Estelle POV.
Aku masih enggak percaya, kalau sekarang aku lagi di rumah keluarganya Alan. Dan aku masih enggak percaya kalau keponakan bu Ismi itu benar-benar Alan. Si nomor punggung 23. Si kandidat jiwa kesepian.
Aku sebut dia "kandidat" karena kayaknya sampai sekarang Black masih belum bisa membawa dia ke Lonelyland.
"Selamat datang. Silakan masuk." ucap mamah Alan.
Suara dan penampilan mamah Alan terlihat lemah lembut. Aku makin merasa bersalah jadi merepotkan mereka.
Estelle, kamu benar-benar gila! Tapi yang lebih gilanya aku enggak bisa mundur sekarang, karena aku enggak punya tempat tujuan lain.
"Alan mana, Mbak?" tanya bu Ismi sambil kita semua masuk ke rumah.
"Mbak minta dia pergi ke warung buat beli gula. Sebentar lagi juga dia pulang. Oh, itu dia."
Aku berbalik dan melihat Alan berjalan melewati pagar sambil membawa sekantong plastik hitam.
Dan dia langsung diam di tempat begitu melihat aku.
Enggak perlu punya kekuatan membaca pikiran pun aku bisa tahu apa yang ada di pikirannya sekarang.
"Alan, apa kamu kenal Estelle? Dia satu sekolah sama kamu." ujar bu Ismi.
"Iya, aku kenal." jawab dia sambil kembali jalan mendekat.
"Tapi kalian enggak satu kelas kan?" bu Ismi lanjut bertanya.
"Enggak. Kita enggak satu kelas. Tapi, kenapa..." Alan melihat ke arah aku lalu kembali melihat ke arah bu Ismi.
"Ah~ El ini salah satu murid les privatnya auntie. Dan... sekarang mau ikut menginap di sini sama auntie." penjelasan singkat dari bu Ismi ini pasti karena beliau merasa enggak enak sama aku.
"Kita lanjut mengobrolnya di dalam aja." ajak mamah Alan.
Dan dengan keadaan yang masih serba kikuk ini kita semua masuk ke dalam dan duduk di ruang tamu.
"Saya benar-benar minta maaf karena sudah sangat merepotkan." dengan mengumpulkan keberanian aku mulai bicara, "Sebenarnya saya tidak menyangka kalau kejadiannya akan menjadi seperti ini."
"Enggak apa-apa kok, El. Kami benar-benar enggak merasa direpotkan kok, ya kan, Mbak?"
Aku melihat bu Ismi dan mamah Alan saling bertatapan. Lalu bu Ismi menghindari tatapan dari mamah Alan dan tersenyum padaku. Senyuman yang agak kikuk.
"Ehem! Aku juga minta maaf ya Mbak karena sudah merepotkan. Kata bu kos, paling besok sore atap kamar aku yang bocor bisa selesai diperbaiki. Jadi, aku juga bakal merepotkan Mbak cuman untuk malam ini aja kok." kata bu Ismi.
Baru kali aku melihat sisi bu Ismi yang seperti ini. Di depan mamah Alan beliau terlihat seperti anak kecil.
Aku dibuat kaget sama ponsel aku yang tiba-tiba berdering. Aaah... aku lupa matiin ponselnya.
Panggilan masuk dari mamah.
"Dari siapa, El?" tanya bu Ismi.
"Dari mamah."
Aku bisa merasakan pandangan kekhawatiran dari bu Ismi, mamah Alan, dan juga Alan ke aku.
"Mungkin ada baiknya kalau kamu jawab teleponnya. Pasti mamah kamu sedang cemas sekarang." ujar mamah Alan tanpa memaksa aku.
"Iya, dan kamu juga bisa bilang kalau sekarang kamu lagi sama bu Ismi. Ibu akan bantu menjelaskan ke mamah kamu." bu Ismi menambahkan.
Ada perasaan aneh yang tiba-tiba aku rasakan sekarang ini. Bagaimana bisa aku merasa nyaman di tempat yang masih asing buat aku? Jauh lebih nyaman daripada rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lonelyland
FantasyPernahkah kalian mendengar tentang Lonelyland? Mungkin banyak dari kalian belum pernah mendengarnya. Karena pulau ini hanya bisa dikunjungi oleh para jiwa yang kesepian. Jiwa yang benar-benar sangat kesepian sampai-sampai mereka ingin mengakhiri hid...