Pamit ~

210 27 24
                                    

30 Juli 2022~

30 Juli 2022~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍂

Sosok Adam itu masih mematung di tempatnya, menatap Cahaya dengan sorot penuh kecewa. Entah kenapa, mendengar kenyataan itu membuat hatinya terasa ngilu.

"Jadi selama ini, lo bohongin gue?" lirihnya tersenyum getir. Perlahan, ia melangkah mundur saat gadis itu berdiri dan hendak menghampirinya.

"Jar, ini nggak seperti yang lo bayangin." Cahaya berusaha menjelaskan, namun cowok itu segera pergi.

"Fajar!"

Tidak ingin menimbulkan kesalahpahaman lagi, Cahaya langsung mengejar sebelum bayangan cowok itu benar-benar menghilang. Namun sebelum itu, ia melirik ke arah Luna yang juga tengah menatapnya. 

"Gue nggak tau darimana lo dapat info tentang keluarga gue, tapi yang pasti, semua itu enggak seperti yang lo katakan tadi, Na," ungkap Cahaya sebelum pergi meninggalkan gadis itu.

"Fajar! Tunggu!" panggil Cahaya setengah berlari. Beruntung, langkahnya bisa menyeimbangkan kaki jenjang cowok itu. Ia lantas menarik lengan Fajar untuk menghentikan langkahnya. 

"Lepasin!"

"Gue bisa jelasin semuanya, Jar," mohon Cahaya mengapit lengan baju Fajar. 

"Mau ngejelasin apa? Lo mau bilang kalau selama ini lo cuma manfaatin gue, untuk nyakitin keluarga gue lagi. Iya?" 

Cahaya menggeleng cepat. "Gue nggak pernah punya niat buat nyakitin keluarga lo, Jar. Justru gue mau ngelurusin semua kesalahpahaman yang terjadi," jelas gadis itu dengan napas memburu. "Iya, gue tahu gue salah karena udah nyembunyiin semuanya, tapi nggak untuk selamanya. Gue udah janji bakal cerita ke lo kalau waktunya udah tepat."

"Sama aja, kan, selama ini lo bohong." Fajar menimpali, masih dengan wajah dinginnya.

"Oke, gue ngaku gue udah bohongin lo. Tapi percaya sama gue, Jar, gue nggak ada niat nyakitin siapapun. Kedatangan gue ke sini, murni untuk memperbaiki semuanya, menjelaskan apa yang terjadi sama Kak Galang waktu itu. Dan lo tau, Kak Reva udah bisa menerima semuanya. Dia udah maafin keluarga gue."

"Sekarang, tujuan lo udah terwujud, kan?" tanya Fajar, gadis itu segera mengiyakan. "Dan setelah ini, lo bakal balik ke tempat asal lo, kan?"

Lagi, Cahaya mengangguk tanpa memerhatikan makna dari pertanyaan cowok itu. Anggukan mantap itu membuat Fajar tersenyum miris.

"Memang benar, seharusnya gue nggak pernah ketemu sama lo, kalau pada akhirnya gue harus kecewa sendiri," lirih Fajar melepas lengannya dari pegangan Cahaya. 

Cahaya yang mendengar itu merasa sangat bersalah. Ia pun kembali menghalangi langkah Fajar untuk memberikan pemahaman kepada cowok itu.

"Gue tau gue salah, tapi bisa nggak sih lo maafin gue kali ini aja? Kak Reva aja udah bisa nerima semuanya kok. Masa lo nggak bisa?"

"Iya. Gue nggak bisa."

"Kenapa? Kenapa lo semarah ini sama gue?"

"Karena gue udah suka sama lo." Fajar mengungkapkan apa yang ia pendam selama ini. 

Cahaya terkesiap, tidak percaya dengan apa yang ia dengar. "A-apa?"

"Gue suka sama lo, Cahaya!" tekan Fajar.

"Tapi sayang, lo udah buat gue kecewa. Mungkin lo nggak tau, rasanya dikecewain sama orang yang lo sayang. Apalagi setelah ini, lo bakal pergi." Ucapan Fajar membuat gadis itu bungkam. 

"Jadi gue berharap nggak ketemu sama lo lagi. Biar gue nggak terluka dengan ekspektasi yang gue buat sendiri."

Cahaya hanya diam melihat Fajar yang sudah pergi meninggalkan tempat itu. Entah kenapa, ada sesuatu yang mengusik relungnya ketika menatap sorot mata tadi. Sesak, pengap, dan beragam perasaan lainnya mulai memenuhi paru-parunya.

"Padahal, gue pengin lebih lama di sini, tapi ternyata lo udah ngusir gue duluan, Jar. Jadi, gue nggak punya alasan lagi untuk tetap di sini," gumam Cahaya. Ia berbalik arah karena pak Imam sudah memanggilnya.

Cahaya pamit, Jar. Gue minta maaf. Gue nggak bermaksud untuk ngecewain lo. Gue harap, lo selalu bahagia. Batin Cahaya seraya menatap cakrawala yang perlahan memburam.

***

Senja itu, tidak seindah apa yang terlihat netra. Baginya, semesta saat itu hanyalah lukisan gelap yang dipenuhi arak hitam yang siap menghujam bumi dengan deraian airnya. 

Benar saja, belum sempat sampai pekarangan rumah, tubuhnya sudah dihujani rintikan yang begitu deras. Tanpa ingin berteduh sedetik pun, ia tetap melajukan motornya dengan kecepatan diatas rata-rata. Yang ia pikirkan saat ini hanyalah sampai rumah dan menghilangkan segala kepenatan yang diberikan takdir hari ini.

Sesampainya di rumah, ia langsung disambut dengan omelan dari seseorang yang selalu ia tunggu kehadirannya di rumah itu. Sangking tidak percaya dengan apa yang dilihat, ia hampir melupakan rasa kekecewaannya tadi.

"Bagus, ya. Udah pulangnya sore, hujan-hujanan, makan telat. Sesayang itu sama penyakit," omel wanita itu. 

"Kak Reva?"

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


*Sampai jumpa di epilog ◜‿◝

Cahaya Fajar [SELESAI] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang