Pagi ini nampak indah. Mega mendung berwarna abu-abu yang kali ini menemani, tak seperti kemarin yang berwarna gelap tak lupa dengan kilat yang turut menghiasi. Orang-orang pun bergegas pergi beraktivitas, saling mengejar waktu karena katanya; waktu adalah uang.
Namun di kediaman keluarga Watanabe, hanya satu orang yang masih betah di rumah. Bahkan hingga rumah itu hanya menyisakan dirinya dengan para maid yang masih bekerja. Ya, orang itu ialah Metasha.
Tak seperti sang kakak tiri, Haruto yang sudah berkeluyur entah kemana, Metasha malah memilih untuk diam di rumah duduk termenung di meja belajarnya. Hari liburnya kini hanya ia pakai untuk termenung.
Kalau ibunya melihat anak gadisnya ini hanya melamun, padahal hari baru di mulai, pasti beliau akan mengomel. Namun untungnya, beliau sedang tidak ada di rumah, dia menemani sang suami ke luar kota untuk dua hari ini.
Oke, mari kembali ke awal. Perihal kenapa Metasha pagi-pagi begini sudah melamun? Jawabannya adalah sepucuk surat yang ia dapatkan kemarin sore dari Sunghoon.
Ya, kemarin lelaki itu jauh-jauh kemari hanya untuk menyerahkan sepucuk surat yang katanya sangat amat berharga. Metasha langsung menerimanya tanpa bertanya; apa isi surat ini? Dan kenapa ini sangat berharga?
Sudah berpuluh-puluh menit ia habiskan hanya untuk merenung, memikirkan antara membaca surat tersebut atau tidak. Jujur saja, jantungnya berdegup sangat kencang walau ia belum tahu perihal apa surat itu.
"Daripada penasaran nya makin gede, kita buka aja." Ucapnya meyakinkan diri.
Menghembuskan napasnya beberapakali sebelum akhirnya tangannya mulai membuka lipatan surat itu. Dan tampak barisan kata yang tersusun rapih dengan tulisan yang indah tak lupa nama sang penulis surat di kanan bawah.
Jantungnya semakin berdegup kencang kala beberapa kata tak sengaja ia baca dan kata itu adalah 'suka kamu', perasaan nya menjadi semakin tak karuan. Apa yang dimaksud disini? Suka? Siapa yang suka?
Tangannya langsung melipat kertas itu dengan kasar, bahkan kertas tersebut sudah lecek saking kerasnya. Hatinya sesak. Sesak yang sama setiap kali dirinya merindukan sosok si penulis surat.
"Lawan, Sha. Kamu gak bakal bisa ikhlas kalo gini terus..." Ucapnya pada dirinya sendiri.
Hingga beberapa menit kemudian, rematan itu perlahan melemah, membiarkan kertas kusut itu kembali terurai. Tangannya pun kembali bergerak merapikan kertas itu hingga kembali seperti semula, walau sudah kusut.
"I am ready." Gumamnya, lalu matanya ia bawa untuk membaca kata demi kata yang tertulis rapih pada kertas itu.
Perlahan-lahan, Metasha memaksa dirinya untuk melihat sederet kata rapih bermakna itu. Walau hatinya seperti dipukul, tapi pikirannya enggan untuk berhenti, sekedar memberi napas untuk hatinya yang terasa sesak.
19, Desember, 2021
Hai, Metasha. Ini aku, Sunoo.
Aku hanya ingin menyampaikan beberapa, tak penting, juga tak terlalu bermakna. Sebab aku menyampaikan ini dengan selembar kertas, yang mungkin saja sewaktu bisa kau buang. Namun, bagiku ini sangat berharga. Karena bisa menjadi perantara, disaat diriku masih belum mampu berbicara terus terang tentang ini dihadapanmu.
Sebenarnya, Percaya tak percaya, aku jatuh padamu pada pandangan pertama. Lebih tepatnya, mungkin di rumah sakit? Entahlah, tapi ini betulan terjadi. Rasanya, betulan nyata.
Aku bersyukur bisa bertemu kamu, bertemu dengan seorang gadis cantik dengan berjuta cerita dibaliknya. Bertemu dengan kamu pertama kali, seperti bertemu diriku si masa lampau. Kau mengingat kan ku akan semuanya, penyesalan di masa laluku hingga tujuan ku bertahan hidup. Terimakasih telah berjumpa denganku, bersama jutaan ceritamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
goodbye noo (On Going)
FanfictionHanya sebuah cerita perjalanan hidupnya di dunia yang kejam. Berusaha untuk selalu ceria di balik kesedihan yang menimpanya. Bertahan, dan terus bertahan. Melawan, kadang juga menyerah. Itu yang dia lakukan untuk bertahan. Sulit? Sangat. Namun enta...