An Incident ~

170 31 66
                                    

19 Juli 2022 •

19 Juli 2022 •

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍂

Cahaya memasukkan benda gepeng itu ke dalam saku jaketnya, bersamaan dengan helaan napas yang terdengar berat. Ia memandangi arakan awan yang perlahan menghiasi atmosfer, sampai sinar kuning di cakrawala itu hampir tertutup sebagian.

Gumpalan berwarna kelabu itu seakan menggambarkan isi hatinya saat ini, terlebih setelah mendengar kabar dari keluarganya nun jauh di sana. Cahaya berharap, cuaca hari ini akan senantiasa cerah.

Tak ingin membuat temannya yang lain menunggu, ia membalikkan badan hendak kembali masuk. Namun sesuatu yang tergeletak di atas bangku membuat niatnya terurung. Cahaya penasaran dan malah beranjak ke sana, mengambil sebuah kertas yang diletakkan begitu saja.

"Lukisan siapa ini? Bagus banget," gumamnya melihat gambar di kertas itu. Keningnya bergelombang setelah mengenali pemilik wajah tergambar di sana. "Ini mukanya ketua kelas nggak sih?"

Cahaya mengamati setiap sudutnya dengan teliti. Sampai akhirnya, ia menemukan sebuah kalimat yang ditulis dengan huruf yang sangat kecil. Sangking kecilnya, gadis itu sampai memicingkan mata untuk bisa membacanya.

"My first love," eja Cahaya. Otaknya langsung bekerja saat itu juga, menerka siapa gerangan yang membuat gambar itu. Persekian detik mencari, akhirnya ia menemukan satu nama. "Luna. Ini pasti gambarnya Luna."

Takut dikatakan tidak sopan, Cahaya segera meletakkan kertas itu di tempat semula. Baru akan pergi meninggalkan tempat, suara seseorang memanggilnya.

"Kak Cahaya sedang apa di sini?" tanya seseorang yang sudah ada di belakangnya, entah sejak kapan.

Cahaya yang mengenali pemilik suara itu segera berbalik. Ia tersenyum canggung melihat keberadaan Luna di sana. "Eh, Luna. Itu, anu, tadi gue lagi nyari udara seger. Terus gue nggak sengaja liat kertas jatuh, makanya gue  ambil," alibi Cahaya membungkus ucapannya dengan sedikit kebohongan.

Melihat wajah Luna yang sepertinya masih ragu dengan jawabannya tadi, Cahaya segera mencari kalimat lain untuk meyakini gadis itu. "Gue nggak liat semuanya kok, Na."

"Terima kasih sudah menemukan kertas ini, Kak. Dari tadi aku nyariin, aku kira hilang," ungkap Luna tersenyum. Cahaya sudah memprediksi kalau gadis itu akan marah, ternyata tidak.

"Ah, iya. Sama-sama. Kalau gitu, gue masuk dulu ya."

"Kak Cahaya tunggu!" cegah Luna membuat gerak Cahaya terkunci lagi.

Gadis berambut panjang itu menoleh dan berusaha bersikap tenang. "Iya, gimana, Na?"

Luna memutar kursi rodanya agar mendekat kepada gadis itu. "Kak Cahaya, ada hubungan apa sama Kak Fajar?" Pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulutnya.

Cahaya menautkan alisnya, mencoba memahami pertanyaan Luna. "Maksudnya? Kamu nggak lagi mikir kalau gue suka sama Fajar, kan?"

Luna hanya menjawabnya dengan senyuman. "Mungkin saja."

Entah kenapa, Cahaya ingin tertawa mendengar ucapan gadis belia itu. Pertanyaan yang terdengar lucu di telinganya. Ia pun membungkuk untuk mensejajarkan tingginya dengan Luna. "Kamu tenang aja, gue sama Fajar cuma temen kok. Lagian, Fajar nggak mungkin suka sama cewek bar-bar kayak gue."

Luna tersenyum mendengarnya. "Terima kasih penjelasannya, Kak."

Kayaknya, gue harus jaga jarak nih sama tu cowok. Tapi gue masih butuh dia untuk menyelesaikan misi gue. Gimana dong? Cahaya membatin dengan senyum yang dipertahankan agar Luna bisa mempercayainya.

***

"Titip sahabat gue yang paling imut ini, ya, Jar. Pokoknya, lo harus anterin dia sampai depan pintu rumahnya," titah Mulan ketika mengantar teman-temannya ke pintu depan.

"Emangnya dia bodyguard gue sampai harus depan pintu segala?" timpal Cahaya kurang setuju dengan ucapan Mulan barusan.

"Ya nggak apa-apa. Lagian kan demi keselamatan lo juga, Ca." Mulan masih mengompori.

"Makasih banget udah perhatian sama gue, tapi gue bisa jaga diri kok. Gini-gini nih, gue anak buahnya Jacky Chan tau nggak," ujar Cahaya bangga. Sedangkan Fajar yang mendengar itu berusaha menahan tawanya, tapi tidak berhasil.

"Gue sih nggak percaya, modelan kayak lo bisa bela diri." Fajar menyahut.

"Oh ya? Sini gue buktiin." Gadis itu hendak memukul lengan Fajar namun segera ditahan oleh Mulan.

"Kalian berantemnya di jalan aja, ya. Jangan di rumah gue," pinta Mulan sembari memijit pelipisnya. Sesusah ini ternyata menyatukan dua insan yang saling bertolak belakang.

Mengingat tempat, Cahaya tidak jadi melakukan aksinya. Takut juga kalau cowok itu tidak memberikan tumpangan untuknya. Ia rasa, berdamai untuk sesaat adalah pilihan yang terbaik.

***

"Jar! Fajar!" Gadis itu berteriak di samping telinganya.

"Apa?"

"Gerimis. Kayaknya makin lebat deh," jelas Cahaya menengadahkan sebelah tangan. Ia bisa merasakan bulir air itu semakin besar. Padahal tadi dia sudah berharap agar bisa sampai rumah sebelum hujan turun.

"Mau berteduh dulu? Gue nggak bawa jas hujan soalnya." Fajar memberi saran dan langsung disetujui oleh gadis di belakangnya. Mereka pun menepi di depan halte bus sebelum hujan benar-benar menghantam tubuh mereka.

Detik demi detik mereka lalui dalam kesenyapan. Baik Fajar maupun Cahaya sibuk dengan pikiran masing-masing. Kediaman mereka akhirnya terusik dengan sesuatu.

"Ca, lo denger itu nggak?"

Gadis itu menoleh, "Denger apa?"

"Kayak ada suara kucing." Fajar meliarkan pandangannya, mencari sumber suara itu. Tatapannya langsung terhenti ketika melihat anak kucing di tengah jalan. Tanpa berpikir lagi, cowok itu segera berlari ke tempat anak kucing itu dan membawanya ke tempat ibunya. Ia bahkan tidak memikirkan kalau jalanan itu masih terbilang ramai.

Sikap Fajar tadi sukses membuat Cahaya tercengang. "Lo rela nyebrang jalan terus hujan-hujanan demi nyelametin anak kucing itu?" tanya Cahaya ketika cowok itu kembali ke tempat duduknya.

"Memangnya kenapa?" balas Fajar seraya mengeringkan rambutnya yang basah dengan tangan. "Kalau ketabrak mobil, kan, kasian ibunya."

"Lah, kalau lo yang ketabrak gimana? Untung belum ada kendaraan yang lewat, kalau nggak?" omel Cahaya.

"Jadi lo khawatir kalau gue ketabrak?"

"Ya iyalah. Lo kan--" Cahaya hampir saja kebablasan kalau dia tidak segera menutup mulutnya.

"Lo apa?" pancing Fajar, melihat lawan bicaranya dengan wajah penasaran.

"L-lo, kan, temen gue."

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Cahaya Fajar [SELESAI] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang