Selang waktu berganti hadir dengan keremangan yang selalu menemani mengusik jiwa yang selalu diliputi gemuruh rasa yang tak bertepi tanpa mampu mengalihkan rasa dihati dalam dentuman suara menggelegar dengan kemerlip lampu menghiasi dengan seteguk wine yang selalu setia menemani dalam genggamannya.
Merah menyala membuat jiwanya selalu terlena tergugah dengan rasa puas yang tak dapat dimengerti oleh orang lain.
"Maaf kami tidak bisa menemukannya."ucapnya dengan pelan nyaris seolah ditelan bumi suaranya.
Tak ada sautan membuat ciut nyalinya dalam menghadapi hari esok itulah filing yang ia rasa karena mereka sudah mengenal siapa sosok yang ada didepannya saat ini.
"Kalian terlalu pintar membuatku bersyukur memperkerjakan anak buah sehebat kalian."dengan merogoh saku untuk mengambil sebuah pistol yang selalu terselip dibalik kemeja hitam yang mempesona.
Dengan gerakan ringan dalam sekali jentik musnah sudah isi dalam Selongsong peluru tersebut.
Kaki itu terlihat gemetar membuatnya kehilangan keseimbangan berlutut dihadapan sepatu hitam yang mengkilap itu memohon nyawa.
"Tuan muda mohon berbelas kasih mengampuni."ucapnya dengan nada suara bergetar tak mendapat respon hening suasana mencekam.
Hingga suara kaki melangkah terdengar menggema memecah hawa ketakutan disana.
"Stev berhentilah."tuturnya dengan suara meninggi mengintrupsi.
"Mau sampai kapan kamu seperti ini,jangan buat dirimu jadi seorang iblis hanya untuk keinginan sesaat."sambungnya tanpa mau dibantah dengan mengelus lengan berotot anak semata wayangnya dengan cinta.
"Bagaimana jika aku tak dapat memilikinya."ucapan hatinya yang selalu ia takuti ia keluarkan tersirat dari wajah tampannya raut sendu menggelantung.
"Tapi seenggaknya kamu pernah merasakan berada disisinya itu hal yang lebih baik jangan memaksakan suatu hal ingatlah itu apa yang menjadi milikmu pasti akan menjadi milikmu tak peduli daya upaya waktu ingin merampasnya semua tak kan bisa."satu kata bijak dalam membuat jiwa Steven tenang.
Dengan gerakan kelapa ringan isyarat yang diberi sang nyoya membuat gerakan beringsut pelan juga tergesa gesa mereka bernafas lega lekas pergi dari amukan tempramental tuan muda yang sering berubah ubah.
"Stev bagaimana kalau kita pergi ke Singapura disana tempatnya indah juga menenangkan jiwa."
"Bagaimana bisa Anne disini aku disana,jangan bilang mami ingin menjauhkan aku."tuding sang anak sekenanya dengan mengurai sentuhan hangat yang diberikan.
"Ngak ada dalam kamus mami itu boy hanya saja mami ngak suka cara kamu,Jadilah lelaki yang gentelmen."
Itulah cara didik yang selalu diajarkan dulu ia terlalu patuh membuatnya dilanda kecewa sehingga membuatnya berubah atau memang itu semua adalah dirinya selama ini hanya saja ia tak mampu mengenali.
Ia berharap sang anak mau menuruti keinginannya dengan bujukan halus yang ia berikan semua salah Steven sama halnya dengan mendiang suaminya yang memiliki watak kuat akan apa yang ia inginkan.
"Mungkin aku perlu merubah targetku agar selangkah lebih maju."gumannya yang mampu didengar oleh sang mami.
"Boy jangan sakiti orang yang kamu cintai agar kau tak terluka sentuh hatinya yakinkan bahwa kau pantas untuknya."pasalnya ia mengerti perihal tingkah anaknya yang terkadang diluar kendali.
"Kau berhak sembuh juga anakku."sebuah wajah kesedihan terlintas sehingga tanpa sadar air mata itu turun tanpa permisi.
"Ma aku tak sanggup membayangkan dia tak bersamaku."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boss My ex -boy Friend.
Romance"Apess hidup gue...punya bos mantan pacar,"keluh Anne "Buat lo saja Mel...aku ma adiknya " "kamu mau kerja apa mau kondangan memakai baju seperti itu"protes vino dengan wajah kotaknya yang terbingkai sejak lahir. Vino ,yang gak bisa move on dari ma...