8 Juli 2022 ~
🍂
"Terakhir untuk tugas sejarah Indonesia, kalian buat rangkuman, minimal lima halaman dari bab satu sampai bab tiga kemudian pahami dan simpulkan. Nanti Bapak akan membagi kelompok untuk kalian presentasi di depan." Pria bertubuh besar nan pendek itu keluar setelah mengucapkan salam. Begitu bayangannya menghilang, ruangan yang tadi senyap bergemuruh seketika.
"Gile! Pak Maksim ngasih tugas nggak tanggung-tanggung ya," desah siswa di pojokan.
"Tiga bab coy! Setengah buku gue harus baca dalam dua hari. Belum lagi PR Matematika," timpal yang lain.
"Sejarah hidup gue aja masih ngambang nggak jelas, gimana bisa pahami sejarah negara?"
"Namanya juga Pak Maksim. Apapun harus maksimal."
Desas-desus yang menggema di ruangan kelas itu sepertinya tidak mampu mengusik seseorang yang duduk di bangku paling depan. Bukan karena pura-pura tidak peduli, hanya saja telinganya sudah ia sumpal dengan benda kecil yang memenuhi rongga pendengaran. Sebagai ketua kelas, ia sudah kebal dengan cicitan protes dari teman-temannya setiap kali diberikan tugas. Padahal, semua tugas itu akan selesai jika dikerjakan.
Fajar menutup buku tebalnya, lalu dimasukkan ke dalam tas selempang hitam bermerk terkenal. Setelah semua peralatan sekolahnya beres, ia beranjak dari duduknya, hendak meninggalkan ruangan yang sudah sepi dari tadi. Sebelum keluar, Fajar memeriksa notifikasi dari android dan memasukkan benda itu ke dalam saku.
Hari ini tidak ada agenda rapat, jadi ia bisa mengerjakan list yang lain lebih cepat. Tanpa membuang waktu, ia gerakkan kaki jenjangnya menuju parkiran sekolah. Namun, niat itu harus terurung sebentar ketika Fajar mengingat sesuatu. Ya, dia harus ke rumah wali kelasnya hari ini, bersama gadis merepotkan itu.
"Heh! Lo!" Ia memanggil seseorang yang berjalan memunggunginya. Sosok yang dipanggil pun menoleh. Fajar berjalan mendekat.
"Lo panggil gue?" Cahaya menunjuk dirinya.
"Nggak. Gue panggil tembok."
Cahaya mencebik, lalu melipat kedua tangan di depan dada. "Ya udah, ngomong aja sama temen lo. Dasar aneh!" Gadis itu berbalik hendak pergi, namun tasnya ditahan dari belakang.
"Gue panggil lo."
"Ngapain manggil gue? Lagian gue punya nama. Panggil aja pake nama," sewotnya.
Fajar menghela napas panjang. "Sorry. Gue lupa," balasnya melepas tas itu. "Lo mau pulang, kan?"
Cahaya mengangguk tanpa menoleh. "Kenapa? Lo mau ngajak gue pulang bareng?"
"Sebenarnya, konteksnya nggak gitu. Gue cuma mau ngajak lo ke rumah Bu Ningsih sekarang."
Gadis itu membalikkan badan. "Lho, bukannya nanti sore?"
"Sore gue nggak bisa. Tapi kalau lo nggak mau ya gapapa. Biar gue aja yang pergi sendiri." Fajar menghendikkan bahunya dan berjalan mendahului Cahaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Fajar [SELESAI] ✔️
Teen Fiction[TEENFICTION] "Lo udah gila ya?!" bentak seseorang yang berlari ke arahnya . "Lo tau nggak?! Di kuburan sana masih banyak orang yang ingin hidup lagi, tapi mereka nggak bisa. Sebesar apapun masalah lo, seenggaknya cari solusi bukan dengan cara menga...