Ekstra part: To be a good wife.

326 45 8
                                    

Hari ini adalah hari ke tiga dimana Caca resmi menjadi istri dari seorang Juan. Kesan-kesan pernikahan mereka masih hangat sekali terasa, sampai selama tiga hari ini Caca rasanya tidak bisa tidur dengan benar.

Ternyata Juan saat menjadi pacar dan suami itu beda sekali, pantas saja Mamanya selalu was-was dan sering sekali menelepon Caca untuk memastikan keadaan anak semata wayangnya ini.

Beda yang Caca maksud itu, Juan menjadi sangat terbuka sekali dengan Caca. Yang dulunya ingin melakukan sesuatu seperti skinship harus diam-diam sambil mencari momen, sekarang bisa bebas. Kadang Caca sampai mau mimisan sendiri kalau suaminya sudah berulah.

Sebenarnya Caca baik-baik saja, Juan memperlakukannya dengan sangat baik, sejauh yang Caca tahu pria itu tidak pernah menuntut agar Caca harus melakukan ini atau itu sebagai seorang istri.

Tapi tentu saja Caca tetap punya naluri, jauh-jauh hari sebelum resmi menjadi istri orang, Caca sudah banyak menerima wejangan dari sang Mama, jadi sedikit demi sedikit Caca praktekkan.

Seperti pagi ini, dengan tekad dan semangat empat lima dia bangun lebih awal dari Juan untuk memasakkan sarapan. Bukan Caca sih yang memasak, lebih tepatnya dia membantu asisten rumah tangganya yang kini berkutat dengan dapur.

Apalah daya jika sampai sekarang ini yang bisa Caca masak hanyalah mie instan dan juga telur goreng. Eh, tapi ini sudah merupakan sebuah kemajuan daripada Caca yang dulu tidak bisa memasak apapun.

Meski demikian ya tidak mungkin dong dia memberi makan Juan mie dan telur setiap hari?

Entahlah, Caca bisa mendadak pusing kalau memikirkannya kebodohannya dalam memasak.

"Potongnya gini ya, Non, saya takut nanti malah tangannya yang kepotong"

Caca mengangguk menuruti arahan sang pembantu, lihat kan, memotong ayam yang sudah mati saja dia tidak begitu becus.

"Bi, emang harus banget ya cewek tuh bisa masak?" Ketidakbecusan itupun melahirkan pertanyaan yang membuat sang pembantu yang tengah mengupas bawang itupun termangu, memikirkan jawaban yang tepat.

"Secara umum emang begitu, cewek pasti identik dengan masak. Tapi menurut saya, nggak harus juga. Lagipula Pak Juan juga nggak masalah, iyakan?"

Menanggapi pembantunya, Caca mengangguk mengiyakan. Sudah ia sampaikan sebelumnya, Juan tidak menuntut Caca, apalagi masalah memasak.

"Tapi bolehlah ya bantu Bibi kaya gini, biar saya keliatan becus dikit jadi istri" Caca tertawa dengan guyonannya. Awalnya Nani, pembantu itu juga ikut tertawa, namun baru beberapa detik kepalanya langsung tertunduk menyadari kehadiran Juan.

"Siapa yang nggak becus jadi istri?" Suara berat laki-laki itu menyahut setelah beberapa saat lalu mendengar sepenggal percakapan kedua wanita dirumahnya.

Caca menghentikan sejenak acara memotongnya, lumayan terkejut karena kehadiran si suami yang nampak sudah rapi. Padahal sewaktu Caca tinggal, Juan masih tidur nyenyak.

Menanggapi pertanyaan Juan, Caca tersenyum tipis."Bercanda."

Dengan langkah jenjangnya Juan mendekat menghampiri Caca yang nampak memegang pisau mengkilat, Juan jadi khawatir sendiri melihat hal tersebut. Masih trauma dengan Caca yang sempat menggores pergelangan tangannya.

Dengan hati-hati Juan mengambil alih benda tajam dari Caca dan meletakkannya di atas meja. "Kamu jangan pegang kaya ginian, bahaya." katanya lembut.

"Kan mau masak, kalau nggak pakai pisau terus pakai apa dong? Samurai?" Mata Caca mengerjap-ngerjap, mencoba menerka isi kepala Juan.

Perfect uncle ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang