina. Bilang dulu ada apaan emang?"

Senyum gadis yang kerap ku panggil Shabrina tersebut muncul, seraya ia kembali mengaitkan tangannya pada lenganku. "Hari ini Kakak gue gajian-" ah mendengar nama itu, dalam hati aku merasakan sebuah kesenangan tersendiri. Sehingga tak kusadari sudut bibir milikku pun kini berubah, saat Shabrina menyebutkan sosok adam yang menjadi kakaknya itu. "Dan gue berhasil minta traktiran ke dia dong. Hebat kan gue." Shabrina mengatakannya dengan semangat menggebu gebu mengatakannya.

Aku tentu saja senang, dalam hati akupun ikut merasa bangga akan sosok laki laki yang sudah banyak berjasa dalam hidupku itu.

"Jadi, ayo kita berangkat."

Maka aku tak lagi bersikeras tinggal, karena akupun sudah tahu akan kemana tujuan Shabrina bersikap tak sabaran tadi. Sehingga aku pun sempat meminta waktu sebentar pada Shabrina supaya ia bisa meraih ponsel dan sling bag sebelum pergi.

Keluar dari kamar, kami berdua segera berjalan hingga akhirnya keluar dari rumah. Membuka pagar, lalu bisa ku saksikan sosok adam yang selalu bisa aku dan Shabrina andalkan tersebut sudah tersenyum ke arah kami, seakan laki laki itu menunggu kedatangan kami.

"Kakak duluan berangkat sama Prilly ya, si Daren bilang harus mampir pom bensin bentar." Aku mengenal tentang laki laki yang namanya disebut Shabrina tadi. Tentu saja itu adalah kekasih Shabrina, tak tahu bagaimana cara Shabrina agar Kak Ali bisa mengizinkannya memiliki pacar. Namun di lain sisi kali ini, Entah kenapa aku sangat menyukai ide Shabrina kali ini. Karena berarti aku memiliki kesempatan bisa ikut duduk diboncengan Kak Ali lagi. "Sekalian pesenin kita juga boleh sih, kak." Ah, sedikit kurang ajar memang ya. Harusnya memang aku tak boleh melupakan bahwa Shabrina tak akan repot repot berbuat baik jika tak ada tujuannya.

"Kamu bareng sama mereka juga gimana, Pril? Biar aku sendiri yang duluan." Pertanyaan tersebut kini mengarah padaku, dan bagiku itu adalah ide buruk.

Jadi sudah pasti tentu saja akan aku tolak, "eh aku mending ikut Kak Ali aja deh, lagian nggak ada orang yang mau jadi obat nyamuk," ucapku memberi alasan.

"Jadi sayang banget sama lo deh." Lihat bagaimana Shabrina yang kini terlalu berlebihan, hingga sampai tiba tiba memelukku dari samping.

Aku tentu saja sayang pula terhadap sosok perempuan yang berusia 3 tahun dibawahku ini. Meskipun kerap kali kami saling mengolok, tetap saja kami pasti akan saling membutuhkan satu sama lain. Jadi bisa dibilang aku dan Shabrina sering menghabiskan waktu bersama. Itu sebabnya Shabrina bisa bersikap sangat amat santai terhadap ku, bahkan dengar saja bagaimana santainya panggilan akrab kami yang ia lontarkan padaku.

Shabrina segera melepas rangkulannya terhadapku, kemudian ia mempersilahkan ku berjalan mendekat ke arah Kak Ali. Juga sekaligus mendekat ke arah dimana letak kendaraan beroda dua kesayangan kak Ali terparkir gagah.

"Pakai ini dulu ya kalau gitu."

Ucapan tersebut bagiku sudah sangat manis terdengar di telingaku.

Head Over HeelsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang