P r o l o g

396 24 6
                                        

Musim hujan telah berakhir. Selamat datang musim kemarau, di mana suhu kota Jakarta bisa mencapai 35⁰ Celcius.

Kedai kopi hits yang menjadi tongkrongan anak muda zaman now menjadi pilihan bagi dua orang wanita untuk melepas penat sekaligus curhat.

"Ini pesanannya, kak. White Chocolate Latte dan Caramel Cream Frappuccino." Kata seorang pegawai yang tidak sengaja menginterupsi pembicaraan mereka.

"Makasih," ujar Zenita sambil mengambil Caramel Cream Frappuccino-nya.

"Kita berdua emang klop ya, mbak. Diantara kita dan si Arem, cuma dia doang yang pecinta kopi garis keras," gelaknya.

Serenity yang asyik mengaduk minumannya pun tertawa. Cukup lama mereka berada di kedai ini, bicara ngalor ngidul, curhat mulai masalah pekerjaan, kucing, hingga masalah serius lainnya.

Zenita dan Serenity merupakan sahabat yang senasib sepenanggungan. Keduanya merupakan mantan istri dari Julian Ganendra Jaya. Iya, mantan suami mereka adalah pria yang sama. Interaksi keduanya berawal dari Serenity yang menanyakan kabar Jeno Junity Jaya, putranya dengan Julian, suami Zenita kala itu.

Setelah perceraiannya, Zenita semakin akrab dengan Serenity. Ditambah Serenity-lah yang membantu ia sembuh dari luka batin akibat perceraian. Serenity yang berprofesi sebagai dokter spesialis kesehatan jiwa atau yang dikenal dengan sebutan psikiater, selalu mendampingi Zenita hingga ia sembuh dari depresi.

"Zen, itu kamu mesen Cold Brew buat siapa?" Serenity penasaran saat Zenita mengambil satu pesanan lagi.

"Buat si Arem, mbak-mbak SCBD kita," kata Zenita nyengir. Serenity membentuk huruf 'O' bulat di mulutnya.

"Gimana kabar kucing-kucing kamu?" Ujarnya penasaran. Ia sejatinya menyukai hewan lucu tersebut, namun tak bisa memelihara karena ia alergi bulu kucing.

"Mici sama Moka alhamdulilah sehat, bulan depan jadwal mereka vaksin. Miko juga sehat. Oh iya, makasih ya mbak, kemarin nemenin aku bawa Miko ke vet langganan untuk di steril."

Zenita terdiam sejenak dan teringat akan topik yang akan ia tanyakan.

"Mbak, gimana progres tentang perebutan hak asuh Jeno?"

"Doain ya, Zen. Sampai hari ini pun pihak Julian nggak tahu kalau kamu bersedia menjadi saksi. Semoga kali ini keadilan berpihak padaku."

Tidak lama kemudian, keduanya pun beranjak dari kedai kopi. Serenity kembali ke rumah sakit tempatnya bekerja, dan Zenita akan pergi ke Sudirman Central Business District untuk bertemu dengan sahabatnya yang lain.

Sebelum mereka berpisah, Serenity menghampiri Zenita. "Kamu ke sana nggak sendirian kan?" Ucapnya risau.

"Aku bareng Zara, sekalian jemput dia habis ini." Zenita menyebut nama sang adik yang saat ini tengah berkuliah di Bougainvillea University.

🍃🍃🍃

Bau orang kaya. Kalimat itulah yang meluncur dari mulut Zara ketika memasuki area Sudirman Central Business District.

Tak lama kemudian, mobil mereka sampai di depan gedung perusahaan telekomunikasi Space Telecom, atau yang dikenal dengan S-Tel.

Seorang gadis dengan tinggi semampai dan rupawan bak idol Korea keluar dari gedung bersamaan dengan karyawan lainnya yang keluar untuk berisitirahat, datang menghampiri mereka.

"Zeni my bestie!" Pekiknya.

"Arem-arem, my bestie!" Balas Zenita dengan raut wajah bahagia.

"Ih, seenak udel ganti nama orang! Nama gue Ah Reum! Jeo Ah Reum, bukan arem arem," ujarnya sebal.

Zenita terkikik. "Tapi dibaca 'Arem' kan?"

Zara menyela. "Kalian berantem mulu sampai lupa aku di sini. Makan sushi di belokan depan yuk, guys. Laper banget nih, mana abis kena semprot dosen killer tadi."

"Mbak sih kenyang sebenernya, tapi ayo deh. Yang penting kamu nggak sewot." Ujar Zenita sambil menyerahkan kopi yang ia belikan untuk Ah Reum.

"Makasih, Zeni. Zar, saran mbak sih jangan ke situ, soalnya sushinya pakai mirin. Minggu lalu Kakak sama Zeni mau makan di sana, pas mbaknya liat Zenita berhijab kami dihimbau untuk nggak makan di sana," saran Ah Reum sambil membenarkan gelungan rambutnya.

Zara terkejut. Karena ia dan teman-teman kampusnya kerap makan sushi di resto yang Ah Reum sebut, walau di tempat yang berbeda.

"Yah, mungkin karena Zara nggak pakai hijab jadi nggak diingatkan sama mbak-mbaknya," ucapnya sedih.

"Ya udah, next time jangan diulangi ya, Zar. Makanya mbak cerewet untuk nggak asal pilih tempat makan itu ada faedahnya. Tenang, di sekitar sini banyak kok resto Jepang yang udah halal certified. Ayo semuanya masuk mobil," timpal Zenita menenangkan adiknya.

🍃🍃🍃

Awan hitam bergerak beriringan, seolah berlomba menutupi matahari yang bersinar terang.

"Tadi aja cuacanya panas banget, eh sekarang mendung. Emang bener kata orang tua, biasanya kalo cuaca panas banget tandanya mau hujan," seloroh Zara.

"Aku juga mau balik kantor bentar lagi. Jam istirahat mau habis."

Ah Reum melirik Zenita yang terdiam kekenyangan.

"Katanya kenyang, tapi sebagian besar sushi di meja ini kamu yang abisin," sindirnya.

"Diem aja deh arem-arem!"

Zenita menepuk pundak adiknya. "Zar, kamu yang nyetir habis ini ya."

Belum sempat Zara menyanggupi, dua orang yang berwajah familiar datang menghampiri mereka.

Zara mencolek lengan Ah Reum. Sorot matanya menyiratkan sebuah kode. Ah Reum nampaknya peka. Ia menutupi kepala Zenita dengan tas Dior-nya.

"Apa-apaan sih!" Protes Zenita.

"Eum, bestie kita cabut kuy. Eike kebelet kawin, eh kebelet pipis."

Zenita sudah siap untuk menyemprotnya, namun hal itu urung terjadi karena sapaan dari seseorang.

"Zenita, kamu... Apa kabar?"

Seorang wanita cantik berparas oriental mengeratkan pelukannya pada pria yang menyapa Zenita.

"Ngapain sih boo, nyapa mantan kamu? Kita kan mau nikah," selorohnya.

Wajah Zenita pucat pasi. Tangannya mencengkram ruas jari Ah Reum. Ah Reum memeluk tubuh sahabatnya yang bergetar hebat, sambil menenangkannya.

"Abaikan saja, ayo kita keluar dari sini," Ah Reum pun menuntun Zenita keluar.

"Zen..."

Byur! Zara menyiram wajah lelaki itu. Keduanya terkejut, sama halnya dengan beberapa pengunjung di sana.

"Lo udah buat Kakak gue menderita selama ini! Kakak gue depresi gara-gara lo, pecundang! Pergi lo dan jangan pernah ganggu dia lagi!"

Zara melengos dan angkat kaki dari tempat. Ia menyusul Zenita yang dituntun Ah Reum ke mobil mereka.

"Zara tenang ya, abis ini nyetirnya juga jangan ngebut," saran Ah Reum.

Ia mengangguk. Tapi belum sampai mereka di mobil, kakaknya pingsan. Tubuhnya terkulai lemah, membuat mereka panik dan kalang kabut.

Bersambung 🍃

___________________

Assalamualaikum, readerz. Semoga kalian enjoy cerita baru ini ya. Untuk kalian yang belum tau, Estetika Rasa ini adalah last story dari series aku yang namanya Cousin Series, yang terdiri dari Freya's Sincere Love, I'm Not A Perfect Mother dan Estetika Rasa.

Kalau di I'm Not A Perfect Mother aku upload hari Sabtu dua minggu sekali, untuk Estetika Rasa aku tetap upload dua minggu sekali (semoga nggak lebih, hehe) di hari Jum'at.

Dan mumpung hari Jum'at belum berakhir, yuk baca Al Kahfi untuk yang muslim ❤️

Tidak lupa mohon maaf author hatirkan atas typo serta jika ada tulisan yang menyinggung readerz sekalian...

Estetika RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang