Part. 1 - Grandma

15 0 0
                                    

Estelle POV.

Hari ini aku pulang sekolah lebih cepat. Sebenarnya aku sudah dapat firasat, setelah dengar obrolan mamah dan tante Viera lewat telepon tadi pagi. Walaupun aku cuman bisa dengar suara mamah. Yang aku dengar dari kata-kata mamah, keadaan grandma kayaknya makin kritis. Mamah juga minta tante Viera untuk kasih kabar ini ke saudara-saudara mereka yang lain.

Dan tadi, waktu istirahat siang. Aku dipanggil Bu Tika, wali kelasku, ke ruang guru. Bu Tika bilang, mamah telepon ke sekolah untuk minta izin supaya aku bisa pulang lebih awal. Mamah juga cerita alasannya, karena grandma lagi sakit parah.

Dengan raut muka penuh rasa simpati, Bu Tika turut mendoakan kesembuhan grandma.

Perasaanku cukup kacau balau sekarang ini. Aku enggak tahu apa harus merasa sedih, senang, lega, atau hampa?

Tentu aja aku merasa sedih dengan keadaan grandma. Tapi aku senang bisa pulang lebih cepat. Aku juga merasa lega. Karena untuk sementara waktu, aku enggak perlu berhadapan sama anak-anak usil itu. Tapi di sisi lain, aku juga merasa hampa.

"Hei! Es teler! Mau ke mana lo?! Kabur ya! Hahaha!!" itu dia Agnes dan dayang-dayangnya. Anak-anak usil, yang enggak punya tujuan lain di hidup mereka selain mengganggu aku.

Mereka alasan terbesar, kenapa aku benci ke sekolah. Akh... aku lagi malas meladeni mereka. Dan juga, aku enggak mau suasana hatiku lebih buruk dari ini. Akhirnya aku mempercepat langkah kakiku.

Sampai di gerbang sekolah, aku lihat mobil papah yang terparkir di depan sekolah. Mamah dan papah belum sadar sama kedatanganku, karena sepertinya mereka lagi sibuk mengobrol di dalam mobil.

Aku buka pintu mobil di belakang tempat sopir.

"Pakai sabuk pengamannya." perintah mamah setelah melihatku masuk ke dalam mobil.

Aku menurut.

Di kursi paling belakang dan juga bagasi penuh sama koper dan tas.

"Kita bakal menginap berapa hari, Mah?" tanyaku.

"Mamah juga masih belum tahu. Tapi mamah sudah bicara sama Bu Tika, dan beliau mengerti situasi kita. Jadi kamu enggak perlu khawatir."

Papah akhirnya mulai menjalankan mobilnya. Dan dimulailah perjalanan yang tidak terlalu menyenangkan ini.

Aku senang, karena tidak perlu pergi sekolah selama beberapa waktu. Tapi yang tidak menyenangkan adalah, alasan kenapa kita pergi ke rumah grandma. Grandma sakit parah. Yang aku dengar dari pembicaraan mamah dan tante Viera sebelumnya, grandma menderita penyakit komplikasi. Yang aku dengar dari mamah, grandma itu punya hipertensi, terus juga sempat kena stroke, lalu setelahnya kesehatan grandma sepertinya semakin melemah. Sampai beberapa tahun terakhir ini, setiap hari grandma hanya bisa berbaring di tempat tidur.

Aku sangat sedih saat tahu keadaan grandma sekarang. Banyak kenangan indah waktu aku kecil yang masih aku ingat sampai sekarang. Setiap kali aku berkunjung, grandma pasti selalu menceritakan sebuah dongeng. Grandma pendongeng yang sangat baik, membuat semua dongeng yang ia ceritakan terdengar sangat menarik. Dari dongeng putri-putri, sampai dongeng tradisional. Aku enggak pernah merasa bosan mendengar cerita grandma. Semakin aku mengingat satu per satu kenanganku bersama grandma, aku semakin merasa sedih.

Tanpa aku sadar air mataku akhirnya jatuh juga. Mungkin lebih baik aku menutup mata sebentar, karena perjalanan ini masih panjang.

===


"Estelle, ayo bangun. Kita sudah sampai." suara mamah membangunkanku.

Aku melihat ke belakang mobil karena suara bagasi yang dibuka. Papah membuka bagasi mobil dan mulai menurunkan koper-koper kita. Mamah juga turun dari mobil. Setelah meregangkan kedua tanganku sebentar, aku pun ikut keluar dari mobil. Angin dingin langsung bertiup ke wajahku. Untungnya waktu kita berhenti sebentar di tempat pom bensin, aku mengganti seragam sekolahku dengan sweater hoodie dan sweatpants. Aku menutup kepalaku dengan hoodie karena angin dingin ini masih belum bersahabat. Dan tanpa perlu disuruh aku langsung membantu papah membawa tas-tas kita ke dalam rumah grandma.

Rumah yang tidak banyak berubah sejak aku kecil. Kecuali genting tanah liat yang sudah diganti, dan dinding rumah yang dicat ulang, enggak ada perubahan besar di rumah grandma ini.

Sambil mengangkat dua tas berukuran cukup besar, aku mengikuti papah berjalan ke dalam. Papah menghentikan langkahnya setelah beberapa langkah masuk melewati pintu. Ternyata ada om Jo, suami tante Viera. Mereka saling bersalaman.

"Hai, Estelle. Sudah lama kita tidak bertemu. Bagaimana kabar kamu?"

"Baik, Om."

Selesai bertegur sapa sama om Jo, dan juga beberapa anggota keluarga lain yang sedang berkumpul di ruang keluarga. Papah dan aku lanjut membawa tas-tas dan koper ke kamar. Kamar yang memang sudah biasa aku, papah dan mamah tempati setiap kali kita berkunjung ke rumah grandma.

Akhirnya kita selesai menaruh semua tas dan koper ke kamar. Aku dan papah lalu pergi ke kamar grandma. Di kamar sudah ada mamah, tante Viera, tante Lisa, om Jo dan om Aksan. Ada juga seorang wanita paruh baya yang berpenampilan rapi, memakai kemeja putih dan celana kulot hitam. Dia berdiri di samping tempat tidur, di mana grandma sedang berbaring.

Grandma sepertinya kelihatan makin kurus. Seperti tinggal kulit dan tulang. Wajahnya juga kelihatan pucat.

Sementara yang lain berbicara pelan dengan wanita yang sepertinya adalah dokter, aku duduk di samping tempat tidur lalu memegang tangan grandma. Tangannya dingin. Entah sekarang ini grandma sedang tidur atau tidak sadarkan diri. Tapi yang aku dengar, sudah seminggu ini grandma hanya tidur di tempat tidurnya. Aku memijat pelan tangannya dengan ibu jariku. Aku sangat ingin menangis, tapi aku menahannya. Karena yang paling ingin menangis saat ini pasti adalah mamah, tante Viera dan tante Lisa. Tapi sepertinya mereka juga menahan diri. Atau mungkin lebih tepatnya menyembunyikan air mata mereka.

Ibu dokter itu pun pamit pergi. Mamah dan tante Viera mengantarnya keluar kamar. Lalu satu per satu orang-orang keluar dari kamar grandma. Tinggal aku sendiri. Aku masih ingin menemani grandma sebentar lagi, karena sudah lama aku enggak bertemu grandma.

Grandma... andai grandma bangun. Banyak yang ingin aku ceritakan. Akhir-akhir ini aku benci sekolah. Sangat benci. Bukan karena pelajarannya, tapi aku benci orang-orang di sana. Mereka menganggapku aneh, cuman karena aku suka menyendiri.

Aku bahkan enggak bisa cerita ini ke papah atau mamah. Mereka selalu sibuk. Bahkan waktu mereka ada di rumah pun, aku enggak berani cerita karena takut mengganggu. Atau mungkin, aku takut reaksi mamah dan papah enggak seperti yang aku harapkan.

Bagaimana kalau papah dan mamah juga menganggap aku aneh? Lalu minta aku untuk mencari teman di sekolah. Kalau cuman untuk berkenalan aja sih mudah, tapi untuk berteman...

Walaupun aku enggak bisa secara langsung menceritakan keluh kesahku ini ke grandma. Tapi entah kenapa, cuman berada di sisi grandma dan mencium wangi khas grandma di kamar ini, sudah cukup membuat aku merasa sedikit lebih tenang.

Oh? Kayaknya aku melihat ada sesuatu yang aneh. Di jendela kamar grandma ada bayangan hitam. Tapi bayangannya terlalu kecil untuk bayangan manusia. Apa... kucing?

Aku berdiri lalu berjalan mendekati jendela, dan aku buka tirai jendela.

Enggak ada apa-apa. Cuman ada pot-pot bunga dan halaman rumah yang terlihat dari sini. Enggak mungkin kalau bayangan hitam tadi dari tanaman-tanaman milik grandma. Kalau aku lihat dari bentuk bayangannya cukup jelas, seperti seekor kucing.

LonelylandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang