Chapter 18

1.2K 277 9
                                    

Malakai kembali terbangun paginya, dan kali ini efek obat bius sudah tidak melemahkannya. Semua terasa gelap, bahkan setitik cahaya pun tidak ada. Dia meraba matanya, terdapat perban menempel di sana. Selain itu, setiap kali bola matanya bergerak, ada rasa sakit yang cukup mengganggu.

"Grizella," panggil Malakai begitu mendengar suara langkah seseorang. Dia tersenyum senang.

"Ini Om Rendra, Malakai." Ternyata Om Rendra yang datang.

Senyum di bibir Malakai pun lenyap. "Om tau Grizella di mana?" tanyanya. Kecewa rasanya karena wanita itu tidak menepati janji untuk berada di sampingnya setelah operasi selesai.

"Terakhir Om lihat dia pas nganterin kamu ke ruangan operasi. Setelah itu Om nggak lihat dia lagi," jujur Rendra.

Jujur, Malakai merasa kecewa karena Grizella tidak menepati janji untuk tetap di sampingnya setelah operasi ini selesai. "Mungkin lagi ada masalah di panti, makanya dia pulang dulu," ujarnya menghibur diri.

"Grizella tinggal di panti asuhan?"

"Iya, Om. Setelah orang tuanya meninggal dia tinggal di panti asuhan." Pada Om Rendra, Malakai tidak perlu merahasiakannya, karena dia percaya omnya itu tidak picik.

Om Rendra mengangguk. "Emangnya ada masalah apa di panti?" tanyanya lagi.

"Panti asuhan itu berdiri di atas lahan sengketa, Om. Jadi, pemilik aslinya ingin menggusurnya untuk dijadikan rumah pribadi," beritahu Malakai.

"Wah, kasihan sekali. Tapi hal seperti ini juga perlu diselidiki lebih jelas loh, Malakai."

"Maksud, Om?"

"Zaman sekarang banyak orang yang ngaku-ngaku pemilik sebuah lahan yang berpotensi bisa direbut. Mereka akan melakukan berbagai cara agar orang-orang percaya lahan itu emang miliknya, termasuk memalsukan sertifikat hak milik."

Pikiran Malakai pun terbuka. "Kalau begitu, bisa diselidiki dulu dong, Om?" tanyanya tertarik.

"Tentu. Segala sesuatu itu harus kita selidiki terlebih dahulu, jangan asal percaya aja."

"Makasih Om, aku akan bilang ke Grizella kalau gitu. Semoga aja emang lahan itu aman agar masalah panti bisa segera diatasi."

Rendra tersenyum. "Kamu persis seperti Mamamu, Malakai. Kalian itu sama-sama dermawan," pujinya.

"Darah Mama mengalir di tubuh aku, Om." Malakai terkekeh.

"Benar sekali." Rendra tertawa kecil, dan bangga.

"Oh iya Om, mata aku kenapa ditutup ya? Aku jadi nggak bisa lihat apa-apa dan rasanya agak nyeri."

"Mata kamu ditutup agar terhindar dari infeksi dan mencegah kerusakan lain yang nggak disengaja. Nyerinya nanti pelan-pelan akan hilang setelah rutin diberi obat tetes, karena emang masih dalam tahap pemulihan. Kamu juga harus rutin minum obat, ya?"

"Apa setelah itu aku udah bisa melihat dengan normal Om?" tanya Malakai tidak sabaran.

"Bertahap, Kai. Nanti pelan-pelan dari waktu ke waktu penglihatan kamu baru akan benar-benar normal. Asal kamu ikuti semua anjuran dokter," ujar Rendra menasihati.

Malakai mengangguk antusias, "Iya, Om."

"Kalau gitu kamu banyak-banyak istirahat ya? Om pamit dulu," ucap Rendra berpamitan.

"Makasih, Om."

"Oh iya Kai Om lupa bilang, untuk sementara kamu akan dibantu oleh caregiver dari rumah sakit ini."

"Nggak perlu Om, aku udah punya Grizella," tolak Malakai.

"Sampai Grizella kembali, oke?" tawar Rendra.

Malakai pun mau tak mau menerima, karena memang tidak mungkin dia bisa sendirian dengan kondisi seperti ini. Berbeda bila dia berada di tempat Bu Amanda, di mana sudah hapal tata letak ruangannya.

***

Hari demi hari terus berlalu, sampai perlahan Malakai mulai bisa melihat meski belum normal. Namun Grizella tidak kunjung datang, bahkan wanita itu seperti hilang ditelan bumi. Saat diizinkan pulang, tujuan utama pria itu bukanlah rumah, melainkan panti rehabilitasi menemui Bu Amanda.

"Grizella mengundurkan diri sebulan yang lalu, tepat di hari kamu operasi. Ibu pikir itu karena dia mau merawat kamu secara pribadi," beritahu Bu Amanda.

"Dia nggak bilang apa-apa soal itu, Bu. Apa Ibu punya nomor teleponnya?" tanya Malakai mulai cemas.

"Ibu sudah beberapa kali menelepon Grizella ingin tahu bagaimana kondisi kamu, tapi nggak pernah aktif." Bu Amanda mengambil ponselnya, lalu mencari nomor Grizella yang dia simpan dan memberikannya pada Malakai.

Malakai mencatat ulang nomor itu ke ponselnya, lalu menelepon. Benar kata Bu Amanda, memang tidak aktif. "Saya boleh minta alamat panti asuhan tempat Grizella tinggal, Bu?" mintanya.

"Oh, tentu." Bu Amanda langsung membuka lemari arsipnya, mencari data Grizella. "Ini alamat yang pernah Grizella berikan."

Malakai memotret alamat itu dengan ponselnya, lalu bergegas berdiri. "Bu, saya permisi dulu. Kalau nanti ada kabar dari Grizella, tolong beritahu saya," mintanya buru-buru.

"Iya ..." Bu Amanda tercengan melihat gerakan cepat Malakai, masih belum terbiasa dengan kondisi pria itu yang sudah bisa melihat.

Malakai mengenakan kacamata hitam di bawah terik matahari, berjalan ke mobilnya. Dia masuk ke jok belakang, lalu memberikan ponselnya pada sang sopir. "Pak, tolong ke alamat itu," mintanya.

Sang sopir membaca sebentar, lalu mengangguk. Malakai menyimpan kembali ponselnya ke saku.

Selama perjalanan menuju ke panti asuhan, Malakai terus saja gelisah. Dia berpikir keras kira-kira apa yang Grizella katakan sebelum operasinya, tapi sepertinya tidak ada.

Kamu di mana, Griz? Kenapa pergi gitu aja tanpa kabar? Malakai mengurut pangkal hidungnya.

Lima belas menit kemudian ...

"Kita udah sampai, Mas."

Malakai memakai kembali kacamata hitamnya, lalu turun dari mobil. Dia berdiri di depan papan bertuliskan Panti Asuhan Terkasih, nama yang sama seperti yang pernah Grizella katakan. Namun bangunan di dalam pagar kayu itu sudah dihancurkan, tak bersisa lagi.

Saat seseorang lewat, Malakai dengan cepat mencegatnya. "maaf Bu, kalau boleh tau panti asuhan ini sekarang pindah ke mana ya?" tanyanya.

"Saya juga kurang tau, Dek. Kemarin sih yang saya dengar panti ini digusur atas permintaan yang punya tanah," beritahu Ibu-ibu itu.

"Makasih Bu," ucap Malakai lesu.

"Sama-sama." Ibu itu melanjutkan kembali perjalanannya.

Malakai masuk ke halaman di dalam pagar itu. Memandang puing-puing sisa bangunan di tanah. Dia masih mencoba berpikir positif, mungkin saat ini Grizella ingin menyelesaikan dahulu urusan panti.

Meski begitu, rasanya takut.

Takut Grizella tidak akan pernah kembali lagi.

"Aku harus cari kamu ke mana?"

***

My Crush (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang