psycopath 24.

801 155 15
                                    

Pov Gulf.

"Bagaimana? Apa kau suka dengan tempatnya." Kata Mew, membuatku langsung membalik tubuh. Melihatnya tengah merunduk, mengganti sepatu pantofelnya dengan sandal hotel.

Sejenak aku hanya terdiam, sambil mataku bergerak melihat sekeliling ruangan. Kamarnya cukup besar, banyak juga fasilitas yang terdapat di ruangan ini, ada kolam renang juga—kira-kira berukuran 2×2 meter yang tepatnya berada di beranda belakang. Menurutku terlalu pemborosan jika memilih tempat ini yang hanya akan di tempati satu malam saja, tapi bodoh amat lah dengan itu—toh yang akan merogoh kocek pun adalah Mew bukan aku. Jadi aku hanya bisa mengangguk—sebelum mataku membulat ketika mendapati hanya ada satu kasur besar saja yang ada di ruangan ini.

Kalau begitu ini benar-benar pemborosan namanya, bagaimana bisa ruangan seluas ini hanya memiliki satu ranjang. Yah walaupun ranjangnya sangat besar, tapi kan bukan berarti aku mau berbagi tempat tidur dengan Mew.

Melihat ranjang yang tertata rapih seperti itu saja sudah membuat mataku melotot horor apalagi dengan keadaan selimut tersingkap. Astaga aku benar-benar merinding melihatnya, kini bayangan kasur di otakku yang tadinya bagaikan pulau kebebasan karena lama berjalan menyusuri trotoar—kini malah terganti dengan bayangan-bayangan yang mengerikan yang langsung melenyapkan semua kebebasan itu.

"Kenapa? Apa kau tak menyukai tempatnya. Apa kita harus mencari penginapan lain." Usul Mew enteng, yang jelas langsung ku respon dengan mengibaskan tangan buru-buru.

Mew mengernyit. "Lalu apa yang salah?"

Sekali lagi aku melirik ke arah tempat ranjang, Ya Tuhan...tempat itu terlihat angker. Kerongkonganku saja terasa sakit ketika menelan ludah, memang tidak ada yang salah dengan tempat ini—hanya saja pikiranku saja yang tak bisa berpikir waras.

Seperti paham akan raut wajahku yang seperti orang menahan kencing, Mew langsung bersuara.

"Oh jika kau keberatan tentang masalah ranjang. Aku bisa tidur di sofa jika begitu, kau bisa tidur di ranjang." Kata Mew, yang jelas saja membuatku langsung membantah.

Benar-benar tidak tahu diri jika begitu. Sudah Mew yang membayar—eh ketika tidur dia juga yang malah mengalah untuk tidur di sofa.

"Eh tidak-tidak. Kalau begitu aku saja yang tidur di sofa, lagi pula sofanya pun luas. Jadi kurasa tidak akan menyakiti tubuhku nanti." Yah aku sadar diri juga kalau tubuhku besar.

"Aku yang akan tidur di sofa." Ucapnya.

"Sungguh, aku juga tak masalah—"

"Kita cari penginapan lain jika begitu. Yang menyediakan dua ranjang." Kata Mew mulai kembali ke mode dinginnya.

"Eh,"

Matanya menatap lurus ke arahku. Sontak kepalaku langsung tertunduk, tatapannya terlihat tajam dan tak terbantahkan.

"Jadi bagaimana?" Tanyanya dingin.

"Baiklah aku yang akan tidur di ranjang." Bisikku masih setia menunduk.

Apakah dia masih menatapku lagi? Kalau tidak, bisakah aku mengangkat kepalaku sekarang, karena rasanya sekarang begitu....

"Anak baik, aku suka jika kau menjadi penurut seperti ini."

Aku melotot, menggigit bibir bawahku kecil seraya menautkan jemari dengan keadaan bergetar. Astaga dia baru saja mengelus rambutku, dan sekarang hembusan napasnya terasa begitu menyapu ujung kepalaku. Ya Tuhan....dadaku mulai berdentum dengan berisik, dia masih menaruh tangannya di atas kepalaku.

Rasanya aku ingin sekali mendongak melihat matanya, namun sendi-sendiku seolah langsung terputus. Membuatku urung melakukannya.

"Terlihat manis seperti anak kucing." Lanjutnya.

Crazy psycopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang