Malakai gugup menjelang operasinya. Tangannya terasa dingin, terlihat juga dari ekspresinya yang cemas. Grizella menggenggam tangannya, membantu menenangkan dan menyalurkan kehangatan. Wanita itu pun khawatir, tapi mencoba mempercayakan semua pada tangan-tangan ahli yang pasti bisa menyembuhkan Malakai. Selain itu, dia yakin kekuatan doa juga akan membantu.
"I'm a little scared," jujur Malakai.
"Everything will be fine," ucap Grizella.
"Kamu akan tetap di sini sampai aku bangun, kan?" tanya Malakai, penuh harap.
"Iya, kamu tenang aja."
"Nanti rasanya akan seperti apa ya?" Malakai bertanya untuk menyiapkan diri menghadapi segala kemungkinan di meja operasi nanti.
"Kamu nggak akan ngerasain apa-apa, karena nanti kamu akan tidur. Kamu baru akan bangun setelah semuanya selesai," jawab Grizella.
"Itu menakutkan," lirih Malakai.
"Kenapa, Kai?" Grizella mengusap puncak kepala Malakai.
"Dulu saat aku bangun semuanya gelap, dan Mami udah nggak ada."
"Kamu nggak usah mikir yang malah bikin kamu drop. Kamu harus tenang biar operasinya lancar, nanti tekanan darah kamu jadi tinggi kalau terlalu cemas kayak gini," bujuk Grizella.
Malakai memegang tangan Grizella dengan erat. "Kamu jangan pergi ke manapun," mintanya.
"Iya Kai, aku di sini. Aku nggak akan ke mana-mana, oke? Bisa tenang, kan, sekarang?"
Malakai mengangguk.
Pintu kamar Malakai dibuka, seorang perawat datang membawa peralatan medisnya. "Mas Malakai, saya periksa sebentar ya. Setelah ini kita akan ke ruang operasi," ucapnya.
"Silakan Suster," Grizella yang menjawab. Dia tetap berdiri di sana, menyaksikan segala hal yang Perawat itu lakukan.
"Mas Malakai jangan tegang, tekanan darahnya naik nih. Coba untuk lebih rileks, lemaskan otot, jangan berpikir yang macam-macam. Percayakan saja semua pada dokter, dan jangan lupa berdoa."
"Iya Sus." Malakai mencoba untuk tersenyum, meski tetap saja sulit membuang jauh rasa cemasnya.
"Malakai." Om Rendra datang untuk melihat kondisi Malakai sebelum pria itu masuk ke ruang operasi. "Gimana jagoan, sudah siap?" tanyanya.
"Pasien agak tegang dok, jadi tekanan darahnya naik," jawab Perawat itu.
"Ah, masa jagoan Om takut. Dulu saat masih kecil, kamu sering menyelinap ke kamar jenazah, tidur di samping mayat untuk sembunyi. Lupa kamu?" ledek Om Rendra.
Malakai tertawa kecil. Dia ingat betul saat itu, semua orang di rumah sakit heboh mencarinya, tapi dia dengan santainya malah ketiduran di kamar jenazah itu bersama mayat yang baru saja meninggal.
Om Rendra menoleh Grizella. "Kamu pacarnya Malakai, ya?" tanyanya to the point.
Grizella refleks menoleh Malakai, tak ingin salah bicara.
"Calon istri, Om." Malakai memegang tangan Grizella. "Hari gini udah nggak zaman pacar-pacaran, langsung nikah aja," kekehnya.
"Ihh." Grizella mencubit lengan Malakai di tengah tawa Om Rendra. "Halo dok, saya Grizella," ucapnya mengulurkan tangan.
"Panggil Om aja, karena kita akan jadi satu keluarga," ucap Om Rendra sambil menyambut tangan Grizella. "Senang berkenalan dengan kamu, Grizella."
"Makasih Om." Grizella merasa lega Om Rendra sangat baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Crush (TAMAT)
RomanceMalakai memiliki gangguan penglihatan sejak tragedi kecelakaan yang menewaskan Mamanya. Lebih sialnya lagi, Papanya menikah lagi dengan Ibu tiri yang jahat. Dia mencoba berontak, tapi malah dianggap depresi sehingga dikirim ke panti rehabilitasi. Di...