Chapter 09

1.8K 374 26
                                    

Tok. Tok. Tok.

"Malakai, ada orang tua kamu datang berkunjung. Mereka boleh masuk?" Suara Bu Amanda terdengar setelah ketukan pintu.

Grizella langsung turun dari sofa dan memunguti segala jejaknya yang ada di sana. Saat hendak ke kamar mandi, Malakai menahan tangannya.

"Di sini aja, mereka nggak akan lama. Sekalian aku kenalin," minta Malakai.

"Ihh, jangan sekarang. Kesan mereka ke aku bakalan jelek banget dengan penampilan aku yang kayak gini." Grizella tidak siap bertemu orang tua Malakai dengan kondisi memakai kemeja pria itu, ditambah rambutnya basah.

"Udah nggak sempet juga kalau kamu mau ke luar."

"Aku bisa sembunyi di kamar mandi." Grizella mendaratkan ciuman ke pipi Malakai, lalu bergegas lari ke kamar mandi.

Malakai mengesah.

"Malakai, Ibu boleh buka pintunya?" Suara Bu Amanda terdengar kembali, disertai ketukan ringan di pintu.

"Masuk aja Bu," suruh Malakai setelah memastikan Grizella mengunci pintu kamar mandi, terdengar di telinganya saat slot kunci diputar.

"Silakan Pak Malven, Bu Raisya." Bu Amanda mempersilakan kedua orang yang telah menunggu itu untuk masuk.

"Terima kasih Bu Amanda, kita nggak lama, hanya mampir," ujar seorang pria bersuara berat.

"Oh iya."

"Malakai, apa kabar kamu, sayang?" Seorang wanita langsung mendekati Malakai, duduk di sebelahnya sambil memegang tangannya. "Maafkan kita karena udah lama nggak ke sini. Papi kamu akhir-akhir ini sangat sibuk."

Malakai menepisnya, dengan ekspresi tidak bersahabat. "Mau apa ke sini?" tanyanya datar.

"Begitu cara kamu menyambut orang tua kamu, Malakai?" sergah sang Papi terdengar marah.

"Hanya orang-orang yang aku undang yang akan aku sambut. Papi tentu tau aku nggak berharap dia ada di sini," sahut Malakai dengan senyum sinis.

"Jangan kurang ajar kamu, Malakai!" Malven membentak.

Raisya langsung memegang tangan Malven. "Mas, kamu harus sabar. Kita yang salah karena ke sini nggak lebih dulu mengabari. Mana ini udah larut malem, Malakai pasti mau istirahat," bujuknya agar suaminya itu tenang.

"Kamu harusnya bersyukur Papi dan Mami menyempatkan datang ke sini." Malven menunjuk Malakai.

Malakai kembali tersenyum sinis. Dia merasa kata "menyempatkan" yang tadi Papinya sebut memiliki arti yang seakan-akan dirinya tidaklah penting. "Aku nggak pernah minta Papi untuk datang ke sini, apalagi mengajak dia," ucapnya berani.

"Kamu!" Malven bersiap mengangkat tangan hendak memukul Malakai, tapi dengan cepat Raisya mencegah.

"Mas, kamu sebaiknya tunggu di luar. Biar aku yang ngomong sama Malakai ya?" bujuk Raisya.

Malven mengesah dengan keras, lalu ke luar menuruti perintah istrinya itu.

Setelah Malven ke luar, Raisya pun menunjukkan wajah aslinya. Wanita itu tersenyum sinis pada Malakai. "Saya tau, kamu nggak pernah suka sama saya. Tapi sayang, Papi kamu jauh lebih menyayangi saya. Apalagi sekarang saya sedang mengandung, kamu akan semakin dilupakan setelah anak ini lahir nanti," ucapnya sembari mengusap perut yang sudah sedikit membesar.

Malakai mengetatkan rahangnya.

"Teruslah seperti ini Malakai, menjadi anak yang tidak berguna dan semakin dibenci oleh Malven. Dengan begitu, hanya akan ada satu penerus dalam keluarga Kiernan, yaitu anak yang sedang saya kandung." Raisya tertawa jahat, setelah itu ke luar dari kamar Malakai.

My Crush (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang