9: 10,000 hours

243 90 6
                                    

Matahari semakin naik seiring tugasnya mengayomi kemeriahan hari Ayah yang nyatanya sampai kini masih belum usai.
Beruntung cuaca hari ini tidak seterik biasanya berkat semilis angin sepoi-sepoi yang berlalu lalang meredam gerah.

Suasana sekolah masih penuh sesak di sela-sela kegiatan lomba dan serangkaian acara yang kian meriah meski semakian siang.

Semuanya bersenang senang, menikmati waktu bersama masing-masing Ayah yang mungkin sebagian dari mereka jarang melakukannya.

Kali ini kita masih bersama Caca. Gadis itu tengah duduk dipinggir lapangan sambil meluruskan kedua kakinya, lengkap dengan bando kelinci yang kini malah terlihat bertengger di leher, bukan kepala.

Singkatnya, Caca itu sedang kelelahan. Dia sudah cukup banyak mengikuti lomba yang lumayan menguras tenaga--bersama Juan, laki-laki itu tengah pergi meninggalkan Caca entah kemana.

Sebenarnya sekarang ini waktunya istirahat, terlihat semua orang sedang sibuk menikmati konsumsi yang sebelumnya sudah disiapkan oleh panitia.

Kebanyakan hanya orang tua yang sibuk makan, sedangkan para murid lebih memilih sibuk merangkai bunga untuk dijadikan kalung yang nantinya akan diberikan pada Ayah mereka masing-masing sebagai penutup acara.

Caca? Dia sekarang ini terlihat tidak melakukan apapun. Walau disampingnya ada Dara yang tengah sibuk melakukan hal itu.

Dan ya, Caca baru saja selesai memberi gadis itu penjelasan. Bahkan bukan cuma Dara, beberapa siswi juga sempat mengerubungi Caca tadi.

"Berarti yang waktu itu lo bohong dong? Katanya Juan itu namanya Om Nana. Dih, bisa ae lo sambung-sambungin."

"Ya sorry, lagian kan juga bukan hal penting."

"Gila lo, Dokter Juan ganteng kaya gitu nggak lo akuin Bapak," tuduh Dara, gadis yang sibuk merangkai bunga itu bahkan beberapa kali melemparkan bunganya pada Caca sebagai pelampiasan.

"Lah, emang dia bukan Bapak gue. Dia masih calon suami Mama, nggak tau nantinya jadi nikah atau enggak,"tutur Caca membela diri.

"Jangan gitulah Ca, kasian tuh sampai rela antri buat beliin lo minum," tunjuk Dara kemudian pada sosok Juan yang terlihat berjalan sambil membawa beberapa botol minuman ditangannya.

Caca mengedikkan bahunya tidak peduli, lagipun dia tidak menyuruh Juan melakukan hal itu.

"Ya ampun, gue seumur-umur lihat orang jalan nggak pernah se'wah ini rasanya Ca," Dara sampai tidak berkedip melihat Juan."...Kalau gue jadi lo Ca, nggak bakal gue biarin Bunda gue nikah. Justru gue yang bakal nikahin itu Om-om."

Plak..

"Nyebut lo. Ya kali nikung Emak sendiri." Caca memukul paha Dara karena tidak habis pikir. Selama Juan hadir, Caca belum terbesit akan niat segila itu sekalipun beberapa kali tak menampik jika Juan itu pria yang begitu rupawan wajah dan posturnya.

"Halah, gue TANDAIN lo kalau sampai naksir sama Dokter Juan suatu saat nanti."

"Brengsek, nggak mungkin." Caca sampai tidak bisa membayangkan hal semengerikan itu terjadi padanya.

"Bahasanya yang baik-baik aja. Nggak sopan didengar banyak orang," sahut Juan memperingati Caca, dia telah kembali. Pria itu juga sudah berjongkok didepan Caca sambil meletakkan sekitar empat botol air mineral.

Dara sudah seperti kesetanan sampai mengigiti bunga ditangannya. Berpikir jika temannya ini benar-benar gila karena mengacuhkan Juan begitu.

"Kamu makan bunga?" tegur Juan melihat gelagat aneh Dara. Begitu pun Caca yang langsung meledakkan tawanya seketika, baru sadar dengan tingkat absurd Dara.

Perfect uncle ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang