[20] Tuna Besar

10 0 0
                                    

[][]

Suara gemericik menganggu tidurku hingga aku memulai membuka mata. Nyatanya, di luar sedang hujan deras. Kini masih pukul 4.30 pagi. Aku melihatnya di sampingku yang masih nyaman dengan selimut dan bergelung di sana.

Aku pun mengusap pelan helaian rambutnya. Dengan pikiranku yang membayangkan banyak hal. Bagimana jika dia secara tiba-tiba menghilang, apakah dia akan berubah, jika dia ternyata hanya khayalanku, bagaimana ternyata semua ini tidak nyata.

Aku hanya ingin pria bernama Kim Seok Jin ini tetap berada di sampingku.

"Lagi mikirin apa?" Aku terkejut karena pertanyaannya yang tiba-tiba muncul.

"O-oh, mikirin—"

"Hm?" Ucapnya dengan merapikan helaian rambut ke sisi telingaku.

"Kamu" ucapku dengan menatapnya dalam. Dia pun mengernyit dan tertawa.

"Gombal banget kamu. Siapa yang—"

Aku pun memeluknya erat dan menghirup aromanya mendalam. Entah kenapa semakin hari, aku selalu ingin berada di dekatnya.

"Kamu kenapa? Akhir-akhir ini kamu seperti mengkhawatirkan sesuatu" Aku pun menggeleng dan tetap membenamkan wajahku pada dada bidangnya.

"Baik, yang tenang, ya. Semua akan baik-baik saja" ucapnya yang selalu menenangkanku, bahkan deru napasnya pun dapat membuatku tenang.

"Mau tidur lagi?" Aku pun mengangkat kepalaku dan menggeleng pelan.

"Aku mau keluar"

"Lari pagi?" Aku mengangguk dan bergegas bangun.

"Ayok, Kak! Nanti keburu siang"

"Oh? Kenapa berubah drastis, semangat banget—"

"Ih, ayo, kak" Aku pun menariknya untuk bersiap lari pagi.

"Iya, sayang. Ayo" Kami pun bersiap dan akhirnya keluar dari bilik ini untuk menghirup udara embun pagi.

||||

"Huah, aku suka banget udara pagi ini!" Ucapku dengan berlari kecil di sekitar taman komplek.

"Iya, udara setelah hujan segar banget" ucapnya dengan tersenyum padaku.

"Kak, lihat deh!"

"Ada apa?" Ucapnya dan ikut menghampiriku.

"Ada bunga dandelions, Aku mau—"

"Hey! Jangan, di situ licin. Biar aku saja" Ucapnya dengan mencekal tanganku agar tidak melangkah ke arah sana karena sedikit curam.

"Nih" Kak Seokjin pun memberikan bunga itu padaku.

"Terima kasih!"

"Terima kasih saja?" Ucapnya dengan mengeryit pelan.

"Iya, iya. Baik, Tuan Kim. Maunya apa?" Ucapku tanpa mengalihkan pandanganku dari Bunga Dandelions

Karena tidak ada jawaban aku pun menoleh padanya.

"Apa?—"

"Cup" Aku terdiam seketika, ini bukan yang pertama namun aku sangat merindukan hal ini.

Aku pun menatapnya dengan mendalam. Segera mengalungkan lenganku pada leher jenjangnya dan menciumnya. Menyalurkan segala hal yang khawatirkan. Aku tau jika ini sedikit menuntut tapi aku hanya harap waktu dapat berhenti agar hanya ada kisah kebersamaanku dengannya.

Kami pun melepas pagutan kami dan hanya menyatukan kening kami. Aku pun menatapnya dalam dan sedikit menjauh dari wajahnya dan menarik bunga dandelions ke hadapan kami berdua. Memejamkan mata dan berharap. Satu harapan, kuharap pria di hadapanku ini merupakan penutup indah dari kisahku nanti.

Kami pun membuka mata kami dan meniup bunga Dandelions hingga helai helai halus bunga itu terbang membawa harapan kami. Aku menatapnya lagi dan lagi. Tersenyum padanya, seakan-akan menyampaikan betapa berharganya dia di hidupku dahulu, kini, hingga nanti.
















Wishing on dandelions that you'll forever be mine.

FABULOUS📸Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang