40. Bibi Ahn

198 16 0
                                    

Kedua mata wanita tua itu bergetar, dengan wajahnya yang berubah serius ketika menatap sebuah mobil sedan hitam yang berhenti di seberang kedainya.

Hanya dengan kontak mata saja tanpa ada perintah terucap, wanita itu bergegas menutup kedainya, memasukkan apa saja yang perlu dia masukkan. Bersiap menyambut tamu yang sebenarnya sangat tidak dia harapkan kedatangannya.

Wanita itu tidak menyiapkan apapun, karena memang dia tidak punya apapun selain hanya segelas air putih di rumahnya.
Namun itu tidak akan jadi masalah karena dia sudah mengenal dengan sangat baik orang yang kini memasuki rumahnya tanpa salam itu.

"Tuan.."

Kris, lelaki itu tampak lebih tenang dari biasanya. Ah.. tidak, dia sudah lama tidak di kendalikan oleh kebringasannya, mungkin sejak Yuhi meninggalkan rumah, emosinya jadi lebih stabil.

"Sudah lama tidak bertemu ya... bibi Ahn."

Setidaknya itu adalah sapaan paling ramah yang pernah wanita tua itu dapat dari tuannya.

Bibi Ahn memanglah orang yang paling setia melayani Kris dengan segenap perangai buruk pria itu. Wanita tua itu tau segala hal meskipun dia juga harus pura-pura tidak tau ketika di hadapan Yuta dan Yuhi.

Dia tau semua cerita yang Yuhi dan Yuta ingin ketahui tapi atas perintah Kris, wanita itu memilih menutup mulutnya. Dia tau nyawanya tidak ada harganya di tangan Kris, dan bibi Ahn merasa dirinya pantas untuk hidup meski dalam lingkup ketakutan yang membuatnya sesak.

"Bocah-bocah itu mengunjungimu beberapa waktu lalu? " Kris duduk bersandar dengan menyilangkan kakinya pada kursi tua reot dalam gubuk berbau amis karena berhimpitan dengan ikan-ikan dagangan bibi Ahn. Sementara seorang pengawalnya berjaga di depan pintu.

"Iya. Mereka hanya merindukan pengasuhnya." Jawab wanita itu apa adanya.

Bibi Ahn memang bawahan Kris dan mungkin dengan terpaksa dia akan mengikuti semua perintah Kris, namun di sisi lain wanita itu akan tetap berusaha untuk menjaga titik emosional Kris tetap dalam mode stabil jika itu menyangkut Yuta dan Yuhi.

"Yuhi bertengkar dengan suaminya, hanya permasalahan suami istri pada umumnya, dan dia datang padaku." Tambahnya.

"Gadis itu.. aku merasa tersiksa melihatnya, tapi aku tidak sanggup untuk melenyapkannya." Kris menggeram dengan kedua tangannya yang mengepal.

"Tuan... kenapa anda tidak menceritakan yang sebenarnya saja? Bukankah lebih baik kalau mereka tau semuanya dan tidak memandang anda sebagai monster?"

"Tidak. Aku tidak ingin mereka bersimpati padaku. Aku membencinya, gadis itu... " ucapan Kris terjeda karena dadanya tiba-tiba terasa sesak hanya karena akan menyebut nama sakral itu.

".... dia sangat mirip dengan Yukina. " pria itu menunduk dengan genggaman tangannya yang semakin erat dan bahu yang bergetar karena tangis.

Kris menangis?

Ya, seorang bringas sepertinya juga merasakan saat-saat emosinya jatuh. Ini adalah satu-satunya hal yang membuat bibi Ahn yakin kalau Kris masihlah manusia, bukan iblis seperti yang orang-orang katakan.

Kris sering menunjukkan sisi lemahnya di hadapan wanita tua itu dan itulah yang membuat bibi Ahn merasa kalau Kris juga patut untuk di kasihani. Terlepas dari semua tindakan brutalnya. Lelaki itu sebenarnya adalah orang yang paling menderita.

"Aku mungkin tidak akan bisa menahannya lebih lama lagi. Aku sudah tua, hidupku tidak akan lama lagi. Aku tidak mau mati dan meninggalkan kesalah pahaman di antara keluargamu." Bibi Ahn menepuk pelan bahu Kris persis seperti seorang ibu yang sedang menenangkan putra nya.

"Menjadi saksi bisu tentang kau, dan kematian Yukina itu tidak mudah. Mendengar setiap kekecewaan Yuta dan tangisan pedih Yuhi membuat mulutku tak mampu lagi bungkam. Aku selalu ingin bicara dan memberitau mereka segalanya. Aku mohon padamu, ijinkan aku...."

Bibi Ahn sangat berhati-hati dalam memilih setiap kalimatnya. Bahkan dia sengaja menggantung kata terakhirnya untuk mengamati setiap perubahan mimik wajah Kris.

Lelaki itu masih tetap stabil. Dia tidak lagi terisak meski jejak air matanya masih tampak mengkilap di salah satu pipinya. Wajahnya yang menunduk mulai terangkat sebagian, menampakkan wajah tanpa ekspresinya. Kris tidak marah, tidak juga kesal, dia tidak terlihat akan menolak permohonan bibi Ahn tapi tidak juga akan mengiyakannya.

Namun saat dia membuat kontak mata dengan wanita tua itu, bibi Ahn akhirnya tau apa yang ada di pikirannya. Kris akan memberikan semua keputusan itu di tangannya, entah dia mau bicara atau tetap diam, Kris tidak akan lagi bermain-main dengan nyawanya.

"Aku pulang. Makanlah dengan baik, karena kau harus tetap hidup." Itu adalah kata-kata terakhir yang pria itu lontarkan sebelum dia meninggalkan segepok uang di meja dan pergi.

Tuannya sudah berubah. Hatinya yang keras itu akhirnya bisa luluh setelah sekian tahun. Bibi Ahn tersenyum, seolah ia tengah melihat asa di akhir sebuah keputusasaan.

Wanita tua itu membereskan uang yang Kris tinggalkan, dan hendak membuka kembali kedainya ketika hawa dingin lain datang menghampirinya.

Seseorang dengan aura mirip tapi perangai berbeda berdiri kaku di depan pintu masuknya. Tatapannya tajam tapi gestur wajahnya tampak melembut.

"Yuta."





******



"Chenle..."

"Tidak Yuhi. Kau tidak boleh ikut."

"Hey.. Aku bisa jadi penerjemahmu saat di jepang." Yuhi terus mendesak dan berjalan mengikuti Chenle ke sepanjang lorong menuju gedung olah raga kampus.

"Aku bisa memperkerjakan orang lain untuk itu. "

"Chenle.."

Yuhi masih terus merengek dan menarik jaketnya. Itu membuat Chenle harus menghela nafas dan berhenti sesaat untuk memberi gadis itu pengertian.

"Aku ke jepang hanya 3 hari untuk mengurus kerjasama proyek nakazono. Mungkin disana papi mu akan ikut jadi kau disini saja jangan ikut kesana. Aku tidak mau kau bertemu dengannya."

Yuhi cemberut. Chenle benar, Yuhi memang tidak ingin bertemu Kris, tapi lebih dari pada itu, entah kenapa Yuhi memiliki firasat aneh yang membuatnya tidak mau berpisah dengan Chenle.

"Dia tidak akan menyentuhku selama ada kau. Sebaliknya, aku khawatir dia akan melakukan hal buruk padamu. Hotel Nakazono bukan tempat biasa. seperti sekumpulan geng yakuza, Nakazono adalah markas mereka."

"Yuta akan memihakku dan dia tidak akan membiarkanku terluka."

"Zhong Chenle !!"

"Zhong Yuhi !!!" Chenle membalas nada tinggi Yuhi dengan nada yang lebih tinggi lagi.

Tatapan lelaki itu tidak main-main saat menatap kedua bola mata Yuhi yang gelisah. Chenle sangat paham kalau Yuhi mengkhawatirkannya tapi kalaupun sesuatu yang buruk terjadi padanya, Chenle tidak mau Yuhi ikut masuk dalam bahaya itu.

"Aku harap kau tidak melupakan nama depanmu sekarang. Kau adalah nyonya Zhong, dan aku suamimu yang berhak atas dirimu. Ini perintah dariku, kumohon jangan membantahku."

Yuhi menghela napas berat. Pada akhirnya dia menyerah untuk merayu Chenle agar mengajaknya, tapi dalam dirinya Yuhi masih berusaha mencari cara untuk bisa ikut ke jepang tanpa ketahuan.









Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Young Master | Zong ChenleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang