Cia diam saja, lalu mengucapkan kata terima kasih ketika Rissa meletakkan sepiring nasi goreng di depnnya. Cia memang belum sarapan karena malas masak dan ia juga hampir terlambat masuk kelas.
"Gak ada. Bahas lo sama cowok lo. Kalau sekali lagi dia berulah, habis dia sama gue," sahut Inez dengan wajah serius.
Rissa terkekeh. "Do'ain aja dia beneran tobat. Kalau keulang lagi, gue tinggal pergi. Gak ada kesempatan ketiga, keempat atau keberapa pun lagi buat dia."
"Harus ditinggal cowok brengsek kayak gitu," tekan Inez pada Rissa.
"Eh, btw, gue hampir lupa," Rissa duduk di sebelah Inez dan menatap Cia yang mulai menyantap sarapannya.
"Gue kemarin lihat Pak Faris sama Dewa di taman belakang. Gue kira Dewa berulah lagi bikin dosen-dosen pada kesal, termasuk Pak Faris. Tapi gue gak dengar wejangan apa-apa dari Pak Faris. Cuma sedikit dengar Pak Faris bilang 'jauhin dia atau kamu habis di tangan saya' gitu."
Rissa berujar sambil menatap Cia dan Inez bergantian. Sedangkan kedua wanita itu melirik memberi kode yang tidak disadari oleh Rissa.
"Pak Faris kayaknya punya pacar deh. Anak kampus ini juga mungkin. Terus menurut gue ya, pacarnya temenan sama Dewa apa gimana gitu sampai Pak Faris cemburu dan ngancam si Dewa. Duh, enak banget diposesifin sama dosen tampan. Iri gue," lanjut Rissa yang kini mulai menyantap makanan yang ia pesan sebagai sarapannya.
Cia menelan ludah saat Inez memberikan tatapan mengiba. Kalaupun Faris memiliki perasaan padanya, bukankah sudah terlambat? Seperti yang Inez katakan, Faris akan segera menikah. Tidak aka nada harapan untuk Cia kembali bersama.
Waktu berlalu begitu lambat bagi Cia hari ini. Usai dari kantin, ia memilih tidur di ruang kesehatan bersama Inez. Sedangkan Rissa entah ke mana. Baru hendak kembali membahas hubungannya dengan Faris, Fairish datang menghampiri mereka sehingga percakapan terurungkan. Sisa hari mereka dibiarkan berlalu begitu saja dengan absen kelas hari ini.
Kini waktu sudah malam. Langit gelap serta suara petir menyambar membuat Cia menghela napas. Harusnya ia kembali ke rumah orangtuanya saja malam ini. Cia yakin ia tidak akan bisa tidur jika hujan turun deras setelah ini.
Bel apartemen berbunyi, sehingga Cia mengernyit. Tidak ada yang tahu tempat tinggalnya ini selain orangtua dan keempat temannya. Bahkan Faris pun tidak pernah tahu. Lalu siapa yang berkunjung malam-malam begini?
Cia yang tengah duduk melamun di sofa ruang tamu seketika beranjak. Ia menatap layar monitor kecil di samping pintu. Kening Cia semakin mengernyit dalam saat melihat siapa yang berdiri di luar sana.
"Kenapa Bapak—"
Cia berhenti bicara saat seseorang jatuh tersungkur di kakinya. Cia terdiam kaku dengan mata membelalak. Ia menunduk dan orang itu mengangkat wajah membuat Cia memekik tertahan.
"Mas..."
"Dia menggila sejak kemarin nyari-nyari kamu. Saya gak tahu apa-apa soal kalian. Entah apa hubungan dan masalah kalian, tapi saya yakin, ada sesuatu yang harus kalian selesaikan. Saya titip dia."
Cia menatap gamang pada kepergia Keenan. Pria itu berlalu begitu saja menuju lift meninggalkan Faris yang babak belur. Entah apa yang terjadi pada Faris hingga bisa sekacau ini.
Dengan sedikit tambahan tenaga, Cia berusaha menarik Faris untuk bisa masuk ke dalam apartemennya. Bersamaan dengan itu ponsel Cia berdering. Ada panggilan masuk dari Inez.
"Nez, lo—"
"Sorry, Ci. Gue gak bisa ngasih lo bantuan apa-apa. Tapi gue gak bisa biarin teman gue hadapin masalah sebesar ini sendirian. Pak Faris harus ikut andil. Btw, dia habis dihajar laki gue karena gue cerita soal yang tadi. Sorry."
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORY NEW
Romance[MATURE 21+] Semua cerita hanyalah karangan penulis saja. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat atau kejadian, itu hanyalah ketidaksengajaan. Harap bijak dalam memilih bacaan sesuai usia. Follow dulu jika ingin mendapatkan notifikasi update. Start, 0...