Dua Puluh Enam

161 9 0
                                    


Happy reading!

***


September 2014

Suara panci yang terjatuh keras di atas lantai menjadi alasan Nando membuka matanya. Sinar matahari yang menyengat di luar sana membuat Nando secara otomatis menyipitkan mata. Melirik sekeliling, Nando tersentak begitu menyadari ia tertidur di kursi teras.

Kembali suara benda jatuh terdengar dari arah dapur. Tanpa tedeng aling-aling, Nando setengah berlari masuk menuju dapur. Siluet Rana dari belakang menjadi objek pertama yang tertangkap mata Nando. Perasaan panik yang mendatangi Rana membuat sutil serta sendok berserakan di lantai. Ruangan kecil itu menjadi ramai akibat benda-benda yang berjatuhan.

Tanpa banyak bicara Nando mendekat. Lantas berjongkok demi memunguti benda-benda yang berserakan di lantai. Pergerakan Nando yang tidak disadari Rana membuat wanita itu terkesiap. Wanita itu lantas tersipu malu begitu menyadari Nando tahu apa alasan Rana membuat keributan di dapur.

"Kamu lagi mau masak apa?" tanya Nando yang kini sudah berdiri di samping Rana.

Sutil dan sendok yang berserakan, kini sudah berada di tempat semula, begitu pula dengan panci beserta tutupnya. Nando mengernyitkan begitu menyadari tidak hanya sutil dan sendok saja yang ternyata jatuh ke lantai, tetapi juga beberapa bahan makanan yang tadi luput dari pandangannya.

Rana bergerak gelisah saat mengikuti arah tatapan Nando. Hal tersebut disadari oleh Nando, karena itulah lelaki itu menggaris senyum dan mengusap pelan rambut Rana. Wajah Rana yang menunduk perlahan bergerak naik, tatapannya beradu dengan tatapan Nando. Ketakutan Rana akan amarah Nando yang meledak karena sudah mengotori dapur kini sirna sudah. Alih-alih marah, Nando justru memaklumi hal tersebut.

"Udah, nggak pa-pa, aku nggak marah," kata Nando, menenangkan Rana.

"Maaf, Kak. Aku nggak tahu malah bikin keributan gini di dapur," ucap Rana penuh sesal.

Nando menggeleng, lantas meraih tubuh Rana ke dalam pelukannya.

"Udah, nggak pa-pa. Beneran. Aku nggak masalah kamu mau bikin dapur berantakan kayak gimana pun. Mau dibikin ribut sama suara panci yang jatuh juga nggak masalah buatku, Ran."

"Maaf, Kak," kata Rana lagi, "aku tadi mau nyoba masak buat Kak Nando. Tahunya malah bikin dapur berantakan."

"Iya, nggak pa-pa, Sayang. Aku hargai usaha kamu buat masakin aku. Aku beneran nggak marah."

Rana tidak membalas, gantinya ia memeluk erat Nando. Padahal Rana sudah berniat untuk memberi kejutan pada Nando dengan masakannya. Namun Rana malah memberi kejutan pada suaminya itu dengan tampilan dapur yang berantakan. Rana sudah gemetaran tadi sebelum akhirnya Nando datang. Jantung Rana rasanya hampir terlepas begitu melihat Nando yang sudah berada di dapur.

Rana benar-benar takut Nando akan marah karena ia tidak becus menjadi istri. Bahkan hingga saat ini, Rana belum pernah memasakkan makanan yang benar untuk Nando. Masakan Rana yang pernah Nando cicipi hanya mie instan dan beberapa makanan instan yang tinggal dimasak saja. Selebihnya, Nando akan makan siang di kampus atau makan dengan lauk yang dibawakan Dhea dan Annisa untuk mereka. Tidak jarang pula Nando mengajak Rana untuk makan di luar.

Rana benar-benar merasa bersalah karena belum bisa menjalani kewajibannya sebagai istri secara penuh. Karena itulah, setelah beberapa hari ini membaca resep di internet, Rana berinisiatif untuk belajar memasak. Rana sangat ingin melihat ekspresi puas di wajah Nando karena sudah mencicipi masakannya.

Menikah KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang