Han X Jeongin
Melophile
a person who loves music."Love language nya Mas Farhan itu musik."
•••
Jeo berjalan riang sembari bersenandung asal, tersenyum begitu manis sampai ke mata. Melewati lorong rumah sakit yang sepi, agak seram jadi Ia menggumam nada-nada acak. Berharap saja tidak ada yang ikut bersenandung.
Jeo menarik nafas sebentar sebelum masuk ke dalam kamar VIP nomor 208 dengan langkah senyap. Ia letakkan tas selempangnya disofa dalam ruangan, lantas beranjak duduk dikursi samping brankar. Memandangi Mas Farhan-nya yang masih lelap.
Wajah Farhan makin seperti mayat. Pucat, bibir pecah-pecah, pipinya yang semula menggembung mirip tupai sudah semakin tirus.
"Jeo..." Farhan melenguh, tersenyum lemah sambari mencoba duduk. Jeo buru-buru membantu. Miris sekali melihat si berisik berubah sebanyak ini. Farhan yang dulu tidak akan betah berbaring sangat lama diatas ranjang, hobinya mengganggu Jeo dan bermusik. Si berisik itu handal menulis lagu dan sialnya memiliki suara merdu.
"Mas, gimana kabarnya? Maaf ya, Jeo sibuk nyiapin pensi semingguan ini jadi ndak bisa jenguk." Jeo berucap sedih, mengabarkan kesibukannya sebagai ketua osis yang harus lari tunggang langgang ke sana-sini memantau ini dan itu. Farhan terkekeh, tangannya terangkat mengelus surai si bocah SMA.
"Nggak papa, aku baik. Ini hari minggu, kamu harusnya istirahat aja dirumah." Jeo merengut, tak berniat menjawab. Semakin sedih mendengar suara Mas Farhan yang kian serak.
Leukimia sialan itu menggerogoti Farhan hingga hampir habis. Waktu untuknya hidup makin tipis, semakin dekat dengan mati. Farhan tak takut mati, tidak masalah baginya. Yang berat adalah siapa yang akan Ia tinggalkan, Jeo.
Tak punya siapapun lagi. Orang tua, pun saudara. Farhan sudah sendiri, hanya Jeo disisinya. Bukan perusahaan besar milik ayahnya bukan pula semua harta benda, yang paling sulit dilepas ialah Jeo. Sebab cintanya sudah terlalu jauh melangkah, sudah jatuh terlalu dalam.
"Kamu sudah makan?" Farhan menggenggam tangan mungil Jeo. Dilihatnya anggukan antusias sebagai balasan.
"Sudah, Jeo makan nasi kuning tadi." Semangat sekali Ia berucap.
"Pintar, makannya banyak?" Farhan bertanya walau sudah tau Jeo sanggup menghabiskan 5 bungkus nasi kuning atau lebih sendirian saja. Ia hanya suka mendengar suara bocah itu ketika mengoceh panjang lebar.
"Iyaa, Jeo makan 2 bungkus tadi~~"
Lalu, hari itu Farhan habiskan untuk semakin mencintai Jeo. Dan Farhan semakin takut melepas hidup.
•••
1 minggu kemudian...
Jeo sudah siap kembali ke rumah sakit untuk menjenguk Mas Farhan, Ia ingin pamerkan foto-foto keren dari pensi yang diadakan sekolahnya kemarin. Terutama gambar dirinya dalam balutan jas berwarna putih.
Jeo melihat sang ibu diruang tamu. Ibunya tak sendiri, ada Vabin dan Chandra disana. Berdiri dengan menunduk, aura disekitar berubah suram.
