Part. 13 - Scar

1 0 0
                                    

Author POV.

Estelle sampai di rumahnya. Satu-satunya orang yang menyambutnya pulang adalah bibi, pembantu rumah tangganya. Ia pun lantas pergi ke kamarnya.

"Akh!" betapa terkejutnya Estelle saat melihat seekor kucing hitam duduk di atas tempat tidurnya.

"Black?" Estelle ingin memastikan.

"Yap!" balas Black sembari menjilat-jilat kaki kanan bagian depannya.

"Hah... ya ampun! Bikin kaget aja! Bagaimana kamu bisa ada di si... Ah... sudahlah." Estelle membatalkan pertanyaannya, karena jawabannya sudah sangat jelas.

Estelle menutup pintu kamarnya, ia takut pembantunya akan melihat situasi yang aneh ini. Ia lalu menaruh tasnya di atas kursi.

"Kenapa kamu ada di sini?" tanya Estelle sembari mengeluarkan baju tidur dari lemarinya.

"Miauww... Karena kamu kelihatannya sedang bosan, jadi aku datang kemari untuk mengajakmu bermain." jawab Black.

"Maksudnya, bermain di Lonelyland?"

"Yap! Itu pun jika kau mau miauww... Aku tidak akan memaksa."

"Mmm... Darren bagaimana? Dia lagi apa sekarang?"

"Hmm... Sekarang Darren sedang les piano. Baru saja, dia melihat ke arahku sembari memasang wajah masam. 'Bosan! Aku bahkan enggak tahu siapa itu Beethoven. Dan kenapa aku harus terus memainkan lagu untuk Elise ini? Siapa itu Elise?', demikian katanya." Black menyampaikan keluhan Darren.

"Hahaha... " Estelle tertawa terbahak-bahak mendengarnya.

"Miauww... menurutku lagu Für Elise cukup enak didengar." ujar Black.

"Kamu pernah dengar karya Beethoven?" tanya Estelle dengan cukup takjub.

"Aku mengenal seorang jiwa yang sangat pandai memainkan piano. Setiap hari dia selalu memainkan karya Beethoven dan Mozart. Jadi aku cukup tahu beberapa karya terkenal mereka." ujar Black dengan agak congkak.

"Wah... Hebat! Terus, bagaimana kabar jiwa itu sekarang?"

"Dia masih mengejar mimpinya menjadi seorang pianis terkenal. Namun dia sudah tidak dapat melihatku berbicara seperti ini, yang berarti dia juga sudah tidak dapat pergi ke Lonelyland. Saat menyadari hal itu, dia menangis tersedu-sedu di depanku. Dan berkata, betapa dia sangat sedih karena tidak dapat pergi ke Lonelyland dan bertemu para penghuni di sana." Black bercerita.

"Tapi... kenapa dia enggak bisa pergi ke Lonelyland lagi, padahal itu bukan keinginannya?" rasa ingin tahu Estelle mulai muncul.

"Terkadang apa yang kamu rasakan dan pikirkan itu berbeda. Mungkin kamu merasa masih memercayai keajaiban, namun jika logikamu yang tidak berpikir demikian itu lebih besar. Maka, jiwamu sudah tidak dapat pergi ke Lonelyland. Yauww... Sejujurnya, terkadang aku sendiri pun tidak dapat menentukannya dengan pasti. Jiwa mana yang masih dapat ke Lonelyland dan yang tidak. Karena sesungguhnya yang berperan paling penting dalam memutuskan apa mereka dapat pergi ke Lonelyland atau tidak, yauw, mereka sendiri miauw." Black menjelaskan.

"Ooh..." Estelle membulatkan bibirnya sambil mengangguk-angguk. Ia kemudian menatap Black.

Black pun menyadari tatapan Estelle padanya, "Kenapa? Apalagi yang ingin kamu tanyakan miauw?"

"Apa kamu bisa keluar dari kamarku sebentar?" pinta Estelle.

"Memang kenapa?"

"Aku mau ganti baju. Dan aku tahu kalau kamu itu betina, tapi tetap aja... aku merasa kurang nyaman kalau harus ganti baju di depan kamu." ucap Estelle dengan agak ragu.

LonelylandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang