7| Iya, Kala Memang Sakit

4.7K 396 54
                                    

"Ke rumah sakit saja, ya, sama Mama?" Tangan Kaira masih dengan pelan mengusap dada Kala yang naik-turun tak beraturan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ke rumah sakit saja, ya, sama Mama?" Tangan Kaira masih dengan pelan mengusap dada Kala yang naik-turun tak beraturan. Mungkin tiga tahun belakangan ini, Kaira tak pernah melihat putranya kambuh, ini pertama kalinya. Atau memang dia saja yang tidak tahu?

Rasa-rasanya, tiga tahun belakangan ini begitu kelabu. Banyak hal yang tak Kaira tahu. Tentang kebohongan putranya yang telah berhasil membuatnya melihat dunia seolah masih seperti tiga tahun lalu.

Tangan Kala bergerak lemah menggenggam tangan mama. Bibir pucat itu berusaha tersenyum, menyampaikan bahwa semua masih baik-baik saja.

"Mama, kenapa nggak tidur?"

"Belum ngantuk. Kita ke rumah sakit ya besok? Sama Mama." Di sela rasa sesak itu, Kala berusaha untuk tersenyum.

"Mama 'kan besok harus pergi ke Bandung. Nggak apa-apa, aku nggak apa-apa. Besok juga udah bisa lari-lari seperti biasa."

"Dek ...,"

"Adek nggak apa-apa. Sini, Mama tidur sini." Kala menggeser tubuhnya, memberi ruang untuk mama. Dan mama segera merebahkan tubuhnya di samping sang putra, dengan tangan yang memeluk sisi pinggang Kala.

Tak ada pembicaraan selanjutnya, karena Kala memejamkan mata. Kaira juga hanya melihat saat bagaimana kedua mata itu tertutup, menyembunyikan bola mata kecokelatan milik Kala.

Dalam lelap malam ini, Kala tahu, bahwa ada kehangatan yang sudah lama hilang. Tiga tahun, saat rasa sakit itu datang, Kala hanya bisa berdiam diri sembari menangis. Ia hanya seorang anak-anak, saat itu, yang sangat mengharap belas kasih dari semesta.

"Masih sisa dua puluh delapan hari lagi, ya, Ma?" Kala tiba-tiba bergumam. Tangannya yang berada di bawah selimut memilin ujung baju tidurnya.

Kaira tak lantas menjawab, hanya mengeratkan pelukan mereka. Tapi setelah beberapa detik setelahnya, wanita itu bersuara. "Adek ikut Mama saja, ya? Mama janji akan memberi Adek bahagia seperti dulu."

"Rumah itu akan menjadi rumah baru Mama, bukan rumah baru Kala. Adek ... Adek nggak bisa, Ma, maaf. Adek terlalu takut atas penolakan mereka nanti."

"Om Wira itu baik, Dek. Om Wira selalu berusaha mendekatkan diri kepada kamu. Kamu hanya harus berdamai dengan diri kamu sendiri, setelah itu menerima Om Wira sebagai bagian dari hidup kamu dan Mama. Bisa, Dek?"

"Maaf, Adek nggak bisa." Dalam pejam nya mata Kala, ada air mata yang menetes pada akhirnya. Mengalir melewati telinga dan jatuh bersama harapan Kala yang lagi-lagi pupus malam ini. "Rasanya, Adek nggak rela kalau melihat Mama sayang ke anak tiri Mama kelak. Maafin Adek yang sudah egois. Maafin Adek, Ma. Tapi Adek nggak akan menghalangi kebahagiaan Mama lagi. Mama berhak bahagia, Mama berhak sembuh."

Kaira melihat itu. Melihat bagaimana air mata Kala perlahan jatuh. Namun dia tak bisa berbuat apa-apa. Bibirnya di gigit kuat, Kaira pun sakit.

"Kapan pun Adek mau datang ke rumah Mama, silahkan datang. Pintu rumah Mama akan selalu terbuka untuk Adek."

|✔| 36 HARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang