"Ma, pokoknya Mama harus cepetan pulang. Caca nggak mau di rumah sama Om Juan!"
Caca melirik tajam ke arah sosok yang ia bicarakan dengan Mamanya melalui sambungan telepon.
Juan tampak tenang, walau nyatanya dia sedikit was-was dengan tindakan Caca yang mendadak menelepon si Mama, semoga Caca tidak sepolos itu sampai melaporkan tindakannya. Padahal itu hanya kecupan singkat yang sama sekali tidak membuat Juan puas.
"Iya, Ca. Sabar ya? Mama harus urus proyek Mama dulu."
"Tapi Caca nggak mau lama-lama dirumah sama Om Juan, Ma!"
Juan menghela napas, lalu memilih menyesap tehnya sambil terus memantau Caca. Gadis itu terlihat semakin mencak-mencak tak karuan tiap kali diberi pengertian oleh Cantika.
Gadis itu pintar beralibi soal Juan. Mengatakan banyak hal-hal buruk yang begitu menganggu telinga Juan, seolah melupakan hal-hal kecil yang Juan lakukan untuknya.
Singkatnya, Caca itu tidak tahu terimakasih.
Kalau bukan karena Juan Caca akan mati karena alerginya, kalau bukan karena Juan juga, Caca akan kelaparan dan kalau bukan karena Juan juga, Caca tidak bisa menyelesaikan tugas sekolahnya.
"Nggak! Sampai kapanpun Caca nggak mau nerima Om Juan, Caca nggak suka sama dia!"
Prangg!!!
Cangkir putih polos itu lolos dari tangan Juan, kepala pria itu semakin mendidih panas, tidak bisakah jika dirinya membungkam mulut gadis kecil itu dengan sekecap racun memabukkan? Juan berdecih tak suka. Apa gadis itu pikir dia terima dikata-katai?
Caca terkejut bukan main. Juan bahkan menatapnya begitu menusuk, seolah puas dengan caranya membanting cangkir teh guna menarik perhatian Caca.
"Hallo, Caca? Caca, ada apa? Mama dengar suara-
Ketika saat itu juga, Caca mematikan sambungan telepon nya. Dia ketakutan setengah mati ditatap Juan.
"Why you look so cute? Want to be my girl tonight hmm?"
Raut gugup bercampur bingung tergambar jelas dalam mimik wajah Caca. Dia tidak tahu apa yang sedang Juan katakan padanya, dia tidak bisa bahasa Inggris. Tetapi melihat cara pria itu menatap, seolah Caca harus segera melarikan diri sekarang.
Langkah gadis itu mundur perlahan, seperti sekarang ini Caca merupakan mangsa yang siap di terkam kapan saja.
"JANGAN SENTUH CACA!"
Baru sepersekian detik Caca hendak berlari,Juan menghentikan langkahnya tak kalah cepat. Telapak tangan besar itu mengait lengan Caca dengan begitu mudah.
"Saya cuma mau kasih peringatan sama kamu. Gadis yang nggak tahu terimakasih." Juan mengunci tatapan pada Caca sepenuhnya.
"O-om."
"Sekarang gugup? Coba, ulangi lagi, saya mau denger kata-kata nggak sopan dari bibir kamu ini."
Caca memalingkan wajahnya ketika Juan menyetuh bibirnya, sedang tangannya masih memberontak kecil meminta kebebasan.
"Nggak sopan gimana? Caca cuma ngomong apa adanya kok." Caca memberanikan diri membalas perkataan Juan.
"Jangan ngomong nggak suka sama saya kalau kamu belum coba. Ingat, saya ngobatin kamu dan saya yang urus kamu hari ini, dan itu semua nggak gratis." Juan meraih dagu Caca, menatap lamat-lamat wajah yang masih berhiaskan ruam kemerahan tersebut.
Tak bisa dipungkiri, kini keduanya merasakan satu gelombang elektromagnetik yang sama dalam dadanya. Caca tak bisa, kakinya terasa beku, sedangkan sungguh memohon dalam batin agar bisa melarikan diri dari Juan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect uncle ✓
FanfictionCOMPLETED.Isinya cuma kemanja dan kekanak-kanakan Caca yang bisa saja bikin kamu muak. Atau justru gemes sampai pengin cekik mati. Setelah ditinggal meninggal, memiliki seorang Ayah tiri bukanlah keinginan Caca sama sekali. Terlebih pria pilihan san...