Semua manusia pasti menginginkan pernikahan yang berujung happy ending, termasuk Zenita Paeonia Helianthus, manusia pecinta serba aesthetic dan pecinta kucing garis keras.
Tapi realita tak seindah ekspektasi. Pernikahan dengan lelaki idamannya harus...
Zenita menatap langit-langit kamar dengan mata berbinar. Sesekali mulutnya tersenyum ketika ia mengingat kilas balik kejadian semalam.
"Astaghfirullahal 'adzim. Mikir apa, sih!"
Ia menengok ponselnya sebentar untuk melihat jam. Dengan sigap, ia membangunkan Zara yang tertidur pulas di sampingnya.
"Oit. Zar, yuk sholat malam."
Zara menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Beneran nggak ikut?"
Zara menganggukkan kepalanya. Zenita melihat adiknya dengan pandangan gemas. Tak berlama-lama, ia pergi ke kamar mandi untuk mengambil wudhu.
🌼🌼🌼
"Kalian sudah saling kenal ternyata," ucap Umma Faatimah Abdullah, wanita berusia setengah abad, berdarah Yaman, yang merupakan ibu dari Kairo.
Kairo mengangguk, "Zara ini mahasiswinya Kazayn. Kalau yang sebelah sana, kakaknya Zara."
Umma lalu mengajak semuanya makan, sambil mengobrol ringan. Di meja makan, terhampar beberapa menu masakan. Ada soto daging, telur balado, tempe dan tahu goreng, serta tak lupa ayam goreng mentega buatan Zenita.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
(Source: via Google)
"Dunia sempit ya, dok," timpal Zara.
Kairo tersenyum mendengarnya. Ia mencuri pandang ke arah Zenita, yang ternyata melakukan hal serupa. Didera malu, Zenita pun memutus pandangan.
Ia mengucapkan terima kasih dengan tulus pada keduanya, karena berbaik hati menolong sang ibunda. Tak lupa ia menasehati ibunya, agar berkenan menunggunya jika ingin pergi keluar.
Paris memang cantik. Belum lagi pesona menara Eiffel maupun tempat-tempat ikonik di kota ini. Tapi sayangnya, Paris ini rawan pencopet. Belum lagi aroma pesing yang kadang tercium di beberapa sudut stasiun--menurut penuturan beberapa warga Indonesia yang pernah kesana. Walau tak semua tempat seperti itu. Masih banyak sudut kota yang indah dan bernilai historis.
"Umma ke belakang dulu," pamit beliau.
"Kami bantu cuci piring, Umma." Saat akan berdiri, Zara menahan tangan kakaknya.
"Nggak usah, mbak. Biar aku yang bantuin. Iya kan, Umma?" Kedip Zara penuh arti.
Umma Faatimah balas mengacungkan jempolnya.
"Zenita duduk aja, kan udah capek-capek masakin ayam goreng mentega. Biar Umma dibantuin sama Zahra."
Zenita menahan tawa melihat ekspresi Zara yang kembali protes perihal nama. Setelah itu, ia kembali pada mode default. Mulut terkunci, dan wajah datar tanpa ekspresi.
"Ekhem," Kairo berdehem pelan.
Kini, atensi keduanya bertemu. Dengan hati berdebar, Kairo memberanikan diri angkat suara.