"CACA NGGAK MAU PAPA BARU!"
Terkejut, jika saja sosok Juan tadi merupakan teman Mamanya, mungkin sedikit Caca akan memberi toleransi tentang kehadirannya. Tapi apa yang baru saja Mamanya ucapkan, Caca tidak terima.
Gadis yang masih berseragam sekolah lengkap itu kembali melanjutkan acara tangisnya dibalik selimut tebal. Memunggungi keberadaan Mamanya yang kian bingung ingin menjelaskan bagaimana lagi pada Caca. Padahal keduanya baru saja saling memeluk dan memaafkan.
"Mama nggak sayang sama Caca." kata Caca sambil terisak.
"Sayang, Ca. Mama sayang sama kamu. Jangan gini dong. Mama itu juga capek, Ca. Selama pisah sama Almarhum Papa kamu, Mama selalu kerja buat kamu. Sama kaya kamu yang pengin disayang sama Mama, Mama juga gitu Ca, Mama juga pengin punya keluarga yang utuh lagi. Kamu sayang juga kan sama Mama?"
"Sayang." sahut Caca dari balik selimut dengan suara serak.
"Kamu maunya Mama bahagia atau sedih?"
"Bahagia. Tapi sama Caca."
Cantika menghela napasnya,"Caa..Mama juga butuh pendamping hidup lagi, sama kaya Papa kamu dulu yang langsung nikah sama Tante Niken. Mama itu udah terlalu lama sendirian, bayangin dari kamu kelas 6 SD, apa pernah Mama bawa laki-laki ke rumah?"
Caca kali ini diam, dia menggelengkan kepala tanpa Mamanya ketahui. Seingat Caca ini memang pertama kalinya sang Mama membawa masuk laki-laki lain kedalam rumah.
"Kamu pasti juga butuh sosok Papa buat tempat berlindung. Ingat, Mama nggak pernah izinin kamu buat pacaran."
"Masih ada Om Nana, Caca nggak butuh Papa kalau bukan Papa Vian. Apalagi Om itu, Caca nggak mau. Dia kaya pedofil!" Caca meremat bantalnya untuk pelampiasan. Membayangkan wajah Juan tadi membuat Caca kesal setengah mati.
"Astaga, Caca." Sepertinya Cantika terlalu lama di luar negeri sampai lupa mendidik norma bicara anaknya. Semoga saja Juan tidak mendengar kalimat Caca barusan.
"Om Nana itu juga sibuk, Ca, dia udah punya keluarga. Lagipun dia udah nggak merhatiin kamu lagi sejak Papa kamu nggak ada, apalagi yang mau harapkan dari dia?"
Semua terdengar begitu menyakitkan ditelinga Caca. Gadis itu memilih diam terisak.
"Caca, bayangin ya. Nanti kalau Mama udah nikah, Mama nggak perlu kerja lagi, Ca. Otomatis Mama bakal habisin banyak waktu buat kamu. Kalau Mama nggak nikah, Mama harus pergi kerja lagi, kamu mau emang kalau Mama tinggal terus? Lagian Juan itu laki-laki yang baik kok, percaya deh sama Mama." Cantika masih berupaya meyakinkan putrinya.
Caca bingung,semakin diyakinkan Caca semakin kasihan dengan Mamanya. Dia juga mau Mamanya bahagia, tapi Caca takut. Bagaimana dia mau percaya jika melihat wajah si Juan saja Caca sudah kesal bukan main.
"Tapi Caca tetep nggak mau anggap dia Papa buat Caca kalau Mama nikah sama dia. Pokoknya dia cuma suaminya Mama, bukan Papa Caca." Gadis itu berakhir menyibak selimutnya, duduk dan mengusap sisa air matanya.
Cantika kini berangsur bernapas lega, ucapan putrinya baru saja secara tak langsung memberi tanda jika Caca sudah mulai berubah pikiran. Masalah jika Caca belum bisa menerima Juan sebagai Papanya kelak, biarlah nanti semua berjalan pelan-pelan.
"Jadi, kamu nerima hubungan Mama?"
Meski ragu, Caca mengangguk. "Kasian sama Mama. Yang penting Mama bahagia dulu."
"Makasih yah, maaf Mama belum bisa jadi super women buat kamu."
Caca terkekeh dan beralih memeluk Mamanya erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect uncle ✓
FanfictionCOMPLETED.Isinya cuma kemanja dan kekanak-kanakan Caca yang bisa saja bikin kamu muak. Atau justru gemes sampai pengin cekik mati. Setelah ditinggal meninggal, memiliki seorang Ayah tiri bukanlah keinginan Caca sama sekali. Terlebih pria pilihan san...