[2] J o y e u x

144 14 3
                                    

Hola, readerz. Author kembali dengan chapter baru. Sebelum kalian baca, pencet bintangnya ya. Komen juga bagian mana yang kalian suka. Jangan jadi silent reader, ya 🤭

🌿🌿🌿

Setelah satu jam beradu opini dengan ibunda, akhirnya Zenita dan Zora Azalea menemukan titik terang lokasi restoran Jepang untuk tempat lunch mereka.

"Mama bingung, Zen. Ternyata restoran Jepang di Jakarta banyak banget yang udah halal certified. Kita sebagai customer Muslim jadi tenang."

"Udah nggak usah bingung. Kan udah sepakat kita makan di sini. Pokoknya Zeni mau makan banyak mumpung Mama traktir."

Ia lantas dengan wajah tanpa dosa memesan gyoza, satu set sushi Spicy Salmon Roll, dan Gyukatsu Cheese. Berbanding terbalik dengan sang anak, Zora hanya memesan Chicken Karaage Salad.

"Mama diet, ya?" Zenita heran karena ibunya hanya memesan salad.

"Iya, tapi nanti Mama nyicip sushi kamu ya. Empat hari lagi kan Bella sepupu kamu lamaran, Mama takut kebayanya nggak muat."

Zenita mengangguk lalu menyantap sushinya dengan nikmat. Zora mengamati putrinya yang sedang lahap memakan satu persatu menu di meja. Putrinya cantik, banyak orang mengira kalau Zenita itu bule Turki. Ya, tidak sepenuhnya salah sih. Karena paras menawan Zenita terwarisi dari sang ayah, pria asli Turki yang kini berkewarganegaraan Indonesia. Tak seperti kedua adik kembarnya yang menuruni paras manis ibunya, seorang wanita Indonesia berdarah Australia.

"Zen, nggak ada yang mau kamu ceritakan ke Mama?"

"Hah? Oh iya, dua hari lalu Jeno ditawarin ikut lomba cerdas cermat Ma. Terus anabul kemarin selesai pemeriksaan rutin. Moka baru aja kelar vaksin pertamanya," Zenita antusias bercerita.

Zora berdecak. "Ck! Bukan itu."

Zenita bersusah payah menelan makanannya. "Emang apa lagi?"

"Mertua kamu nyindir apa aja di acara arisan minggu lalu? Mama nggak terima ya, kamu dipermalukan di depan umum!"

Zenita terkejut, ia buru-buru meneguk air.

"Mama tau darimana?"

"Dari Tante Shandy. Kamu lupa, Tante Shandy yang suaminya anggota dewan itu kan sahabat Mama dari SMP. Dia cerita ke Mama kalau kamu dijadikan bahan gunjingan sama mertuamu. Yang belum hamil lah, nggak bisa hamil gara-gara kucing lah. Emang anak-anak bulu Mama salah apa? Kamu juga rutin cek toksoplasma kan? Dan terbukti mereka bebas tokso dan kamu juga nggak terjangkit tokso."

Zenita menghela nafas. Ia ingat, di arisan sosialita minggu lepas memang hanya teman mamanya yang nama dan wajahnya sebelas dua belas dengan Shandy Aulia itu yang membela dia. Tapi Zenita tidak pernah menyangka kalau Shandy mengadukan kejadian lalu pada Zora.

"Ma, yang lalu biarlah berlalu. Zenita sudah jadi istri orang, nggak pantas kalau Zenita menceritakan keburukan mertua Zenita pada Mama. Maaf kalau ucapan Zeni menyinggung perasaan Mama."

Ia menegaskan bahwa ia sanggup menyelesaikan masalahnya sendiri. Zenita tidak ingin orang tuanya kepikiran.

"Ya sudah kalau itu keputusan kamu. Mama cuma bisa mendoakan, semoga mertua kamu hatinya dilembutkan."

"Aamiin," ujarnya.

"Tante Zora! Kak Zenita!" Panggil seseorang yang ternyata sepupu Zenita, Freya Adelia Russel. Freya datang bersama keluarga suaminya.

"Kebetulan ketemu di sini," ucap Zora memeluk Freya.

"Kak, apa kabar? Aku kangen banget, kapan-kapan main ke rumah ya. Ditunggu Mama sama Ayah."

"Iya, in syaa Allah minggu depan aku main ke sana, ya," balas Zenita.

"Ayo gabung aja mejanya. Kapan lagi kita makan siang bareng," timpal Zora.

Makan siang kali ini terasa meriah bagi Zenita. Ia senang bisa bertemu dengan sepupunya lagi. Tatapan mata Zenita menyapu ke seluruh arah hingga ia menyadari ada sepasang mata yang menatapnya sedari tadi.

"Frey, cowok itu siapa?" Bisiknya.

"Dia Kairo, sepupu suami aku. Kenapa kak?"

"Nggak apa-apa."

Zenita baru menyadari bahwa lelaki yang dari tadi melihatnya adalah dosen adik perempuannya, Zara Moonlight Lilium sekaligus dokter fisik Zarion Starlight Anthurium, kembaran Zara yang berprofesi sebagai atlet bulutangkis.

"Naksir gue kali ya. Liatin gue mulu," batin Zenita.

Tanpa menghiraukan Kairo, Zenita mengambil sepotong gyoza. Sebelum gyoza masuk ke dalam mulutnya, ia mendadak mual.

"Ma, Zeni ke toilet ya. Mau muntah rasanya."

Zora segera pamit dan berdiri. Ia menuntun putrinya ke toilet setelah bertanya pada pramusaji.

🌿🌿🌿

"Ngapain sih ke dokter? Aku udah nggak apa-apa," protes Zenita pada suaminya. Julian langsung meluncur ke restoran Jepang setelah mendapat telepon dari Zora, mertuanya.

"Nurut aja sama suami kamu Zen," ucap Zora telak membuat Zenita terdiam.

"Dok, asam lambung saya sepertinya kumat lagi ya? Dari dua minggu lalu perut saya nggak enak, mual terus. Padahal saya nggak pernah telat makan," tanya Zenita mengawali perbincangan.

"Setelah saya periksa, asam lambung kamu normal. Yang membuat perut kamu mual bukan karena itu, melainkan karena kamu mengandung. Menurut pemeriksaan, usia kandungan kamu sudah 7 minggu."

Ucapan dokter bagaikan oasis di tengah gurun. Semua yang mendengar ikut bahagia, terlebih lagi Zenita. Ia mengusap perutnya. Akhirnya, setelah penantian dua tahun lamanya, ia dan Julian dikaruniai keturunan.

Bersambung 🍃

__________________________

Assalamualaikum readerz, akhirnya aku bisa upload tepat waktu. Gimana chapter ini? Bikin seneng nggak? Akhirnya setelah penantian cukup panjang, Zenita dikaruniai keturunan.

Pas nulis chapter ini tuh aku jadi ngerti, kenapa pertanyaan "kapan punya anak" dan pertanyaan sejenis itu memancing emosional. Kita nggak pernah tau kondisi yang bersangkutan, mungkin aja sudah banyak ikhtiar yang dilakukan tapi takdir berkata lain. Wajar aja kalo perempuan ditanyain gitu tersinggung. Semoga kita semua bisa berhati-hati memilah ucapan, ya ❤️

Oh iya sampai chapter kedepan kita masih flashback masa lalu Zenita ygy. See you on the next chapter, in syaa Allah ✨

Edit:
Tante Shandy temennya Mama Zora 🤭

Edit:Tante Shandy temennya Mama Zora 🤭

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Estetika RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang