Dua Puluh Empat

168 13 5
                                    

Juli 2022

Nando menatap bayang dirinya di depan cermin. Perasaan yang delapan tahun lalu ia rasakan, kini kembali datang. Nando tidak menyangka, di dalam hidupnya momen seperti ini akan terulang kembali.

Lelaki berkacamata itu berusaha menggaris senyum tipis. Jantungnya bergemuruh mengingat semua momen yang telah ia lalui hingga akhirnya bisa berada di titik ini. Semua jungkir balik dalam kehidupan yang harus ia rasakan, termasuk momen patah hati terburuknya.

Seharusnya, Nando bisa lebih rileks karena hal ini dulu pernah ia lalui. Ya ... dulu. Saat Nando memilih untuk melabuhkan kapal yang ia nahkodai di dermaga milik seorang wanita yang mencuri perhatiannya di usia muda. Wanita yang kala itu Nando cintai sepenuh hati. Wanita yang ingin Nando bahagiakan dengan semua yang laki-laki itu miliki.

Namun sayang, sebesar apa pun rasa cinta Nando kala itu, tidak lantas membuat mahligai itu bertahan lama. Kapal yang Nando nahkodai langsung karam. Bahkan sebelum sempat ia ketahui apa sebabnya.

Dermaga yang ia kira akan menjadi pelabuhan terakhirnya malah menjauh dari kapal Nando yang perlahan-lahan tenggelam lalu karam.

Nando memperbaiki kerah kemeja yang ia kenakan. Kedua sudut bibir Nando terangkat naik, membentuk bulan sabit di matanya yang terbingkai kaca mata. Setelah memastikan kemeja yang membungkus tubuhnya telah rapi, Nando beralih pada setelan beskap yang berada di gantungan. Beskap berwarna champagne itu membuat kulit Nando setingkat lebih cerah dari biasanya.

Meski kulit Nando saat ini tidak segelap saat SMA dulu, tetap saja laki-laki itu memiliki kulit seperti laki-laki Indonesia pada umumnya. Saat SMA, Nando membiarkan kulitnya menggelap karena sering berjemur di bawah sinar matahari saat berlatih dengan teman-teman lainnya di ekskul Paskibraka. Sekarang, setelah dia kuliah dan bekerja di dalam ruangan yang memiliki pendingin ruangan, warna kulit Nando mulai lebih baik dari sebelumnya.

Ketukan di daun pintu kamar Nando terdengar, disusul dengan kemunculan sosok Dhea yang sudah cantik dengan kebaya yang seragam dengan pihak besan. Dhea mendekati Nando dengan senyum di wajah. Meski kerutan di wajah Dhea sudah terlihat begitu jelas karena faktor usia, tetapi di mata Nando, wanita yang kini berada tepat di hadapannya adalah wanita pertama yang mengajarkan laki-laki itu tentang cinta dan kasih sayang.

Sebagaimana orang-orang mengatakan bahwa cinta pertama seorang wanita adalah ayahnya, maka cinta pertama seorang laki-laki adalah ibunya. Itu juga yang Nando rasakan. Dhea adalah wanita yang telah melahirkan Nando, sekaligus cinta pertamanya di dunia ini.

Tanpa ragu Nando membalas senyum Dhea dan mengecup singkat pipinya. Dhea yang mendapat perlakuan seperti itu dari Nando hanya tertawa kecil sambil menepuk pundak putranya. Tawa di bibir Dhea masih menyisakan senyum tipis, tetapi ada sorot lain di mata wanita itu yang Nando tangkap.

Benar saja, tak lama kemudian, Dhea menatap Nando lekat-lekat sambil memegangi kedua sisi pundak laki-laki itu. Terlihat jelas di mata Dhea, sebuah kekhawatiran yang Nando bisa tebak apa sebabnya.

"Mama tidak pernah menyangka, hari seperti ini akan terjadi lagi, Ndo," ucap Dhea lirih. Kali ini, tangan Dhea mengusap wajah Nando pelan. "Mama benar-benar tidak membayangkan kamu akan berada di posisi ini lagi. Mama merasa senang sekaligus sedih."

Nando menarik tangan kanan Dhea yang masih bertengger di pundaknya, lalu mengecup takzim. Nando menutup mata. Tidak ingin Dhea mengetahui bahwa kekhawatiran itu juga Nando rasakan. Dada Nando benar-benar bergemuruh setiap kali mengingat bahwa hari ini sebuah sejarah akan terukir kembali. Sebuah lembaran baru yang ingin Nando isi dengan perbaikan dari kisah lalu yang tidak berakhir dengan indah dan sempurna.

Menikah KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang