Part. 18 - Mata yang Terbuka

2 0 0
                                    

Author POV.

Adakalanya, firasat yang di awal tidak kita hiraukan mungkin berarti sesuatu di kemudian hari. Terlebih lagi firasat buruk.

Sepulang sekolah, saat Estelle kembali ke rumah, ia mendengar suara ribut dari dalam rumah.

"Jadi karena sekarang ibu sudah tidak ada, kamu merasa sudah tidak perlu menepati janji kamu itu, begitu maksud kamu?" ucap mamah Estelle yang hampir seperti membentak kepada papah Estelle.

"Kenapa kamu bawa-bawa ibu ke masalah ini? Tenangkan dulu diri kamu. Jangan terbawa emosi seperti ini. Kita bisa bicarakan ini baik-baik." papah Estelle coba menenangkan mamah, namun dari nada bicaranya papah pun sama sedang terbawa emosinya seperti mamah.

"Tenang? Kamu ingin aku tenang setelah apa yang kamu katakan tadi?"

"Mah. Pah." akhirnya Estelle bersuara.

Orang tua Estelle langsung terkejut begitu mereka menyadari kehadiran Estelle.

"El... Kamu baru pulang?" tanya mamah dengan agak canggung.

"Kalian kenapa-"

"Oh! Bu Ismi juga sudah datang?" mamah menyapa seorang wanita yang berdiri di belakang Estelle.

"Iya. Selamat sore, Bu. Pak." balas wanita bernama Ismi itu, yang adalah guru les privat Estelle.

"Kalau begitu silakan kalian langsung ke kamar saja. Bu Ismi mau minum apa? Yang panas atau dingin?" ujar mamah.

"Apa saja, Bu. Yang tidak merepotkan."

"Ah, tidak repot kok. Sebentar ya saya minta bi Sur untuk bawakan minuman dan cemilan seperti biasa. Kalian pergi ke kamar saja dulu."

"Baik. Terima kasih, Bu."

Tidak seperti mamah yang berbicara meski sedikit canggung, papah Estelle sama sekali tidak berkata apa pun. Keduanya bahkan membubarkan diri tanpa saling peduli. Mamah pergi menuju dapur, sementara papah pergi ke ruang kerjanya.

"El, ayo kita ke kamar." ajak bu Ismi setelah melihat Estelle yang hanya terdiam.

Tanpa berkata apa pun Estelle pergi ke kamar bersama bu Ismi.

Les privat dimulai. Estelle mulai menjawab beberapa soal pertanyaan yang diberikan oleh bu Ismi. Sementara itu bu Ismi memeriksa tugas yang sebelumnya ia berikan kepada Estelle.

"Mmm... kali ini kamu cuman salah satu pertanyaan aja. Kerja bagus! Sepertinya kamu masih belum mengerti pertanyaan yang ini ya? Sebelumnya kamu juga-" bu Ismi menghentikan ucapannya setelah melihat Estelle yang ternyata sedang melamun.

"Sepertinya kamu lagi enggak fokus ya? Atau ada yang enggak kamu mengerti?" lanjut bu Ismi.

Estelle tersadar dari lamunannya, "Oh, enggak, Bu. Maaf."

"Enggak apa-apa. Apa kamu masih capek karena baru pulang sekolah? Kita bisa istirahat sebentar kalau kamu mau." ujar bu Ismi.

"Terima kasih, Bu. Sekali lagi saya minta maaf."

"Enggak perlu minta maaf. Kita kan enggak bisa memaksa diri untuk belajar kalau pikiran kita memang lagi enggak bisa fokus."

Estelle menundukkan kepalanya. Ia tidak tahu harus berkata apa.

Selama beberapa saat keduanya hanya diam, lalu dengan agak berhati-hati bu Ismi bertanya.

"Apa ada yang mengganggu pikiran kamu? Kamu boleh cerita ke ibu. Kalau kamu perlu tempat untuk bercerita, ibu bersedia jadi pendengar."

Estelle tidak langsung menjawab, ia masih menundukkan kepalanya.

"Ada banyak yang saya pikirkan... tapi saya enggak tahu harus mulai dari mana." gumam Estelle.

LonelylandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang