Keadaan di dalam mobil begitu hening, Mew maupun Gulf sama-sama terdiam dengan Mew yang terus fokus menyetir mobil dan Gulf yang pikirannya sudah melalang buana kesana-kemari.
Lima menit mobil sudah berlalu meninggalkan parkiran kampus, lima menit pula keduanya seperti memiliki benteng tersendiri untuk tetap saling mendiami. Walaupun kini Gulf yang sudah mulai curi-curi pandang. Sial! Jika perihal siapa yang paling lama mendiami dan memilih tidak banyak berbicara, pastilah Mew yang akan menang. Karena saat ini pun Gulf sudah kasrak-kusruk sendiri.
Jika bisa memilih rasanya saat ini dirinya ingin sekali membuka pintu mobil, lalu melompat di jalan. Dari pada mengalami perang dingin seperti ini tanpa ada cicitan sama sekali, rasanya pun helaan napas keduanya saat ini bisa terdengar oleh telinga masing-masing. Sebegitu heningnya kah? Yah! Memang benar-benar sangat sunyi.
Saking tidak tau apa yang harus di lakukan, Gulf mengarahkan tangannya ke tombol-tombol yang ada di depan. Yang dirinya yakini itu tombol-tombol untuk menyalakan radio. Namun belum sempat jari Gulf mekenan tombol, jari-jari besar Mew lebih dulu menyentuh tangan Gulf. Menatap sejenak wajah Gulf yang terlihat salah tingkah, lalu kemudian menekannya.
"Kau menekan tombol yang salah." Ucapnya mengalun lembut, membuat Gulf membeku. Sontak Gulf menepis tangan Mew yang masih menggenggam jarinya.
"Aku tahu." Ketus Gulf, membuang wajah keluar jendela.
"Jika tahu tidak mungkin salah menekan." Katanya masih mengulang.
Dan rasanya Gulf ingin sekali memotong tangannya. Kenapa sok tahu, eh? Kalau tidak tahu mending diam saja, dari pada pria ini terus mengoceh seperti dirinya melakukan kesalahan yang sangat besar.
"Terserah." Singkat Gulf, dan Gulf melihat jika Mew menggelengkan kepala.
Kembali suasana di dalam mobil lagi-lagi terasa sunyi. Sebelum lagi-lagi suara Mew membuat Gulf menoleh.
"Ice coffe-nya tidak di minum. Senang bukan mendapat minuman dari wanita yang terang-terangan mengejarmu." Kata Mew, tersenyum remeh.
Gulf memberi tatapan tak suka, dan Mew pun menelengkan kepalanya sedikit menantang. Tangannya masih fokus menyetir.
"Apa urusannya."
"Tidak ada urusan sih. Hanya miris saja, mobilku jadi basah karena Ice-nya yang sudah mulai mencair." Katanya, membuat Gulf menjatuhkan matanya ke ice coffe yang ia taruh di dashboard yang sudah tergenang lelehan es.
Tanpa berpikir panjang, Gulf mengambil Cup itu lalu membuka jendela mobil. Pas sekali mobil tengah melewati bak sampah besar di pinggir jalan, dan Gulf melemparnya ke dalam sana. Jika itu yang membuat Mew keberatan, biarkan saja minuman itu dibuang. Walaupun ada rasa tidak enak kepada Cissa karena minumannya berakhir di bak sampah.
Mew terkekeh, "Kau bisa meminumnya. Kenapa malah di buang." Ucapnya kembali. Membuat Gulf pening.
"Mau aku minum atau pun di buang itu sama sekali bukan urusanmu." Kesal Gulf, kenapa dia tak diam saja sih seperti tadi. Nyatanya mendengar dia mengoceh tetap saja membuat Gulf jengkel.
Mew diam. Tak kembali menimpali, namun matanya terus memandang Gulf yang kini keningnya berkerut. Merasa gemas dengan yang Gulf lakukan kini.
"Sebenarnya kita mau kemana sih? Sudah beberapa restoran kau lewati. Kau mau mengajakku makan atau mau membuatku mati kelaparan, huh?" Ucap Gulf.
Sudut bibir Mew berkedut, tak tahan ingin tertawa dengan tingkah lucu pria yang duduk di sampingnya sekarang. Benar-benar orang yang tidak sabaran.
"Memangnya siapa yang mengatakan jika aku akan mengajakmu makan di restoran?" Ucap Mew, membuat Gulf cengo. Dan sekarang Mew tak tahan untuk tidak mengacak rambutnya, dan dengan cepat pula Gulf menepis. Memberingsut tak suka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy psycopath
Fanfiction(JANJI FOLLOW AKUN INI SETELAH BACA APAPUN STORY DARI AKUN INI. TAK KENAL MAKA TAK SAYANG) Cover by: @sf.nann Mungkin ini akan menjadi cerita pembunuhan berantai untuk seorang Mew suppasit, seorang anak dari keluarga berada. Broken home dan Drama me...