Yeay! Double!
Belum nganuh bab ini🌚***
Inez hanya menatap malas pada Keenan. Cemburu? Mana mungkin. Bahkan Inez tidak memiliki perasaan apa pun untuk Keenan. Pria itu terlalu percaya diri.
"Kalau gak penting saya naik ke atas, Pak," kata Inez sambil beranjak dari duduknya.
Keenan menahan lengan Inez, lalu membawanya dengan sedikit paksaan menuju mobil miliknya di halaman depan rumah orangtua Inez.
Meski kesal ditarik paksa, Inez tetap tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Ia hanya menepis tangan Keenan yang memegang lengannya.
"Masuk," suruh Keenan saat ia membukakan pintu mobil.
Inez masuk dan duduk dengan tenang. Ia menunggu Keenan masuk, lalu akan mengutarakan apa yang sejak malam itu mengganggu benaknya. Inez tidak mau lagi ditolak untuk keempat kalinya.
"Kamu sudah makan?" tanya Keenan sembari memasang sabuk pengaman, kemudian mulai menyetir.
Inez tidak menjawab. Ia hanya diam menatapi jendela mobil. Pikiran Inez berkecamuk. Apakah orangtuanya akan marah besar jika ia berulah untuk pertama kalinya?
Di dalam mobil, waktu 5 menit terasa lama bagi Inez. Ia tidak tahu ke mana Keenan akan membawanya. Dengan pakaian yang Inez kenakan, rasanya kurang ajar jika pria itu membawanya ke tempat umum nan ramai.
"Kita makan dulu. Saya lapar."
Mobil Keenan berhenti di sebuah kafe. Cukup ramai. Inez tersenyum miring. Keenan tidak memakai otaknya memilih tempat. Jika pria itu ingin mempermalukan Inez, inilah waktu yang sangat tepat.
Inez membuka pintu mobil, lalu menjulurkan kaki hendak keluar. Keenan secepat mungkin menahan lengan Inez dan menghela napas. Pria itu meraih jas miliknya yang tergantung di belakang, lalu memaksa Inez mengenakannya.
Keenan lebih dulu keluar dari mobil dan berjalan cepat menuju pintu di sebelah Inez. Ia berdiri melindungi Inez yang kini tengah mengenakan jasnya.
Meski jas Keenan kebesaran di tubuhnya dan membalut dengan sempurna, Inez tetap merasa hawa dingin menusuk ke kulitnya. Apalagi angin yang berhembus bercampur dengan tatapan beberapa orang. Mungkin ia terlihat aneh.
Keenan meraih sebelah tangan Inez, lalu membawanya melangkah bersama memasuki kafe. Keenan memilih meja di dekat jendela. Pria itu memesan beberapa menu tanpa bertanya kepada Inez. Bahkan Inez sampai mengernyit karena Keenan tahu minuman kesukaannya.
"Saya tahu kamu sedang kesal. Atau bahkan sedang marah pada saya. Tapi saya gak tahu apa penyebabnya. Jika soal Fairish—"
"Ayo selesaikan sekarang. Saya tahu, cepat atau lambat semuanya juga bakalan selesai. Mending jangan terlalu jauh melangkah sampai tidak bisa mundur lagi. Saya bukan barang yang jika diinginkan diambil dan jika tidak tertarik bisa dibuang begitu saja."
Keenan mengernyit bingung. Inez tampak lelah. Bahkan Keenan baru menyadari wajah wanita itu pucat untuk dikatakan baik-baik saja.
Keenan mengulurkan tangan. Ia menyentuh kening Inez dan berdecak kesal karena suhu tubuh wanita itu cukup panas.
"Kamu pusing?" tanya Keenan.
Inez tersenyum sinis dan memalingkan wajah. Kalimatnya diabaikan Keenan begitu saja. Apa pria itu menganggap semuanya hanya lelucon? Inez muak terus terlihat baik-baik saja setiap waktu padahal hatinya terluka setiap kali mendapatkan penolakan.
"Kita makan dulu sebentar. Habis itu—"
"Saya serius, Pak. Perjodohan ini lebih baik cepat diselesaikan. Saya gak mau—"
"Saya gak mau dan gak akan mundur," sela Keenan menatap lurus pada mata lelah Inez.
Inez terdiam membalas tatapan Keenan. Ia hampir hanyut dalam manik gelap pria itu. Untungnya pelayan kafe datang menyelamatkannya. Inez menelan ludah dan kembali memalingkan wajah menatap jalanan. Ia membiarkan pelayan menata makanan yang Keenan pesan.
Keenan mulai menyantap makanannya setelah meminta pelayan membawakan air hangat untuknya. Inez tidak berselera. Bahkan ia tidak merasa lapar meski belum memakan apa pun malam ini.
"Makan, Felysia. Atau kamu mau kita lama-lama di sini?"
Inez memejamkan mata merasakan pusing yang mulai menyerang kepalanya. Sial. Kenapa harus sekarang? Inez tidak mau Keenan berpikir macam-macam seperti ia mencari perhatian pria itu.
Kening Inez mengernyit saat sebuah sendok berisi makanan tersodor di depan bibirnya. Inez memundurkan wajahnya dan Keenan ikut memajukan sendoknya.
"Ayo," Keenan memaksa.
"Saya gak lapar."
"Tapi ini enak. Kamu harus coba."
Inez menggeleng pelan dan menyandarkan tubuhnya. Ia menggeleng kembali saat rasa pusing menyerang lagi. Keenan sudah mencurigai tingkah wanita di depannya. Keenan beranjak, lalu duduk di sebelah Inez.
"Jangan keras kepala, Felysia. Kamu nyiksa diri sendiri," katanya sembari kembali menyodorkan sendok berisi makanan di depan bibir Inez.
"Aaa... Ayo..."
Inez menghela napas panjang. Ia membuka mulut sehingga Keenan bisa menyuapinya. Satu hingga tiga suapan berhasil masuk ke perutnya. Keenan cukup senang. Ia bahkan memuji wanita itu dengan kata 'pintar' saat menyuap satu hingga tiga sendok.
Inez menggeleng saat Keenan memberikan suapan keempat bersamaan dengan pelayan yang datang kembali membawa segelas air putih hangat.
"Kamu minum ini. Jusnya gak usah diminum," larang Keenan menjauhkan gelas jus milik Inez dan menyodorkan segelas air putih hangat.
Inez menerima tanpa mengeluarkan banyak kata penolakan seperti sebelumnya. Ia meminum sedikit demi sedikit sampai merasa lebih baik.
Keenan menghabiskan makanan yang sudah ia pesan. Beberapa kali ia juga kembali menawari Inez, tapi wanita itu menggeleng saja.
Usai menghabiskan makanannya, Keenan menghela napas lega sambil menggumamkan kata kenyang. Ia menoleh pada Inez yang kini bersandar sambil memejamkan mata. Keenan tersenyum, lalu mengulurkan tangan untuk mengecek suhu tubuh Inez.
"Masih panas," gumam Keenan.
Inez mendengarnya. Tapi ia sedang malas membuka mata. Rasa kantuk dan juga pusing membuatnya enggan untuk bergerak dan bersuara. Ia mendengar Keenan menghubungi seseorang. Entah siapa. Bisa saja Fairish atau mahasiswi lainnya. Keenan sangat populer di kalangan wanita di kampusnya. Hal yang Inez tidak terlalu suka.
"Ma, aku bisa minta tolong? Enggak. Bukan soal kampus. Ini soal pertunangan aku sama Felysia."
Telinga Inez mendadak tajam saat mendengar namanya disebut. Apalagi membawa pertunangan mereka juga.
"Bukan, Ma. Aku mau batalin pertunangannya."
"Loh? Kenapa? Atau kamu mau langsung nikah aja?"
Keenan menoleh pada Inez yang masih terpejam. Kening pria itu mengernyit saat melihat setetes air jatuh dari sudut mata Inez. Keenan sampai mengulurkan tangan membelai pipi wanita itu dengan lembut.
"Iya, Ma. Mama yang atur, aku cuma ikut keputusan orangtua aja."
"Siap! Mama bakal telpon orangtua Felys. Ini kabar gembira. Kamu sama Felys terima beres pokoknya."
"Oke. Makasih, Ma."
Panggilan usai bersamaan dengan mata Inez yang terbuka. Tatapannya dan Keenan saling beradu dan sama-sama terkunci. Senyum Keenan berangsur terbit dengan menawan. Ibu jarinya masih setia mengelus pipi Inez dengan lembut.
"Kamu mau lihat seserius apa saya dalam perjodohan ini, kan? Gak ada pertunanganan. Kita langsung nikah."
***
Bab selanjutnya baru ehem ehem💦
Bobol gak nih?
1K vote aku up lagi💅🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORY NEW
Romance[MATURE 21+] Semua cerita hanyalah karangan penulis saja. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat atau kejadian, itu hanyalah ketidaksengajaan. Harap bijak dalam memilih bacaan sesuai usia. Follow dulu jika ingin mendapatkan notifikasi update. Start, 0...