"Abang masih ingat pulang rupanya? Papa kira Abang nggak tahu jalan pulang, karena selama ini selalu asik sama anak orang. Mana anak itu? Nggak sekalian Abang bawa ke rumah ini hah?"
Arsen menghentikan langkahnya yang sudah manaiki anak tangga saat ucapan Anggara menggema. Ayah berdiri di ruang tamu, dengan pakaian rapih seperti biasa. Sepertinya baru saja pulang bekerja.
"Yang Ayah sebut itu namanya Kala. Orang yang sudah dengan baik hati menawarkan obat untuk Abang. Menawarkan rumah, kehangatan dan kasih sayang yang nggak pernah Ayah berikan buat Abang." Tanpa berbalik, Arsen menjawab demikian.
"Salah Abang sendiri. Kalau saja Abang nggak nakal dan keras kepala, mungkin sekarang Bunda dan adek kamu masih disini." Tak ada emosi yang Anggara katakan, tapi ucapan itu tetap berhasil membuat Arsen lagi-lagi terluka.
"Kalau hari itu Abang nggak lompat keluar mobil, sampai detik ini pun, Ayah nggak akan tahu siapa pelakunya, 'kan?"
"Ayah nggak peduli itu. Nyawa Bunda dan adek kamu lebih berharga dari apa pun. Kembalikan mereka, kamu bisa?"
Arsen berbalik badan. Menatap kedua mata ayah yang memerah. "Kalau aku bisa mengembalikan salah satu dari mereka, Ayah bisa sayang ke Abang lagi?"
Anggara tak lantas menjawab. Laki-laki itu bungkam, sampai akhirnya memutuskan pergi berlalu tanpa membalas ucapan Arsen. Dan Arsen tahu jawaban pasti dari ayah. Sampai detik terakhir hidupnya, mungkin ayah tak akan pernah lagi mau mencurahkan kasih sayang untuknya. Itulah yang Arsen pahami.
Lalu Arsen meraih ponselnya, mengetik sesuatu di sana. Tanpa berganti pakaian, kini Arsen beranjak keluar dari rumah untuk bertemu seseorang yang memang seharusnya dia temui sejak dulu.
Suara deru motor Arsen berhenti di parkiran sudut cafe. Malam yang cukup cerah ini, membuat suasana cafe nampak lebih ramai daripada biasanya. Di tengah keramaian itu, Arsen menangkap satu sosok tak asing yang menjadi objeknya.
"Maaf gue lama, Jo."
Jordan, menoleh ke kanan, tepat kearah Arsen yang baru saja datang. Laki-laki itu mengulas senyuman lalu mendorong satu minuman yang baru saja datang tak lama setelah Arsen datang.
"Nggak pa-pa. Minum dulu, Bang." Setelah dirasa Arsen cukup membasahi tenggorokan, Jordan kembali berucap. "Tumben banget cuma mau ketemu berdua. Kayak ada hal penting yang mau lo sampaikan?"
"Sebenarnya iya ...," Tangan Arsen reflek mengetuk meja karena gugup kala bertemu dengan kedua iris Jordan. "Jo, inget gelang ini?" Tiba-tiba Arsen mengeluarkan gelang hitam dari saku jaketnya. Sontak Jordan menatap gelang itu penuh keraguan.
Kepalanya tiba-tiba berisik sekali. Seperti ada riuh yang saling bersahutan tak ingin berhenti. Jordan menatap lekat gelang itu lama sekali, sampai beberapa detik kemudian, laki-laki itu nanggerang kesakitan. Kepala nya terasa ingin pecah saat itu juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
|✔| 36 HARI
JugendliteraturKala hanya memiliki waktu 36 hari untuk memiliki mama dan papa seutuhnya, sebelum ia harus rela membagi kasih sayang mereka dengan orang lain. @aksara_salara #100722