Steven berjalan dengan tergesa lebih tepatnya berlari dengan membawa sebotol minuman air mineral dan sebuah roti rasa coklat kesukaan Anne selama ini dari pabrik sari roti kebanggaan keluarganya.
Seulas senyum tersungging dari paras wajah tampannya yang berbalut wajah horornya mirip seorang mafia.
Senyum yang sedari merekah saat ini hilang tergantikan dengan rasa kecewa yang tak dapat ia urai pasalnya tadi sebelum ia pergi ia sudah meminta Anne untuk menunggu dirinya disini.
Apa kurang jelas!!
Namun apa yang ia dapat Anne tak ada dimana tempat ia meninggalkan ia hilang dalam mata dan hayalan yang sedari tadi ia ukir indah dalam angan-angannya.
Yang ada hanya seonggok kayu besi yang saat ini setia menemaninya tak mau beranjak kemana pun mengerti hatinya yang terasa perih.
Kecewa bercampur aduk dengan rasa marah membuatnya sulit untuk menguasai sebuah rasa yang datang bergemuruh tiba-tiba menyerang dirinya.
Sehingga tanpa sadar sebotol minuman dan roti yang tak bersalah harus rela menanggung salah dari perbuatan yang Anne lakukan.Dalam sekejap sudah berganti posisi juga tempat.
Terbuang ke tanah tanpa sayang dengan satu pijakan kaki yang dikuasai amarah yang tertahan emosi.
Sangat disayangkan padahal roti tersebut sangat enak sekali seolah mengundang untuk disantap dengan toping coklat meleleh ada didalam saat ini nyaris keluar mengejek mengolok dirinya yang bodoh karena tak mau memakan.
Namun apa yang bisa ia pikirkan untuk saat ini seolah buntu tak menemukan jalan keluar.
Sekuat tenaga ia tak ingin dikuasai amarah jahat yang bersarang dihati namun semua nyaris sia-sia dalam hitungan detik.
"Ehhhgghh..."satu erangan tertahan keluar dari bibir tebal berwarna hitam itu dengan mengacak rambut frustasi.
Ia teramat benci dengan sikap Anne yang selalu seperti ini seenak sendiri tanpa mau memikirkan perasaan orang lain.
Setidaknya mau menuruti sedikit saja kan tidak masalah.
Anne yang ia kenal yang teramat ia cintai selalu ingin menang sendiri,namun lagi dirinya selalu kalah akan Anne.
Krontol emosimu jangan buat orang yang kau cintai menjauh
Tanpa sadar otak kecilnya menyadarkannya membuat ia berfikir langkah tertepat saat ini adalah menemui Anne dikediamannya.
Mobil itu pun melaju membelah jalanan yang saat ini ramai oleh kendaraan para pekerja mengais rezki disaat malam hampir menjemput.
Dengan hati gusar nyaris ia di mati dimakan lelah menanti membosankan berjam-jam disini di depan rumah layaknya seorang pengintai namun tak ada tanda-tanda Anne ada diseberang sana.
Terbesit untuk membobol rumah sebesar semewah ini dengan penjagaan ketat untuk mencuri anak sang pemilik rumah namun ia urungkan.
Hingga akhirnya ia putuskan untuk pergi tatkala malam semakin mencekam berganti salah satu anak pesuruhnya untuk berjaga mengintai.
"Belum pulang."tanya itu keluar dari seorang Williem pasalnya ia tak melihat sang anak berkeliaran dengan suara manjanya.
"Belum."jawabnya dengan perasaan takut jikalau sang suami mengetahui kemana perginya Anne tersebut.
Tak terasa malam semakin sunyi ia menunggu kabar tak ada notifikasi dimana anaknya saat ini membuat dirinya makin diliputi gundah seolah waktu saat ini devaju saat itu dimana Anne purti kesayangannya tidak pulang berhari-hari tanpa kabar.
"Sayang sudah malam ayuk tidur."ajak sang suami dengan mengelus pundaknya dengan mesra.
Namun tak ia hiraukan.
"Bagaimana Aku bisa tidur jikalau anakku belum pulang."jawabnya dengan nada kesal.
"Emang kemana sih tadi."pertanyaan inilah yang teramat sulit untuk ia jawab saat ini haruskah ia berbohong ataukah kejujuran yang berdampak pada kesenangan anaknya akan terengut.
"Main sama temannya."jawaban sekenanya ini lah yang terbaik saat ini.
"Ayuk."ajakanya sekali lagi dengan memaksa tanpa ia indahkan.
"Sayang!!"akhirnya ia pun paham dari teriakan keras tersebut.
"Kamu tidur duluan dulu nanti aku susul."
"Gimana aku bisa tidur kalau kamu ngak nidurin wahai istriku tercinta."
Satu kata intonasi membuat dirinya jengah saat ini menghadapi sang suami.
Namun semua itu tetap tak ia hiraukan malah ia terlalu asyik saat ini dengan berjalan mondar mandir.
"Jawab yang jujur emang Anne kemana sampai kamu panik segala."
"Kalau tidak ngak akan aku kasih jatah."melototnya dengan horor.
"Ha?emang siapa barusan yang minta ditidurin."larut dalam menelisik sang suami tercinta dengan pandangan menyipit.
"Ia ia aku yang minta jatah tiap hari."jujurnya dengan menahan malu semacam anak muda saja.
"Anne kemana."sesaknya sekali lagi tanpa ampun sehingga tak mampu ia untuk berbohong lagi.
"Ngelamar kerja."
"What!!"dengan kedua mata nyaris keluar saking terkejutnya.
"Bagaimana bisa kamu memperbolehkan."tegurnya menyalahkan.
"Aku tak kan membiarkan."ucapnya dengan keras seraya berlalu mengatak atik benda pipih yang tergeletak tadi.
"Cari tau kegiatan Anne selama ini dan buat dia menyerah atas keinginannya."perintahnya yang terdengar langsung oleh kedua telinganya membuatnya air matanya keluar.
"Mas jangan seperti itu apakah kau tega melihat wajah kecewanya."bujuknya dengan kehati-hatian diantara kegigihan mereka anak dan bapak.
"Kamu sudah tau apa keinginanku selama ini dan mungkin sudah saatnya aku bertindak."
"Mas."bentaknya tak sanggup membayangkan hancurnya hati anak kesayangannya itu dengan gelengan kepala berkali-kali.
Tanpa mereka sadari dering dari hanphonenya menjeda akhir perbincangannya tergantikan suara yang membuatnya kehilangan kekuatan untuk berpijak saat ini.
Sehingga luruhlah dirinya pada lantai yang dingin sedingin hati anak semata wayangnya saat ini.
Sedangkan ditempat lain keadaan berbalik pada kediaman seorang Anne Phangshiton yang sedari tadi diliputi ricuh perdebatan kecil.
Disini disepanjang koridor rumah sakit mewah ia nyaris tak tenang berjalan mondar mandir dengan hati tak tenang.
Pasalnya Anne didalam sana terbaring tak sadarkan diri dengan keadaan tubuh yang tak setabil.
Suhu panas yang sedari ia rasakan belum beringsut turun.
Sehingga tak menunggu lama tatkala sang dokter keluar dari ruangan tersebut di buru dengan berbagai tanya menuntut.
"Rio bagaimana keadaannya apakah sudah lebih baik demamnya sudah turunkah kenapa Anne bisa seperti itu."
Helaan nafas panjang keluar dari hidung mancung dengan mata berkaca itu.
"Lo tanya apa introgasi."
"Bisa ngak satu-satu nanyanya bingung gua jawab pertanyaan dari perjaka tidak laku ini."usahanya untuk menghilangkan ketegangan yang tergurat diwajah Vino tercetak jelas.
"Banyak bacot lo,buruan jawab."
"Sudah gua kasih obat penurun panas dalam infusnya bentar lagi turun panasnya lo jangan terlalu khawatir."jawaban yang mengalun tak mampu mengusir menenangkannya saat ini.
"Tapi ada satu yang perlu kau perhatikan trauma yang dimilikinya masih membekas butuh jeda waktu yang panjang untuk membuatnya sembuh menghilang."
Seolah disambar petir akhir berita tak mengenakan disampaikan oleh Rio salah satu kerabatnya yang berprofesi sebagai dokter itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boss My ex -boy Friend.
Romance"Apess hidup gue...punya bos mantan pacar,"keluh Anne "Buat lo saja Mel...aku ma adiknya " "kamu mau kerja apa mau kondangan memakai baju seperti itu"protes vino dengan wajah kotaknya yang terbingkai sejak lahir. Vino ,yang gak bisa move on dari ma...