6| Penuh Kejutan

3.3K 372 37
                                    

"Lain kali pakai jaket, ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lain kali pakai jaket, ya. Kamu nggak bisa kena angin malam, Dek. Sesak nggak dadanya?" Kamandanu membenahi jas hitam kebesaran di tubuh Kala. Jas miliknya yang saat ini membungkus tubuh putranya.

"Enggak kok." Pandangan Kala berbinar menatap sekitar. Pada area ramai pasar malam. "Ini Adek nggak boleh naik apa-apa?"

"Jangan, ya? Anginnya agak kencang, takut nanti kenapa-napa." Tangan Kala kemudian di genggam hangat oleh Kamandanu.

Desahan kecewa terdengar. Namun Kala tak mengatakan apa-apa setelahnya. Tak merayu atau pun merajuk. Karena ia paham, kondisinya tidak sebaik itu jika berhadapan dengan angin malam.

Saat pulang dari kantor tadi, Kamandanu langsung mengajak Kala pergi. Ke pasar malam di dekat sekolah Kala. Awalnya Kala pun terkejut, saat papa tiba-tiba mengajaknya keluar tanpa membuat janji terlebih dahulu.

"Sini duduk." setelah membersihkan kursi untuk Kala, Kamandanu membiarkan putranya duduk terlebih dahulu. Lalu menyusul, mengambil tempat tepat di sebelah kanannya.

Tangan Kamandanu merangkul bahu Kala. Menarik kepala itu agar bersandar di bahunya. Mereka agak sedikit menjauh dari area pasar malam yang ramai dan ricuh untuk menikmati malam berdua.

"Papa, Adek boleh ikut kemah minggu depan?"

"Wajib, Dek? Kalau ngga wajib, nggak usah."

"Wajib. Adek 'kan anggota inti, masa nggak hadir. Sedangkan anggota baru saja harus wajib ikut."

"Kira-kira bakal kuat nggak? Kalau enggak, lebih baik nggak usah. Kamu nggak bisa capek, nggak bisa kena angin malam juga."

"Aaaa plis Papa. Ada Bang Arsen juga kok."

"Walau pun. Kamu itu ceroboh, nggak enakan sama orang. Nanti yang ada kamu malah kecapean sendiri."

Kala merengut. Jemarinya menarik pelan tangan papa yang masih menggenggam tangannya. "Kali ini saja. Ya, Pa?"

Kamandanu membuang nafas panjang. Si keras kepala Kala yang keinginannya sudah tak bisa diganggu gugat.

"Oke, Oke. Tapi harus janji satu hal, Adek nggak boleh kenapa-kenapa. Jangan jauh-jauh dari Bang Arsen."

Pada akhirnya Kamandanu memang akan luluh. Saat malam kian larut, dan Kamandanu merasakan bahunya terasa berat, laki-laki itu memutuskan untuk membawa Kala pulang. Putranya terlelap di sandaran, sehingga Kamandanu membawa Kala ke dalam gendongan, tak tega untuk membangunkan.

Di rumah, Kaira menyambut Kala dengan mantel tebal miliknya. Membungkus tubuh yang mulai dingin itu. Tak ada sapaan di antara Kaira dan Kamandanu. Keduanya bungkam. Dan setelah Kamandanu memastikan Kala aman di ranjang, laki-laki itu pergi ke luar tanpa menoleh pada Kaira.

Tak ambil pusing, Kaira naik ke ranjang Kala, duduk di sisinya. Tangannya mengusap lembut kening Kala yang terasa dingin.

"Mama akan membuat Adek bahagia, bagaimana pun caranya. Maafkan keegoisan Mama. Mama hanya fokus pada luka Mama tanpa menyadari luka Adek. Maafkan Mama ...,"

◇◇◇

"Ma, Om nya suruh pergi saja bisa nggak?" Kala memicingkan kedua matanya pada Wira yang kini duduk di samping mama. Laki-laki itu datang tanpa undangan. Padahal tadi mama hanya mengajak dirinya, untuk menghabiskan waktu berdua, sebelum Wira datang dan mengacaukan semuanya.

Kaira tersenyum tak enak ke arah Wira. "Adek jangan gitu. Om Wira nggak bakal lama kok." tegur Kaira pada Kala.

"Bukan masalah lama atau enggak. Tapi Adek nggak nyaman kalau harus duduk dengan orang asing. Seharusnya Mama tahu itu, 'kan?" Kepala Kala menunduk kecewa. Marah pada dirinya.

"Ah! Maafkan Om. Kalau begitu Om pergi."

"Tunggu Wira!" Lengan Wira dicekal. Kaira mengalihkan pandangannya pada Kala. "Adek ayo minta maaf sama Om Wira. Nggak boleh ngomong gitu."

"Nggak mau. Adek tahu kok, yang suruh Om Wira datang itu Mama, 'kan? Kenapa sih, Ma?" Ada getar yang berusaha Kala tahan. Tangis yang berusaha di sembunyikan.

Kaira telak bungkam. Memang benar apa yang Kala katakan. Diam-diam, dia yang menyuruh Wira datang. Bukan bermaksud untuk mengacaukan janjinya, tetapi Kaira memiliki sebuah alasan. Kaira ingin Kala terbiasa dengan kehadiran Wira, supaya kelak hak asuh Kala menjadi miliknya.

"Adek mau pulang. Makasih sudah mau ajak Adek jalan-jalan, Ma."

"Adek tunggu! Mama antar ya? Jangan pulang sendiri."

Percuma. Suara lembut mama tak lagi membuat Kala menemukan rasa tenang. "Adek bisa sendiri. Mulai sekarang Adek harus bisa apa-apa sendiri."

Sakit. Kaira merasakan sakit yang teramat di dadanya. Saat bagaimana tangannya di tepis lembut oleh Kala. Lalu saat bagaimana langkah Kala mulai menjauh dari sana. Membawa kecewa yang anak itu simpan di hatinya.

Wira mendekat, merangkul bahu Kaira. Memberi tegar pada wanita itu, walau diam-diam Wira tertawa. Ini lah yang dia inginkan sejak awal. Kehancuran rumah tangga Kaira dan Kamandanu.

Karena dengan begitu, dia bisa mendapatkan cintanya kembali.

"Sudah, Kala hanya butuh waktu. Kasih dia sedikit waktu lagi. Aku akan selalu nunggu kamu dan dia, jangan takut."

"Terimakasih Wira. Tolong jangan tinggalkan aku sendirian."

"Tidak akan."

Disetiap langkah Kala, ada kecewa yang berusaha ia tepis. Baru saja ia merasa bahagia, kini dijatuhkan lagi oleh semesta. Sebenci itukah semesta padanya?

"Terimakasih buat kejutannya hari ini, semesta. Kamu berhasil buat aku jatuh untuk yang kesekian kalinya."

◒◒◒

Ini Kala, di paksa foto sama Papa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ini Kala, di paksa foto sama Papa.

Hallo semua! Kalian apa kabar? Baik, 'kan? Gimana hari ini? Gimana kerja nya? Gimana sekolah nya? Gimana kuliahnya? Capek, ya? Nggak pa-pa istirahat dulu, nanti dilanjut lagi :D

Segini dulu, ya. Sampai ketemu lagi kapan-kapan!!



Dunia khayalan,
29 Juli 2022

|✔| 36 HARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang