2| Temani Kala, ya

5.1K 456 89
                                    

Gorden biru tersibak, sinar matahari menyeruak, membuat sakit retina yang masih tersembunyi dibalik kelopak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gorden biru tersibak, sinar matahari menyeruak, membuat sakit retina yang masih tersembunyi dibalik kelopak. Gerakan alis tebal itu pertanda sang pemilik yang akan membuka mata. Di sertai dengan gerakan tubuh yang mulai mencari tenang di sekitar.

Usapan halus di kepala semakin membuat si empu tubuh pada akhirnya bangun sepenuhnya. Kedua mata indah itu terbuka. Melihat sebuah senyum teduh dari mama.

"Selamat pagi semesta nya Mama. Bagaimana tidur semalam? Nyenyak?"

Kala mengangguk di iringi senyum lebar. "Sangat-sangat indah. Soalnya Adek mimpi jalan-jalan ke taman sama Mama dan Papa."

Senyum Kaira masih ada. Berusaha untuk tidak luntur, padahal bisa kapan saja. Demi putranya yang baru saja membuka mata. "Ayo bangun, nanti terlambat ke sekolah." Dan yang biasa Kaira lakukan hanyalah mengubah topik pembicaraan.

Tak sebodoh itu, Kala tahu, semua ini hanya kepura-puraan. Sakit memang. Tapi masih jauh lebih baik daripada menyaksikan pertengkaran.

Setelah itu, Kala berjalan ke kamar mandi selagi Kaira menyiapkan seragam sekokahnya. Air mata itu tiba-tiba menetes jatuh tanpa bisa Kala tahan. Ternyata hatinya tidak setegar itu. Ingin memberontak.

"Kamu harus kuat Kala. Hari itu akan tiba. Hari dimana kamu akan benar-benar jatuh dan diketawain sama semesta. Jangan lemah Kala! Bahu kamu harus sekuat baja!" ucap Kala mensugesti dirinya sendiri.

Setelah bersiap dan hendak turun, sosok papa sudah menunggu nya di depan pintu. Seperti tiga lalu, papa membawa jas almamater sekolahnya, di iringi senyum sebagai sambutan pagi.

"Pagi Adek. Hari ini berangkat sama Papa, 'kan?"

"Iya. Soalnya Bang Arsen sudah duluan. Dia ada kumpul sama anak-anak basket."

"Oke." Kamandanu kemudian memakaikan almamater itu ke tubuh Kala. "Ayo sekarang turun, sarapan, terus berangkat. Supaya tidak telat."

Kala mengangguk, mengulurkan tangan kanannya. "Gandeng Adek, Pa." Egois. Kala akan memanfaatkan waktunya dengan sebaik mungkin. Akan ia kais semua kasih sayang mama dan papa, sebelum harus rela membaginya ke orang lain.

Sepasang anak dan ayah itu sudah sampai di meja makan. Kaira menyambut mereka dengan sapaan hangat selagi tangannya menaruh nasi goreng ke atas piring.

Berjalan seperti biasanya. Seperti tiga tahun lalu, sebelum badai itu datang.

◇◇◇

Mobil hitam Kamandanu sampai di depan gerbang sekolah Kala. Kedua mata mereka saling bertemu. Sebelum mengijinkan putranya turun, Kamandanu sudah bersiap menberikan petuah. "Nanti jangan capek-capek, ya? Takut asma kamu kambuh lagi nanti. Jangan jauh-jauh juga dari Bang Arsen. Kalau butuh apa-apa bilang dulu ke dia, ya?"

"Pa?"

"Hm? Eh! Kenapa kok nangis?" Tangan besar itu buru-buru menyeka air mata Kala. Sudah Kamandanu katakan, air mata Kala adalah kesakitan nya.

|✔| 36 HARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang