14 Juli 2022
🍂
Matahari terasa berada tepat di atas kepala saat dua remaja itu berhenti di halaman rumah yang begitu asri. Sinarnya yang menyengat hampir saja membuat lapisan epidermis seakan terbakar sangking panasnya. Untung saja, lengan seragam mereka panjang, jadi sengatan itu tidak bisa menembus kulit.
Cahaya menyapu sekitar setelah turun dari motor Fajar. Mencerna tempat yang mereka datangi kali ini. Bukan rumah Luna, karena bangunan yang ada di depan mata terlihat seperti rumah-rumah yang ada di desa, bedanya yang ini lebih modern. Di sepanjang rumah itu ditanami bunga warna-warni, lengkap dengan ayunan kecil diantara dua pohon mangga membuat suasananya terasa nyaman. Cahaya jadi teringat masa kanak-kanaknya dulu.
"Lo mau tetap di sini?" Pertanyaan Fajar mengalihkan atensinya. Cahaya menggeleng. Ia segera melepas helmnya dan menyusul cowok itu masuk. Di depan pintu, keduanya sudah disambut oleh wanita paruh usia.
"Den Fajar, ya?" Wanita itu mencoba mengingat. Mungkin karena faktor usia, membuat ingatannya mengendur. Cowok yang ditanya langsung menanggapi dengan senyuman.
"Silahkan masuk, Den. Non Reva ada di halaman belakang."
Cahaya yang mendengar nama itu langsung bergeming. Beragam pikiran sudah memenuhi kepala kecilnya.
Reva siapa lagi? Jangan-jangan beneran ceweknya. Duh gue masuk nggak ya? Pikir gadis itu terlihat gusar."Silahkan masuk, Non." Wanita itu menyuruh Cahaya untuk masuk. Dengan sedikit kikuk, gadis itu berterima kasih dan berjalan mengikuti Fajar. Seperti biasa, Cahaya akan planga-plongo ketika berada di tempat baru.
"Wah, bunganya udah makin banyak aja," celetuk Fajar yang sudah berdiri di depan wanita yang sedang menyiram tanaman. Wanita itu tersenyum lalu meletakkan alat yang ia pegang di dekat pot. Cahaya yang berdiri di belakang hanya menyimak.
"Ck! Kenapa selalu datang tiba-tiba? Hah?" decak wanita itu. Ia pun berjalan ke arah Fajar dan langsung memeluknya. Cahaya yang melihat adegan itu sedikit terkejut.
"Coba lihat dirimu! Rambut mau gondrong, baju nggak disetrika, untung masih ganteng." Wanita itu memandangi Fajar dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan gelengan kepala. "Sesekali, kasihlah perhatian pada dirimu, Dek. Kalau kayak gini terus, siapa yang mau sama kamu? Hm?"
Dek? Cahaya membatin. Ia ingin sekali melihat wajah wanita itu tapi tidak bisa karena badannya yang lebih pendek dari cowok yang berada di depan.
Fajar tertawa kecil. Ia melepas tangan yang berada di kepalanya. "Kak Reva apa kabar?"
"Seperti yang kamu lihat, aku baik. Sangat."
"Syukurlah."
Wanita yang dipanggil Reva itu merasa ada seseorang yang berdiri di belakang adeknya. Ia pun tersenyum setelah mengetahui sesuatu. "Sepertinya, aku harus menarik ucapanku yang tadi."
"Maksudnya?" Fajar yang tidak mengerti lantas menaikkan alisnya.
Reva menggeser posisi Fajar ke samping. "Kita lihat, siapa gadis yang datang bersama adek bontot Kakak yang satu ini?" Wanita itu berjalan ke tempat Cahaya.
Cahaya yang menyadari hal itu mendongak. Ia tersenyum untuk menyapa. Tepat ketika pandangan mereka bertemu, ia merasakan sesuatu yang membuatnya terdiam sebentar.
Wanita ini ... Cahaya mencoba mengingat dimana ia pernah melihat wajah Reva sebelumnya. Tubuhnya hampir membeku setelah berhasil menemukan kepingan memori itu.
"Dia Cahaya, Kak. Teman kelas," sahut Fajar membuat kesadaran Cahaya kembali.
"Halo, Kak." Akhirnya gadis itu menyapa. Ia sedikit terkejut ketika Reva mengelus kepalanya, lalu menatapnya lama.
"Nama yang cantik. Semoga kamu bisa menjadi sinar untuk Fajar, ya," kata Reva yang tidak dimengerti Cahaya.
"Kak, ini aku bawakan bunga kesukaan Kak Reva." Fajar mencoba mengalihkan pembicaraan. Mengerti kondisi, Reva pun mengajak mereka untuk ke ruang tamu. Di sanalah mereka menghabiskan waktu sampai siang berganti posisi.
***
"Tadi itu kakak lo?" tanya Cahaya ketika mereka berhenti di salah satu toko penjual es krim. Mereka pamit dari rumah itu sekitar dua puluh menit yang lalu.
Fajar tidak langsung menjawab. Ia menyodorkan sebungkus minuman dingin itu kepada Cahaya dan mengambil tempat di samping gadis itu.
"Iya, dia kakak gue. Namanya Revalda Husna." Cahaya mengangguk paham. Dia tidak ingin bertanya banyak lagi karena takut dikira kepo. Namun, Fajar malah membuka gerbang untuk Cahaya tahu lebih banyak tentang kakaknya.
"Lo pasti bertanya, kenapa kakak gue tinggal di sana?" Cahaya menoleh tanpa bersuara. Dari tatapan matanya sudah jelas ia penasaran.
"Dulu, Kak Reva nggak seperti yang lo lihat sekarang."
"Maksudnya?"
Fajar menghela napasnya dalam. "Lima tahun yang lalu, Kak Reva hampir bunuh diri karena depresi berat yang dia alami."
"Astaga," cicit Cahaya membungkam mulutnya. "Kenapa bisa begitu?"
"Waktu itu, ada laki-laki yang sangat dia cintai dan mereka berencana untuk menikah. Tepat satu hari sebelum pernikahan, laki-laki itu malah membatalkan pernikahan mereka. Gue nggak tau alasannya apa, tapi yang jelas, kejadian itu membuat Kak Reva syok karena ia sudah dua kali gagal dalam pernikahannya."
Cahaya mencoba untuk mencerna penjelasan Fajar tadi. "Dua kali gagal? Berarti Kak Reva sebelumnya udah pernah menikah?"
Fajar menggeleng, pandangannya menerawang ke depan. "Hampir menikah, Ca. Sejam sebelum akad, calon suaminya kecelakaan dan meninggal. Makanya, kondisi Kak Reva memburuk di waktu pernikahan kedua itu. Dan sejak saat itu, dia memilih untuk tinggal di rumah eyang. Selain untuk menjalani Psikoterapi, dia juga tidak ingin bertemu dengan orang lain selain keluarganya."
Kasihan kak Reva, pasti trauma banget karena harus kehilangan orang yang dia cintai untuk yang kedua kali. Apa ini alasan kak Galang membawaku ke sini?
"Lo tau Cahaya?" Pertanyaan Fajar mengalihkan perhatiannya. "Untuk pertama kalinya, gue merasa benci kepada orang lain. Gue benci semua orang yang udah buat keluarga gue menderita...," Cowok itu menjeda kalimatnya.
"Termasuk keluarga laki-laki itu."
Deg!
Kalimat terakhir Fajar membuat tubuh Cahaya membeku, lidahnya kelu, matanya terasa panas.
Kalau lo tau kejadian yang sebenarnya, apa lo bakal tetep benci keluarga gue, Jar?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Fajar [SELESAI] ✔️
Ficção Adolescente[TEENFICTION] "Lo udah gila ya?!" bentak seseorang yang berlari ke arahnya . "Lo tau nggak?! Di kuburan sana masih banyak orang yang ingin hidup lagi, tapi mereka nggak bisa. Sebesar apapun masalah lo, seenggaknya cari solusi bukan dengan cara menga...