[6] N e w B e g i n n i n g

120 14 0
                                    

Aroma opor bebek menguar dari dapur hingga ke penjuru rumah. Wangi masakan sang koki mampu membangkitkan selera makan seisi rumah.

Zenita beranjak dari duduknya. Perutnya keroncongan, membuat ia mampu melawan rasa malas untuk bersantai-santai di kamarnya.

 Perutnya keroncongan, membuat ia mampu melawan rasa malas untuk bersantai-santai di kamarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Pic from IG: __aliza.rz)

"Si manusia estetik datang, guys," celoteh Zara, adiknya.

Zenita yang mengenakan dress putih gading ala vintage mendenguskan hidungnya kesal.

"Mama lihat kamar kamu banyak paket. Emang beli apa?" Tanya Zora.

"Paling juga printilan kamarnya, Ma," sambar Zarion.

Zenita memutar bola matanya malas. "Bocah bisa diem, nggak? Tumben di rumah."

"Ini hari minggu, kali. Ya libur, lah."

Zafer dan Zora hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala mereka. Melihat Zenita beradu mulut dengan kedua adiknya, yang sesekali diiringi gelak tawa ketiganya membuat kedua orang tua ini bernapas lega. Setidaknya Zenita mulai ceria.

Sarapan pagi ini begitu nikmat dan khidmat, sampai Zenita membuka suara. Semua sontak terdiam. Zora menatap putrinya sendu.

"Semuanya, maaf ini terdengar mendadak. Aku mau ke Eropa sebulan. Boleh, kan?"

Ayahnya angkat suara. "Kamu masih kepikiran kejadian minggu lalu, nak?

Ia mengangguk. Walau Serenity meyakinkannya kalau peristiwa itu adalah sebuah kebetulan, dan chance mereka bertemu lagi begitu kecil, Zenita tetap takut. Mimpi-mimpi buruknya yang dahulu telah hilang, kini kembali lagi tanpa diundang.

Kini ia menoleh pada ibunya. "Boleh kan, Ma? Zeni cuma mau ke Denmark sama Perancis aja, sekalian nonton Zero tanding. Mungkin aja dia makin semangat kalau ada kakaknya."

Zora menunduk lesu, kedua tangannya terkepal. Pikirannya berkelana. Andai aku menuruti kata hatiku untuk tidak merestui Zenita menikah dengan Julian, ini semua tak akan terjadi, batinnya.

Zafer menggenggam tangan istrinya dengan lembut. Ia meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja.

"Bapak mengizinkan, asal Zenita tidak sendirian. Bapak dan Mama tidak akan tenang kalau kamu traveling kemana-mana tanpa mahram," putus ayahnya.

Zara bergantian bicara. "Mbak, bulan depan aku udah libur semester. Mbak mau aku temani? Aku juga pengen liat si bontot tanding. Sekalian cuci mata liat cowok-cowok Eropa, hehe."

"Astaghfirullah," ucap kedua orang tuanya.

Zenita tidak bisa lagi menahan tawanya. Begitu juga kembarannya, Zarion. Sementara kedua orang tua mereka hanya bisa geleng-geleng kepala.

🍰🍰🍰

Dengan ponsel di tangan, Zenita merekam aksi lucu ketiga kucingnya. Miko, kucing domestik yang memiliki fisik menyerupai kucing jenis Siam, tengah mengusili Moka yang tengah tertidur pulas. Sementara Mici sibuk dengan mainan bolanya sendirian.

Estetika RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang