12 Juli 2022
🍂
Huuuh!
Sudah terbilang lebih dari sepuluh kali Cahaya mengambil napasnya panjang, lalu mengeluarkannya kasar. Bokongnya sudah tidak terasa lagi karena duduk hampir dua jam. Ditambah melihat kedekatan dua makhluk di depan mata, membuatnya semakin jengah.
Bukan karena apa-apa, hanya saja ia merasa kalau keberadaannya tidak dianggap di sana. Sejak tadi, dua makhluk itu sangat asyik mengobrol, sedangkan dirinya hanya diam menyaksikan. Ingin menimpali tapi tidak tahu topik, jadilah Cahaya bosan sendiri.
"Tau bakalan kayak gini, gue lebih baik nggak ikut tadi," gerutunya seraya memanyunkan bibir.
"Lo ngomong apa barusan?" Fajar yang tidak sengaja mendengar gerutuan itu pun menoleh.
"Enggak. Gue nggak ngomong apa-apa," balas Cahaya berbohong. "Sok atu, dilanjut belajarnya...
... biar gue cepat pergi dari sini." Gadis itu melanjutkan kalimatnya dalam hati.
"Kuenya dimakan, Kak. Sayang kalau cuma dilihatin," tegur Luna yang juga melihat ke arah Cahaya. Gadis yang setahun lebih muda darinya itu tersenyum manis, sedangkan Cahaya membalasnya semanis mungkin namun tetap saja terkesan pahit.
Beruntung Luna tidak menghiraukan raut bosan di wajah Cahaya. Kalau iya, mungkin tuan rumah itu sudah menyuruh sopirnya untuk mengantarkan dirinya pulang. Gadis yang duduk di depan Fajar itu kembali pada kegiatannya, mendengar penjelasan Fajar dengan seksama. Sesekali mencuri pandang lalu berakhir dengan tersenyum.
Cahaya yang memperhatikan hal itu mengerutkan keningnya. Ia mencoba menafsirkan tatapan Luna tadi dengan perspektifnya sendiri.
Kalau dilihat-lihat, kayaknya Luna suka deh sama Fajar. Cahaya mengamati sambil memasukkan makanan ke mulutnya. Dan Fajar kayaknya nggak nyadar tentang itu. Hm, kasus yang rumit.
Sepotong kue berhasil ia habiskan. Gadis itu kembali mengambil potongan yang lain dengan pandangan yang tetap fokus pada objek-objek di depannya. Mengamati kedua orang itu bak seorang detektif.
Gue sih nggak heran kalau Fajar nggak nyadar. Secara, dia kan tipe orang yang nggak pekaan. Huh! Sayang banget kalau Luna beneran suka sama modelan kayak Fajar.
Kegiatan batin-membatinnya terjeda saat notifikasi dari handphonenya berbunyi. Sebuah pesan masuk dari Mulan.
Moolan
Ca, di sana panas ya?Gadis itu merasa heran dengan pertanyaan Mulan yang tiba-tiba.
Anda
Dikit, sihMoolan
Pantesan, karena liat si dia sama yang lain
HahahaSetelah beberapa detik loading, akhirnya Cahaya bisa menangkap maksud temannya itu. Apakah Mulan berpikir kalau dirinya cemburu? Tidak mungkin. Ia lantas membantah kesimpulan Mulan.
Anda
Sorry, ya. Dia bukan siapa-siapa gue
Moolan
Sekarang emang bukan siapa-siapa
tapi nanti bakal jadi istimewa
WkwkwCahaya memilih untuk tidak membalas lagi. Ia melepas benda pipih itu dan kembali pada kegiatan sebelumnya. Kali ini, Cahaya tidak mengambil potongan yang lain karena sudah kenyang. Entah apa yang membuat perutnya merasa seperti itu.
Untung namanya Fajar, bukan Farel. Kalau iya, kan, gue berasa jadi Rahel di sini.
***
Alunan musik dari lagu favoritnya terdengar mengalun di telinga. Mulutnya terlihat bergerak mengikuti nada yang sudah ia hapal. Di temani bantal kesayangan membuat matanya ingin terlelap, namun belum bisa. Ucapan-ucapan yang dikatakan Fajar sepanjang perjalanan pulang tadi kembali berputar di kepalanya.
Sebelum sampai rumah, cowok itu sempat membahas tentang Luna. Fajar bercerita kalau Luna sempat mengalami kecelakaan yang membuat dirinya tidak bisa berjalan dan harus memakai kursi roda. Sejak saat itu, Luna tidak mau bersekolah karena takut dihina oleh teman-temannya. Selain itu, Luna juga sempat trauma karena hampir diculik saat belajar di taman bersama pegawainya.
Maka dari itu, sang ayah yang merupakan sahabat baik mamanya, meminta Fajar untuk menjadi guru privat bagi Luna. Selain demi keselamatan Luna, Fajar juga bisa mempunyai tabungan dari hasil mengajarnya.
"Pantesan mereka deket banget. Orang tuanya udah sahabatan lama," gumam Cahaya menatap langit-langit kamarnya. "Tapi Luna kasian juga sih. Pasti trauma banget sama kecelakaan itu."
Membahas kecelakaan, gadis itu lantas bangun dari rebahannya. Ia mematikan musik dan berjalan ke luar, ke kamar atas. Sesampainya di sana, Cahaya langsung menyibak gorden yang hampir tidak pernah terbuka. Ia tersenyum melihat benda-benda yang ada di ruangan itu akhirnya terlihat jelas.
Lagi, senyuman itu hampir memudar setiap kali memasuki ruangan itu. Cahaya beranjak dari jendela ke arah perpustakaan mini dekat piano. Ia meraih album foto yang terletak di rak paling atas. Terakhir, ia juga membawa buku diary yang sedikit berdebu.
Dengan pelan, Cahaya menghilangkan debu-debu yang menempel di buku bersampul itu kemudian membukanya. Matanya nyaris berkaca setelah membaca satu persatu kalimat yang ada di halaman pertama. Sampai di halaman tengah, genangan air di pelupuk mata itu jatuh begitu saja. Tangannya dengan sigap mengusap bersih air yang jatuh. Cahaya tidak ingin lemah untuk saat ini.
Sedalam apapun aku mencintai kamu, jika alam kita berbeda, tidak akan ada gunanya. Ikhlaskan aku, Re. Maka aku akan mengikhlaskan kamu bersama orang lain.
Itulah kalimat yang membuat Cahaya tersentuh. Satu ungkapan yang ditulis tepat di bawah foto seorang wanita cantik yang hampir menjadi kakak keduanya.
"Maafkan aku, Kak. Aku belum menemukan dia. Aku belum bisa melakukan tugasku."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Fajar [SELESAI] ✔️
Teen Fiction[TEENFICTION] "Lo udah gila ya?!" bentak seseorang yang berlari ke arahnya . "Lo tau nggak?! Di kuburan sana masih banyak orang yang ingin hidup lagi, tapi mereka nggak bisa. Sebesar apapun masalah lo, seenggaknya cari solusi bukan dengan cara menga...