Chapter 11

1.6K 377 69
                                    

Grizella tersenyum melihat Malakai masih setia berdiri di tempat semula. Sedikit pun pria itu tidak bergerak, seolah takut dirinya kehilangan jejak. Diam-diam dia berdiri di sampingnya, sengaja tidak memberitahu.

"Udah selesai?" tanya Malakai secara tiba-tiba.

"Kamu tau aku di sini?" tanya Grizella kaget. Dia yakin tidak menimbulkan suara apapun, bahkan melangkah sangat pelan. Suara-suara pasien lain malah jauh lebih mendominasi.

"Aku hapal aroma parfume kamu." Malakai terkekeh.

Grizella mengendus tubuhnya sendiri karena merasa penasaran sekuat apa aroma baby cologne yang dipakainya. "Ini bukan parfume, cuma baby cologne, emang kecium banget?" tanyanya.

"Wanginya enak, aku suka." Malakai meraih tangan Grizella, lalu sembari memejamkan mata dihirupnya aroma cologne di pergelangan tangan wanita itu dengan hidungnya.

Jantung Grizella mulai menunjukkan tanda-tanda tidak normal. Detaknya sangat cepat sampai dadanya terasa sesak.

Kedekatan Malakai dan Grizella ini tentu menarik perhatian pada Suster lain. Mengingat kata-kata Bu Amanda tadi, Grizella menarik tangannya.

"Bu Amanda ngomong apa?" tanya Malakai.

"Cuma minta kita lebih hati-hati kalau lagi di tempat terbuka kayak gini," bisik Grizella.

"Kalau gitu kita kembali ke kamar aja. Aku mau ..."

"Ihhh, nakal banget sih. Bukan berarti kita boleh macem-macem di kamar," cibir Grizella.

"Kamu mikir apa sih? Aku ngajak ke kamar karena belum sarapan sama minum obat. Hayo, apa yang ada di kepala kamu tadi?"

Wajah Grizella sontak merona. "Aku nggak mikir yang aneh-aneh," tepisnya malu.

Malakai menertawakan.

"Ya udah ayok." Grizella merangkul lengan Malakai, ingin menuntunnya.

Malakai memindahkan tangan wanita itu ke genggamannya. "Kayak gini lebih nyaman," beritahunya.

Grizella tersenyum.

BRAK!

Tiba-tiba seorang pasien yang sedang berlari menabrak Malakai. Keduanya jatuh terduduk di atas rumput.

"Ya ampun, Mas nggak apa-apa?" Grizella lebih dulu membantu pasien yang menabrak Malakai untuk berdiri, tapi dengan kasarnya pasien itu menepis tangannya.

"Kamu nggak punya mata, ya?!" bentak pasien itu pada Malakai yang baru saja berdiri.

"Anda yang nabrak saya duluan," balas Malakai tidak terima.

"Udah, nggak usah diladeni," tahan Grizella. Bagaimanapun, tidak bisa mengalahkan pasien yang sedang mengalami gangguan jiwa.

"Bapak, maaf ya." Grizella mencoba menenangkan pasien berusia empat puluh tahunan itu.

"Kamu yang merebut istri saya, kan? Kurang ajar!" Pasien itu tanpa sopan santun merampas topi dan kacamata Malakai, lalu membuangnya.

"Suster Griz maaf ya. Larinya cepat banget, saya kewalahan." Suster Ina yang mengurus pasien itu langsung memeganginya. "Bapak salah orang, bukan dia yang merebut istri Bapak," bujuknya.

Lantaran mentari berada tepat di depan, silaunya langsung menyambar mata Malakai. Pria itu tidak sempat lagi mengelak sehingga matanya terasa sangat sakit.

"Bilang dong kalau bukan," ucap si pasien sembari melenggang pergi tanpa rasa bersalah.

"Kai, kamu nggak papa?" Grizella mengambil topik dan kacamata Malakai, memasangkannya kembali. "Ayo ke kamar," ajaknya.

Malakai menurut saja dibawa Grizella pergi, tapi ada yang tertinggal di sana. Harga dirinya. Dia merasa semua orang memperhatikannya tadi, saat Bapak tadi bilang dia tidak punya mata. Saat sudah di kamar pun, dia diam saja.

"Kamu nggak papa?" tanya Grizella cemas. Dia mengamati mata Malakai dengan serius, siapa tahu perlu bantuan medis.

Malakai hanya menggeleng. "Kamu keluar aja, aku mau sendiri," usianya sembari menepis tangan Grizella dan berjalan ke ranjangnya.

Grizella mengerti perasaan Malakai, namun tidak meninggalkannya. Dia tetap mendekati pria itu. "Dulu aku juga pernah marah sama sahabat aku waktu dia ngatain aku tukang ngompol. Aku merasa malu, soalnya gara-gara dia temen-temen sekelas jadi ikut ngatain aku. Jadinya selama beberapa hari aku nggak negur dia. Eh, habis itu malah aku yang nyesel karena nggak punya teman."

"Masalahnya beda," ucap Malakai.

"Emang beda, tapi apa yang kita pikirkan sebenernya sama. Kita cuma berpikir dari sudut pandang kita aja, padahal belum tentu sama dengan apa yang orang lain pikirkan."

Malakai diam.

"Bapak yang nabrak kamu tadi baru masuk sini kemaren. Beliau depresi karena istrinya selingkuh sama laki-laki yang lebih muda, terus kabur bawa semua uangnya. Jadi mungkin setiap kali beliau melihat laki-laki yang berusia lebih muda, bawaannya emosi. Jadi apa yang dia katakan ke kamu, itu dia aja nggak sadar, Kai."

Mendengar cerita Grizella, Malakai pun merasa lebih baik. Memikirkan masalah yang menimpa si Bapak tadi, rasanya terlalu berlebihan kalau dia masih memikirkan harga diri.

Grizella tersenyum, dipeluknya Malakai. Dia merasa pria ini bukan hanya sekadar pria berusia dewasa, tapi anak kecil yang membutuhkan dekapan kehangatan.

***

Siap-siap sebentar lagi kita akan menuju konflik ya.

Siapkan hati ✌️☺️

Tapi sebelumnya, please banget komen dong biar rame. Kemaren sepi banget, makanya Momi lama update.

My Crush (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang