Chapter 19

1.1K 235 7
                                    

Malakai telah mengerahkan berbagai macam upaya untuk mencari Grizella selama enam bulan ini, namun tidak kunjung membuahkan hasil. Jejaknya sama sekali tidak terlacak, bahkan wanita itu sengaja menghapus semua rekaman CCTV di panti rehabilitasi Bu Amanda, sehingga Malakai tidak bisa melihat seperti apa wajahnya.

"Kamu di mana? Apa kamu baik-baik aja? Kasih aku petunjuk." Malakai menatap kosong lalu lalang manusia melewati zebra cross di depan sana.

Saat ini kondisi mata Malakai sudah normal sepenuhnya, dia bahkan bisa menyetir sendiri. Hanya saja sesekali penglihatannya akan terasa berkabut bila melakukan aktivitas berlebihan atau tidak mengenakan kacamata saat berada di bawah terik matahari.

TIN!

Malakai terlonjak dari lamunannya, tak menyadari kalau lampu lalu lintas sudah berubah hijau. Buru-buru dia melajukan mobil, sebelum kendaraan lain di belakang memakinya.

Sampailah mobil Malaka di panti Bu Amanda. Nyaris setiap hari dia datang ke sini, berharap wanita itu tiba-tiba kembali. Selain itu, ada banyak sekali kenangan bersama Grizella di tempat ini, sehingga cukup menghiburnya.

Malakai duduk di bangku taman, lalu mulai membayangkan semua momen yang pernah dilewatinya bersama Grizella. Hal paling berkesan adalah ketika memainkan permainan yang wanita itu sebut "tangkap aku kalau bisa".

"Kai," sapa Bu Amanda yang langsung menemui Malakai begitu tahu pria itu datang.

"Masih belum ada kabar ya, Bu?" tanya Malakai lesu.

Bu Amanda mengesah dengan kepala menggeleng. "Ibu udah nyoba nanya ke semua yang pernah dekat dengan Grizella saat itu, tapi nggak satupun dari mereka yang tau atau mendapat kabar," ujarnya.

Malakai menatap kosong pada kamar yang pernah dia tempati, namun kini telah diisi oleh pasien lain. "Ibu udah cek ulang rekaman CCTV yang tersisa kemarin?" tanyanya lagi.

"Sudah, tapi nggak ada. Semua CCTV yang berhubungan dengan Grizella sudah terhapus, termasuk yang ada di area parkiran. Sepertinya terakhir dia ke sini mengundurkan diri kemarin, dia udah rencanain untuk menghapus semua rekaman itu."

"Kenapa, Bu?" lirih Malakai. Dia tidak bisa mengerti kenapa Grizella sampai melakukan semua ini, padahal semua kenangan mereka sangatlah penting untuknya.

"Mungkin Grizella ingin kamu bisa melupakannya Kai," ucap Bu Amanda getir.

"Tetap harus ada alasannya, Bu. Dia nggak bisa pergi gitu aja setelah kasih banyak harapan. Ibu tau, kan, alasan aku mau melihat kembali itu karena dia?"

Bu Amanda mengangguk, paham apa yang Malakai rasakan. "Sama seperti kamu, Ibu pun berharap dia kembali dan menjelaskan semuanya."

"Nggak mungkin dia yang jadi pendonor kornea mata aku, kan, Bu?" Malakai tidak sedang bertanya, tapi ingin Bu Amanda meyakinkannya.

Bu Amanda terkejut Malakai memiliki pemikiran seperti itu, membuatnya jadi ikut curiga. "Kamu udah tanya ke Papi kamu atau dokter yang merawat kamu?" tanyanya khawatir.

"Papi nggak akan tau, Bu. Papi nggak pernah menganggap pendonornya itu penting, selagi dia udah ngasih harga yang setimpal. Aku udah tanya dokter tapi katanya keluarga pendonor ingin identitasnya dirahasiakan." Malakai menghela napas begitu berat.

"Kenapa kebetulan sekali ya," gumam Bu Amanda, resah.

"Jangan dia, Bu ... Jangan ..." ucapnya tak bisa menahan air matanya jatuh. "Aku nggak akan punya harapan lagi buat ketemu dia kalau emang bener dia pendonornya."

"Ibu yakin bukan Grizella. Dia nggak mungkin ngelakuin itu, karena kamu pasti akan lebih menderita."

"Terus dia ke mana, Bu?" Malakai sangat frustasi.

Bu Amanda tidak bisa menjawabnya, terlihat begitu sedih melihat Malakai menderita. Ibu pernah bilang ke kamu Grizella, bila kamu meninggalkan Malakai, dia bisa hancur.

***

Demi mempertahankan aset keluarga dan perusahaan, Malakai mengalah dengan egonya untuk tinggal bersama sang Papi dan Ibu tirinya. Baru satu bulan dia sudah merasa muak. Sejauh ini yang membuatnya kuat karena punya harapan besar Grizella akan kembali. Di saat itu terjadi, dia telah memiliki cukup kekuatan untuk menjadikan wanita itu miliknya.

"Bagaimana hasil presentasi kamu di fold ice kemarin, Kai?" tanya Malven.

"Kita memenangkan tender, Pi. Kalau nggak ada halangan, lusa Pak Guntur akan datang untuk membicarakan kesepakatan kerja lebih lanjut," jawab Malakai dengan tenang.

Malven tertawa senang. "Papi sangat bangga sama kamu. Kamu baru saja bergabung di Perusahaan, tapi sudah banyak tender yang dimenangkan," pujinya.

"Makasih, Pi." Malakai melirik Raisya yang tampak sangat membencinya. Tapi wanita berkepala dua itu pandai menutupi itu semua dengan senyum yang seakan-akan turut bahagia.

"Kamu benar, Mas. Malakai memang sangat cerdas, persis seperti kamu. Kalian berdua ini sama-sama pekerja keras dan ambisius." Pujian itu mungkin terdengar tulus di telinga Malven, tapi tidak bagi Malakai.

"Kamu dengar itu, Kai? Semua orang bilang, kamu itu benar-benar duplikat Papi." Malven kembali tertawa, puas sekali tampaknya.

Malven hanya tersenyum tipis, untuk mengalahkan seseorang memang sangat dibutuhkan kemampuan yang sebanding, Pi.

"Oh iya Mas kemarin Bagas bilang dia berhasil mendapatkan tender dari PT. Andal Wacan. Apa itu benar?" Raisya sepertinya sedang pamer pada Malakai.

"Tentu saja benar!" seru Malven juga sangat senang. "Kemarin CEO mereka sudah meneleponku, katanya Minggu depan proyek itu bisa dijalankan."

"Aku senang sekali mendengarnya, Mas. Kita tau gimana susahnya dapat tender dari sana, tapi Bagas berhasil mendapatkannya. Perusahaan kamu pasti bisa untung besar, Mas." Raisya melebih-lebihkan.

Malakai tersenyum sinis. "Aku denger Om Bagas menurunkan harga lebih rendah dari yang seharusnya, malah sangat jauh dari standar," sindirnya.

Raisya tertawa hambar sembari berkata, "Itu bagian dari taktik untuk menang, Malakai. Sudah biasa dalam dunia bisnis."

"Tapi di dalam bisnis, untung dan rugi juga harus diperhitungkan, Tante." Malakai membalas dengan gayanya yang selalu tenang. "Kalau tujuan kita mengambil untung dengan cara menurunkan kualitas, lama-lama tidak akan ada yang percaya lagi pada perusahaan kita."

Malven tampaknya terpengaruh pada pertimbangan Malakai. "Besok, aku akan diskusikan kembali masalah itu dengan Bagas. Malakai benar, jangan sampai nama perusahaan tercoreng bila ketahuan kualitas kita buruk," ucapnya.

Raisya menjadi cemas bukan main. Diam-diam dia mengetikkan sesuatu di ponselnya, sepertinya dikirim ke adiknya, Bagas.

***

Ebooknya ready ya guys...

Bisa beli di Karyakarsa atau langsung chat ke WA Admin di 081377733341

My Crush (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang