Kalian tahu, peringatan acara hari Ayah kemarin itu berakhir dengan begitu memuaskan. Semuanya bersenang-senang, bahkan Caca yang awalnya tak yakin dengan kehadiran Juan pun setelah ditelaah ternyata juga ikut larut menikmati setiap acaranya.
Disaat Caca berfikir jika ini adalah hari Ayah terburuk karena tidak ia rayakan bersama Papanya, namun disatu sisi Caca mendadak bersyukur, mungkin jika Juan tidak hadir acara ini akan berlangsung lebih buruk dan menyedihkan untuk Caca.
Ya, semua berkat Juan. Caca juga jadi lebih banyak memenangkan lomba kemarin. Pria itu--ah Caca jadi lebih banyak memikirkannya malam ini, bahkan isi kepalanya juga terus memutar ulang sisa ingatan bersama Juan kemarin.
Caca membawa dua buah kalung bunga yang ia rangkai secara mendadak selepas selesai bernyanyi secara diam-diam.
Gadis itu berlari ditengah kerumunan orang-orang yang berlomba-lomba meninggalkan area halaman sekolah.
Astaga, Caca tidak bisa menemukan Juan.
"Gisel, lihat Om gue nggak?" Gadis yang tengah bergendengan dengan Ayahnya itu menggelengkan kepala.
"Lihat Om gue nggak?" Caca bertanya hampir pada setiap siswa yang dikenalnya, tapi semua menggelengkan kepala.
"Dara!" Panggil Caca saat melihat teman yang sempat membuatnya naik darah itu. Gadis itu menoleh, menatap kesal Caca sambil menunjukkan jari tengahnya.
"Lo dicariin Dokter Juan bego!" Sarkasnya kemudian, karena saat itu Dara juga ikut panik mencari Caca.
"Gue juga lagi cari dia" kata Caca, Dara menariknya menjauhi kerumunan karena melihat Caca berkeringat berlebih. Sejujurnya Caca selalu merasa cemas dan bingung saat berada diantara orang banyak.
"Dokter Ju!" Panggil Dara pada seorang yang terus mengotak atik ponselnya itu.
Melihat Dara datang bersama Caca, Juan merasa dia mendapatkan nyawanya kembali."Dara, makasih udah bantu cari Caca"
Juan mengambil alih lengan Caca dari pegangan sahabatnya, gadis itu masih belum mengatakan apapun karena Caca juga lega bisa menemukan Juan.
"Apasih yang enggak buat Pak Dokter," Dara tersenyum manis."Eh, duluan ya."
Begitu sepeninggal Dara, "Om kemana aj--" Caca menunduk tanpa melanjutkan protesnya.
Sungguh, seumur-umur hidup Caca belum pernah mendapatkan tatapan semengerikan itu dari Papanya, dan Juan membuat Caca tidak berkutik dengan tatapannya.
Suasana antar keduanya terasa awkward dengan Juan yang semakin kencang menggenggam lengan Caca.
"Puas ilang-ilangannya?" tanya Juan, dia menghela napas berat, bukan bermaksud marah tau kesal, Juan hanya takut Caca melarikan diri darinya seperti waktu-waktu yang lalu.
Caca sedikit meringis merasa nyeri pada lengan kirinya, Caca lagi-lagi membuang muka dihadapan Juan, namun kali ini dibarengi dengan menunjukkan sesuatu yang sejak tadi bergantung di tangan kanannya.
"Buat Om," katanya memperlihatkan lingkaran karangan bunga itu didepan Juan.
Hanya itu dan berhasil membuat Juan menyesal berkali-kali detik ini juga. Tidak bisa, Juan tidak bisa sedingin ini jika bersama Caca.
"Sakit nih." Caca mengeluh sambil mengayunkan tangan kirinya yang masih Juan cekal.
"Maaf." Juan menyakiti Caca, pria itu merutuki dirinya sendiri yang bodoh. Melihat tatapan Juan berangsur-angsur membaik, Caca menatapnya sekilas dan mengangguk.
"Buat Om," ulang Caca sekali lagi karena Juan tak kunjung menerima apa yang ia berikan. Malahan Juan merendahkan tubuhnya agar sejajar dengan Caca.
Sampai sini, mata Caca berkaca-kaca. Dia kembali teringat dengan Vian, yang Juan lakukan sekarang sama persis seperti kejadian tahun lalu ketika Vian meminta Caca mengalungkan kalung buatannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect uncle ✓
FanfictionCOMPLETED.Isinya cuma kemanja dan kekanak-kanakan Caca yang bisa saja bikin kamu muak. Atau justru gemes sampai pengin cekik mati. Setelah ditinggal meninggal, memiliki seorang Ayah tiri bukanlah keinginan Caca sama sekali. Terlebih pria pilihan san...