[8] Lelucon

12 2 0
                                    

♡♡

Aku pun memagang rotiku dengan api yang sedang. Aku suka sekali roti di pagi hari rasanya menyegarkan. Ketika kurasa sudah cukup, aku segera mengangkat rotiku ke atas piring.

Dan aku juga sudah menyiapkan sarapan untuk Kak Seokjin. Dia sedang sakit sekarang. Sungguh, aku tidak bisa meninggalkannya. Aku harus menyingkirkan keegoisanku.

"Kak, aku masuk, ya" Aku pun memasukin kamarnya dan memeriksa suhu tubuhnya. Ternyata masih cukup panas.

"Kita ke dokter ya, Kak" Kak Seokjin hanya diam tidak menanggapi dan hanya menutup mata dengan sebelah tangannya. Aku yang melihatnya hanya dapat menyabarkan diri.

"Kak dimakan ya buburnya. Terus minum obat ini dulu" ucapku dan menaruh bubur dan obat itu di atas nakas dekat tempat tidurnya.

Namun ketika aku hendak pergi dari sana, tanganku malah dicekal olehnya. Oke, apalagi ini.

"Kenapa?"

"Suapin..."

Aku mengernyitkan dahiku. Kak Seokjin tidak biasanya manja begini. Serius Kak Seokjin lebih suka makan sendiri katanya lebih menjiwai. Mungkin, karena dia sakit saja.

"Iya, yauda duduk yang bener" Aku pun membantunya duduk bersandar. Ketika aku melihat wajahnya sangat merah dan peluh memenuhi wajahnya. Aku tidak suka melihatnya seperti ini.

"Buka mulutnya nih. Aaaa..." Kak Seokjin mengikuti apa yang aku katakan seperti anak kecil. Hingga akhirnya suapan terakhir pun disantap olehnya.

"Minum obatnya" Namun Kak Seokjin hanya diam dan menatap kosong ke depan.

"Kak..." Kak Seokjin pun menoleh padaku dan memelukku tiba-tiba. Aku terkejut, jelas Kak Seokjin sedang tidak baik-baik saja.

Aku mendengar Kak Seokjin perlahan menangis terisak. Aku mencoba melepas pelukannya karena ingin melihat kondisinya tapi dia menahanku. Aku pun hanya dapat mengelus punggungnya.

"Nangisnya keluarin aja ya, Kak. Keluarin aja, teriak juga gapapa. Yang penting Kakak lega dulu" Akhirnya Kak Seokjin pun menangis terseduh-seduh setelahnya.

Hingga suasana hatinya tenang, aku pun melepas pelukannya. Benar, bajuku basah kuyup karena air matanya. Tapi tak apa, aku ingin Kak Seokjin melepas sebagian lelahnya padaku.

"Udah kak nangisnya?" Ucapku dengan mengusap sisa airnya dengan ibu jariku.

"Pasti aku jelek sekali sekarang" ucapnya dengan mengalihkan padangannya.

"Waduh, sejak kapan nih yang katanya worldwide handsome jadi insecure. Gantengnya kakak udah unlimited kok tenang hahaha"

"Apasih kamu" Ucapnya dengan menatapku tak suka.

"Yaudah, sini tiduran aja. Kakak masih sakit loh" Kak Seokjin pun membaringkan tubuhnya dan menarik tanganku untuk mengelus rambutnya. Aku hanya tersenyum melihatnya dan hening sesaat.

"Kamu gak mau tanya apapun?" Ucapnya dengan menatapku.

"Tidak, Kak. Kakak lagi sakit jangan banyak mikir dulu, ya" Kak Seokjin pun memejamkan matanya.

"Kamu kenapa tidak pernah ingin tau sih?" Aku pun diam sesaat dan memandangnya dalam.

"Aku tidak ingin bertanya karena aku ingin Kak Seokjin saja yang menceritakannya padaku. Aku tidak ingin membuat Kakak sedih dan aku percaya kakak akan menceritakan semuanya padaku"

"Jika tidak saya ceritakan?"

"Berarti Kak Seokjin merusak kepercayaanku" ucapku dengan sedikit terkekeh.

"Maafkan saya. Mungkin mau saya ceritakan ataupun tidak. Saya hanya  akan merusak nantinya" ucapnya dengan kembali memejamkan matanya.

"Tidak juga. Mungkin jika kakak beritahu dulu, aku akan memakluminya. Aku hanya tidak ingin Kak Seokjin melakukan hal yang dipaksakan—"

"Aku dijodohkan dengan seseorang, Han" Usapan berhenti begitu saja.

"Kak Yoona?" Tidak dapat sahutan darinya aku menganggap itu benar. Aku menghela napasku dan kembali mengusap rambutnya.

"Mengapa bisa begitu?" Ucapku setenang mungkin membuat Kak Seokjin duduk tegak dan menatapku.

"Kamu tidak bereaksi apapun?"

"Lalu aku harus bagaimana?" Ucapku dengan menatapnya dalam namun dia hanya mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Haneul-ah, ada apa denganmu?" Ucapnya dengan memegang erat bahuku, sungguh cengkramannya begitu sakit. Aku berusaha melepasnya karena semakin kencang.

"Haneul-ah, tidakah kamu berpikir bahkan sedikit saja untuk menyukaiku? Aku sangat menderita dengan semua ini tapi—" Entah apa yang merasuki diriku tapi aku sedang mencium dirinya sekarang.

Hingga akhirnya Kak Seokjin yang awalnya terkejut menjadi mendominasi permainan ini. Sentuhannya lebih menuntut sekarang, aku tak pernah berpikir jika Kak Seokjin dapat se-liar ini. Aku pun melepaskan pagutan kami, aku sangat berdebar saat ini bahkan aku tidak mampu untuk sekedar menatapnya.

"Aku menderita, Kak. Bahkan aku rasanya ingin membunuhmu saat ini juga. Tapi karena aku terlalu menyukaimu, aku hanya pura-pura tidak tau agar hubungan kita akan tetap baik seperti ini"

"Selama ini, aku hanya memilikimu dan aku tidak ingin kamu menghilang bahkan sejengkal pun dariku. Tapi dengan apa yang kamu katakan, aku tidak bisa berbuat apapun" ucapku dengan perlahan menjauh darinya.

"Biarkan aku saja yang menyimpan perasaan ini, Kak. Biarkan aku tidak tau apa yang kamu rasakan. Karena aku tidak ingin menangis ketika melihat pernikahanmu nanti"

"Apakah kamu tidak ingin aku membatalkan perjodohan ini?"

"Apakah kamu bisa melawan perkataan orang tuamu?" Aku kembali memandangnya dan menunggu respon yang akan dia berikan. Tapi dia hanya diam membisu seperti dugaanku. Aku hanya tersenyum padanya.

"Jika kakak masih belum yakin. Jangan bicara omong kosong apapun kepadaku. Aku ingin keluar sebentar, pastikan kakak minum obatnya dan istirahat yang cukup, ya" ucapku tuntas dan berlalu dari hadapannya.





8 letters, why's it hard to say?




FABULOUS📸Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang