Sepuluh

145 20 2
                                    


November 2021


Aldo menatap sesuatu di jemari Rana dengan mata menyipit. Lelaki itu hendak mengambil minum di dapur, tetapi ia urungkan saat melihat Rana telah lebih dulu berada di sana. Bukan keberadaan Rana yang mengalihkan fokus Aldo, tetapi benda kecil yang melingkar di jari manis adiknya.

"Dari siapa?" tanya Aldo sembari menggerakkan kepalanya ke arah jemari Rana.

Rana yang belum ngeh hanya bisa menatap Aldo bingung.

"Apaan?"

"Itu yang di jari manis kiri. Dari Soni? Apa mainan yang dapet dari ciki?"

"Oh, ini." Rana menatap cincin di jari manisnya. "Iya, dari Soni," jawabnya sambil tersenyum malu-malu.

"Udah official nih?" tanya Aldo lagi.

Rana menggeleng. "Belum. Cuma hadiah aja, nggak lebih."

Aldo manggut-manggut. Ia melewati Rana yang duduk di kursi kitchen bar, membuka kulkas dan mengeluarkan sebotol air mineral. Dalam beberapa teguk, air mineral itu pun tandas tak bersisa.

"Suruh ngadep gue dulu kalo mau ngelamar. Jangan asal ngasih cincin aja," nasihat Aldo sambil mengacak rambut Rana.

"Ish! Hobi banget deh ngacak-ngacak rambut!" omel Rana. Ia menyugar kembali rambutnya dengan ekspresi cemberut. "Lagian nggak mungkin juga Soni nggak minta izin lo dulu sebelum ngelamar gue, Kak. Non sense deh."

Aldo mengangguk setuju. "Hadiah ulang tahun?"

Mengambil tempat di samping Rana, Aldo meraih gelas dan mengisinya dengan jus jeruk. Rana lantas menggeser piring pancake yang tengah ia santap. Jaga-jaga kalau Aldo langsung menyomot pancake miliknya tanpa izin.

"Hadiah aja, nggak ada embel-embel," jawab Rana. Sisa pancake yang tinggal dua buah langsung ia habiskan. Aldo yang melihat tingkah adiknya hanya bisa geleng-geleng kepala.

"Kayak takut banget gue ambil tu pancake," sindir Aldo.

"Emang bener. Lo kan suka banget ngambilin makanan gue," balas Rana tak mau kalah.

"Sembarangan!" sahut Aldo. Tak terima dengan tuduhan yang dilayangkan Rana. "Btw, weekend nanti sibuk nggak? Apa mesti ngurusin wedding orang?"

"Nggak. Weekend nanti kosong. Why? Mau ngajak gue jalan?"

"Nggak ngajak jalan juga, sih. Temenin gue kondangan, mau nggak?"

"Hm, boleh aja. Kapan? Di mana? Pukul berapa?"

"Hari Minggu nanti di tempat nikahannya Hendra kemarin. Kayak biasalah, pukul 11-an aja. Gimana?"

Rana mengangguk setuju. "Oke!"

"Tumben cepet banget ngeiyain. Biasanya ada aja alasannya buat nolak."

Rana memutar tubuh menghadap Aldo sembari bersedekap.

"Punya kakak satu kok cerewetnya kebangetan, sih? Ditolak, ntar dia merajuk. Diiyain malah curigaan gini. What do you want, Brother?"

"Nggak ada," jawab Aldo singkat. Ia lantas menghabiskan jus jeruknya lalu berdiri. "Ya udah kalau gitu. Jangan lupa Minggu nanti temenin gue kondangan."

Menikah KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang