bluest blue

5.3K 266 38
                                    

"Pertemuan hari ini sampai sini dulu. Oh! Tentang project kalian, finalnya dipresentasikan minggu depan, ya. Tolong dipersiapkan sematang mungkin."

Kalau biasanya Jaehyun duduk tidak jauh dari Taeyong, kini mereka berdua duduk di ujung yang bersebrangan. Terutama Taeyong; dia pastikan sudut matanya yang suka gatal penasaran melirik Jaehyun gagal melancarkan aksi dan segera fokus pada penjelasan dosennya.

Akhirnya jam terakhir mata kuliahnya selesai. Dia akan segera pulang, cuci muka, dan tidur. Mengenai projectnya dan Jaehyun, ada baiknya dia kerjakan sendiri dan kirimkan pada Jaehyun bahan presentasinya saja.

Dia tidak yakin mereka bisa baikan dalam waktu seminggu. Rasanya, aneh bertegur sapa setelah apa yang semalam terjadi diantara mereka.

Taeyong bergegas pulang. Dia remat tali selempang tasnya dan memacu langkah secepat mungkin tiap kali dia rasa Jaehyun mengikutinya; perasaan itu begitu lekat mengingat tiap kali keluar kelas, Jaehyun biasanya membuntutinya, sampai akhirnya mereka di parkiran dan pergi entah kemana.

Rasanya masih sesak.

Taeyong duduk di taman sekolah; ada banyak bangku kayu dan meja untuk belajar bersama, pepohonan yang rindang cukup untuk menangkal panasnya matahari yang kadang tidak masuk akal.

Taeyong tilik wajahnya, bercermin pada layar kaca, dan dia tangkap kantong mata raksasa hinggap di mata bengkaknya. Padahal, Taeyong sudah coba kompres dengan sendok dingin sebelum berangkat kuliah, tapi ternyata wajah sembabnya sangat sungkan untuk ditendang sejauh yang dia bisa.

Ternyata, marah itu sebegitu melelahkannya. Apalagi, perasaan pasca terluapnya seluruh emosi; perasaan cemas, bersalah, takut, semua jadi satu.

Dia regangkan ototnya yang masih kaku, sendinya bunyi begitu renyah seperti kerupuk.

Dia sematkan earphone ke telinga, seraya siapkan kekuatan untuk pulang. Jalan ke gerbang kampus dan mencari taksi itu penuh tenaga ekstra.

Taeyong pejamkan matanya, berharap denyut pening yang belum berhenti meremas otaknya mereda. Fokus pada lagi yang playlist-nya, berharap tiap lantunan melodi bisa jadi pelipur untuk hatinya yang lara.












-












Malam itu, Doyoung tarik Johnny ke kamar setelah para tamu pesta mulai satu persatu pulang. Kerumunan sudah kempes volumenya, aman untuk sebentar mereka tinggal.

"Jo," Doyoung meremat tangan kekasihnya, "Jaehyun- Jaehyun belum tau, ya?"

"Tau apa?"

"Tentang- kita bertiga," tebak Doyoung, "Dia pernah nanya ke kamu ga?"

"Gapernah," geleng Johnny.

"Berarti, Taeyong belum omongin ini ke siapa-siapa?" gumam Doyoung, "Menurut kamu, Jaehyun ngeh kalo ada apa-apa diantara kita bertiga, ga?"

"Bisa jadi. Dia pasti bisa rasain ada yang aneh waktu kemarin kita makan bareng."

Doyoung menghembuskan nafasnya, "Taeyong sampe setrauma itu, ya?" ujarnya, berbisik, menahan sedih yang tiba-tiba mengalir diantara darahnya, "Menurut kamu- aku harus jelasin ke Jaehyun ga?"

"Kalau Jaehyun ga nanya, gausah," kata Johnny. Dia rengkuh badan Doyoung dalam pelukan ringan, "Jaehyun, serahin ke aku. Kamu bantu Taeyong, kalau besok mereka kenapa-napa."

Jadi, saat paginya dia lihat Taeyong di taman kampus, telinga tersemat earphone dan mulut aktif menghembuskan kabut asap dari rokok yang lelaki itu hisap, Doyoung putuskan untuk melangkah menyusul dimana Taeyong berada.

SECRETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang